Keluarga Pak Trisno

Ah, sial… Biang kerok dari semua ini adalah gubernur usil itu.. komisi sekian M yang seharusnya sudah didepan mata terpaksa harus melayang. Sudah bagus kalau hanya sekedar melayang tanpa adanya imbas lain yang bakalan menyulitkan diriku.

 Sebagai pejabat tinggi dari sebuah instansi kementerian yang menangani masalah pendidikan, sudah barang tentu diriku juga memiliki kaitan dengan proyek pengadaan perangkat kebutuhan pendidikan itu. UPS, entah binatang apa lagi itu..melihat wujudnyapun aku belum pernah.
Bagaimana seandainya aku digiring ke Kuningan..itu artinya mimpi buruk. TRISNO BUDIYANTO, USIA 45 TAHUN.. SEORANG PEJABAT XXXXXX DIPERIKSA KPK, KARENA BLA..BLA..BLA.. pasti akan seperti itu yang diberitakan disurat kabar atau televisi. Ah, akan ditaruh dimana mukaku seandainya itu benar-benar terjadi..dan bukan hanya itu, bisa jadi komisi-komisi lainnya yang telah aku terima beberapa tahun belakangan juga akan diungkit, yang semuanya entah sudah berapa M kalau dijumlahkan.
Tapi aku masih bisa sedikit bernafas lega, setidaknya lembaga itu kini tengah dilumpuhkan. Itu artinya kasus ini akan ditangani kepolisian… Ah, untuk lembaga yang satu ini, dengan sedikit mengorbankan uang yang aku miliki, semuanya beres…bisa diatur. Jadi tak ada alasan bagiku untuk memusingkan otakku dengan hal yang satu itu.
Cerita Dewasa |Sore ini aku hanya menggelosor diatas sofa sambil pandanganku menatap malas pada hamparan gambar bergerak yang sedari tadi menayangkan berita, sebelum akhirnya terdengar deru kendaraan dari arah depan rumahku.
Dari sebuah mobil Toyota Alpard berwarna putih yang deikemudikan oleh sopir pribadiku, keluar sesosok mahluk manis dengan langkahnya yang ringan dan lincah..dia adalah putriku, Nanda, umur 16 tahun, seorang siswi kelas 1 SMU.
” Met sore papa… Emuaachh…emuaachh…” seperti biasa, gadis yang selalu manja denganku ini mencium kedua pipiku disaat pulang atau berangkat kesekolah.
” Sore Nanda sayaaaaang…koq sesore ini baru pulang..kemana aja sih..?”
” Biasa pa..tadi kan ada latihan vocal dulu sama temen-temen Girl-Band disekolah Nanda…” dengan tanpa sungkan dirinya duduk dipangkuanku, menghempaskan bokongnya yang masih dibalut rok abu-abu diatas pahaku. Ah, dasar anak manja..apakah dia tidak menyadari, bahwa dirinya bukanlah lagi anak balita yang masih pantas untuk berlaku seperti ini.
” Girl-Band? kamu main band? Emangnya kamu bisa main alat musik…” godaku
” Ah, papa itu kuper banget sih..gaptek ah… Girl band itu kelompok cewek-cewek nyanyi yang sambil ngedance itu lho… kan di tivi juga sering ada… itu lho.. yang cibi…cibi…” terangnya, sambil mencubit kedua pipiku dan mengguncang-guncangnya dengan gemas.
Sebenarnya diriku tidaklah kuper-kuper amat. Aku juga tau dengan apa yang dikatakan Girl-band oleh anak gadisku itu. sekumpulan gadis-gadis berpenampilan imut bak boneka Barbie yang menyanyikan lagu secara bersamaan sambil melenggak-lenggokan tubuh mereka. dan penampilan mereka itu persis dengan gadis yang ada didepanku sekarang ini. Rambut lurus panjang sepundak, disemir agak pirang, dengan poni menghias keningya. Dan diatas matanya yang bulat bercahaya itu berbaris dengan rapinya bulu mata yang begitu lentik, persis seperti boneka… terlebih dengan kulitnya yang putih mulus bak patung lilin, hidung bangir, dan bibirnya…Ah, bibir tipis yang saat ini sedang dimonyong-monyongkan kearahku itu memang sungguh menggemaskan.
Diriku yang hanya mengenakan celana pendek membuat paha kami saling menempel, karna rok abu-abunya yang hanya setinggi diatas lutut itu tersingkap dengan posisinya yang seperti ini. Dingin kurasakan kulit paha yang putih mulus itu, sepertinya efek perpindahan kalor oleh AC dari dalam mobil masih terasa pada tubuhnya.
Dan, mengapa benda dibalik celana pendekku ini seperti mengalami perubahan bentuk. Sadar Tris.. itukan anak kandungmu sendiri, masih kurang puas kamu dengan istrimu yang cantik itu, belum lagi beberapa wanita muda yang pernah kamu tiduri dengan sedikit mengorbankan “uang recehan”mu. Ya, aku tau..tapi? Ah, Mengapa juga bocah ini justru menggoyang-goyangkan bokongnya, apakah dia menyadari dengan batang penisku yang mulai berdiri tegak ini. Ah, aku rasa itu hanya perasaanku saja.


“ Mama sama Doni kemana pa? koq kayaknya sepi-sepi aja….” Tanyanya, seraya tubuh itu turun dari pangkuanku. Oh iya, Doni yang dimaksud putriku ini adalah anak keduaku, adiknya Nanda, yang usianya terpaut dua tahun dibawahnya, dia masih duduk dikelas 2 SMP.
“ Mama sama Doni ke Bandung.. menghadiri pernikahan anaknya Tante Wiwik..”
“ Koq, papa enggak ikut? “
“ Papa kan kerja, lagian kerjaan papa kali ini gak bisa begitu saja untuk ditinggalkan…”
“ Kapan mereka pulang?”
“ Gak tau juga sih.. acaranya resepsinya saja baru besok.. kemungkinan lusa mereka sudah kembali..”
“ Jiaaahhh… bolos dua hari tuh si Doni..enak banget tuh anak..”
Seraya dirinya ngeloyor dari hadapanku,menapakan kaki indahnya diantara anak-anak tangga menuju lantai atas. Ah, tubuh itu…betapa sempurnanya.. Ngidam apa dulu istriku hingga melahirkan anak sesempurna dia, postur tubuh yang ideal, tidak terlalu kurus, apalagi kegemukan, bokongnya padat serta naik keatas, tidak turun atau tepos. Buah dadanya yang masih dalam fase pertumbuhan tidak bisa dibilang terlalu besar, tapi seragam putihnya yang agak ngepres membuat kedua gunung kembar itu membusung menantang.
Tentu saja kekagumanku itu hanyalah sebatas kekaguman seorang ayah yang mempunyai putri sesempurna dia, bukanlah jenis rasa kagum seorang pria terhadap lawan jenisnya.. Ah, yang benar kau tris? Tapi mengapa batang jakarmu tadi ikut berdiri saat putrimu itu menindihinya..?Tentu saja batang jakarku berdiri, karna bokongnya bergoyang-goyang diatas jakarku, bukankah itu normal..itukan merupakan reaksi alami dari suatu organ tubuh saat menerima rangsangan. Alaaahh…alasan, lalu mengapa saat istrimu meremas-remas jakarmu dia tidak berdiri? justru malahan kau tertidur memunggunginya… Itukan karna aku sedang enggak mood..sedang capek..biasanya juga gak begitu koq.. kehidupan seks kami tak ada masalah, kami tetap rutin melakukannya walau hanya seminggu sekali. Owwhh..waktu itu sedang enggak mood ya…terus saat putrimu nangkring diatasnya justru moodmu itu timbul..begitu? Ah, terserah apa katamu lah.
Cerita Sex: Keluarga Pak Trisno
Sepeninggalan istriku ke Bandung, praktis aku hanya seorang diri dikamar tidurku ini. Sebenarnya tak enak juga harus tak hadir pada pernikahan keponakanku itu. Tapi bagaimana lagi, pekerjaan yang mengharuskan keberadaan diriku tidak bisa dihindari.
Fuhhh…seandainya malam ini ada istriku, pasti libido yang tengah memuncak ini bisa tersalurkan. Ah, mengapa justru pada saat istriku tak ada ini terjadi..? Apakah..? ah tidak.. ini bukan karena Nanda, bukan anak gadisku itu yang memancing libidoku ini. Tapi? Tapi mengapa pikiran ini selalu membayangkan dirinya sejak sore tadi, masih kurasakan paha mulusnya menempel pada pahaku, begitu pula dengan bokongnya yang menekan-nekan penisku. Dan bahkan barusan tadi mengapa justru aku membayangkan berhubungan badan dengan dia, membayangkan bagaimana bibir yang tipis itu, yang sore tadi dimonyong-monyongkan dengan gemas sambil mencubit pipiku, dan itu hanya beberapa senti saja didepan wajahku, sehingga hangat hembusan nafasnyapun dapat kurasakan. Ah, seandainya bibir mungil itu kupagut.. Dan buah dadanya itu akan kuremas, dan putingnya, yang pastinya masih begitu kecil dan berwarna pink akan kujilat,kukulum… Lalu, yang dibalik rok abu-abunya itu…Ah, tentu saja itu hanyalah hayalan konyol belaka…yang seharusnya itu tak patut singgah didalam pikiranku. Sebaiknya kubuang jauh-jauh hayalan gila itu..huss..husss…
********
Dok..dok..dok… Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, siapa lagi itu?dirumah ini hanya ada Tini pembantuku, dan Nanda. Ah, paling-paling Tini, janda 25 tahun itu kerap minta ijin keluar pada jam-jam seperti ini, entah itu hanya sekedar ingin ngerumpi dengan teman seprofesinya, atau ingin pacaran dengan satpam komplek.
” Buka aja pintunya…gak dikunci…” teriakku, setelah terlebih dulu mengecilkan volume tv melalui remot kontrol.
Pintu terbuka, diikuti dengan sesosok tubuh yang langsung masuk kedalam dengan wajah murung.
” Baru jam sembilan koq udah mau tidur pa….?” Ternyata dugaanku salah, sosok yang baru saja nyelonong masuk kedalam kamarku ternyata adalah Nanda.yang saat itu mengenakan atasan tank-top dan celana pendek hot-pan. Tapi yang membuatku sedikit heran adalah sikapnya itu..Kemana anak gadisku yang biasanya lincah, periang, dan terkadang sedikit ngocol. Sepertinya anak ini sedang memiliki masalah.
” Tumben…enggak biasanya kamu dateng kekamar papa.. Ada apa nih? Koq keliatannya galau begitu ”
” Emang lagi galau pa…” jawabnya, kali telah duduk dibibir ranjang dengan membelakangiku.
” Iya, galau kenapa? Cerita dong…barang kali papa bisa bantu…”
” Si Riko tuh pa….cowok aku.. Katanya akan selalu setia, sehidup sematilah… Nyatanya.. Barusan si sherli nelpon, bahwa si Riko jalan dengan cewek lain… pantesan akhir-akhir ini dia dingin banget sama Nanda…” paparnya dengan penuh emosi, kali ini telah menghadap kearahku, dan kedua kakinya kini telah dinaikan diatas tempat tidur.
” Makanya..kan sebelumnya papa sudah pernah bilang…kamu tuh masih terlalu muda..gak usah pacaran dulu.. Tapi malah kamu bilang apa… Ah, inikan cuma untuk penyemangat belajar aja pa… Nah, sekarang kamu liat sendirikan..disaat terjadi konflik, kamu uring-uringan begini.. Lalu selanjutnya gimana…?”
“Selanjudnya? Ya aku putusin… Barusan aku telpon dia…aku maki-maki..gak bisa ngomong dia..mau rasanya aku cakar mukanya tuh anak…” Ekspresi wajahnya semakin emosional, Ah, anak gadisku ini, dalam marahnyapun dia masih terlihat cantik, pipinya yang putih dan licin tampak memerah karena emosi, sedang bibir bawahnya digigit-gigit menahan geram.
” Eiittt..sudah..sudah… Anak papa yang manis kenapa jadi marah-marah begitu sih…”
” Abis gimana enggak marah sih..aku kan…aku kan…aku kan…aaaeeeeeeeeeng…” Ah, dasar anak ini memang manja dan kekanak-kanakan, akhirnya cuma menangis seperti anak kecil inilah yang dia bisa.
” Eeehh..koq malah nangis kayak gitu sih…gak malu apa kamu.. sudah sini..sini..anak manis..sini sayang..cuup..cuup..” tangan kiriku meraih tangannya, sedang tangan kanan kugunakan untuk membelai rambutnya. Tapi..Ah, mengapa anak ini justru ikut berbaring dan memeluk tubuhku..bahkan pipi kanannya disandarkan pada dadaku.. Bukan ini sebenarnya yang aku inginkan, niatku tadi hanya ingin meremas tangannya dan membelai rambutnya agar dia sedikit tenang, itupun dalam keadaan dia sedang terduduk tadi, bukannya dengan kami sama-sama berbaring seperti ini.
Dan, Ah..kaki kirinya justru diselempangkan diatas pahaku. Waktu dia masih SD dulu memang ini bukanlah suatu masalah bagiku, tapi yang sekarang ini adalah seorang gadis remaja. Tapi itukan anakmu Tris, darah dagingmu… iya, aku tau, dan bukannya aku tidak berusaha untuk melawan perasaan celaka ini, sekarangpun aku tengah mencoba mengusirnya dari kepalaku.
Beberapa menit telah berlalu. Baju piyamaku sepertinya telah basah oleh tetesan air matanya. Tangisnya yang sebelumnya meraung-raung, kini hanya menyisakan sesengukan dan beberapa kali suara sedotan hidungnya.
Aku hanya membelai-belai rambut lurusnya sambil tatapanku tertuju pada layar televisi.
Selang beberapa menit, akhirnya bocah ini menghentikan tangisnya, seraya menyeka sisa air mata diwajahnya dengan baju piyamaku. Lalu diam melamun, entah apa yang sedang dipikirkannya.
“ Papa benar.. memang seharusnya Nanda gak usah pacaran…” celetuknya tiba-tiba.
“ Bukan gak boleh pacaran…tapi belum waktunya, nanti kalau kamu sudah cukup dewasa dan bisa mengambil keputusan yang dapat kamu pertanggung jawabkan…..” belum lagi habis yang kukatakan, langsung dipotongnya ucapanku.
“ Enggak.. pokoknya, mulai sekarang Nanda gak mau pacaran….” Ah, dasar anak-anak, saat sedang putus cinta dia berkata begitu, tapi nanti begitu ada pria lain yang menarik hatinya, tentu sudah berbeda lagi ceritanya..dasar cinta monyet.
“ Ya udah…terserah kamu lah…..” jawabku untuk sekedar menenangkannya.
Tangisnya sudah reda, dan semua keluhannya telah diungkapkan… tapi mengapa belum juga dirinya beranjak dari sini, jangankan beranjak dari ruangan ini, bahkan posisinyapun masih seperti tadi, posisi memeluk diriku yang berbaring telentang, dengan kaki kirinya yang dikaitkan diatas pahaku. Dan sambil melamun jemari lentiknya memain-mainkan kancing piyamaku.
Dan mengapa lututnya menyentuh-nyentuh batang jakarku.. Ah,mungkin itu bukan suatu kesengajaan, tapi mengapa terus menerus dan secara intens… Paling-paling dia hanya iseng, namanya juga anak-anak. Kebiasaanku saat tidur yang selalu tanpa mengenakan lagi celana dalam, sehingga dibalik celana setelan piyama yang berbahan katun ini sudah tak ada lagi yang melindunginya.
Ah, celaka…sepertinya anak ini memang sengaja, terlebih saat dia menyadari benda dibalik celanaku ini berangsur menegang.. Itu kusadari dari senyum yang mulai menghiasi wajah yang baru beberapa menit lalu masih murung itu.
” He..he..he…dede’nya bangun…” Astaga, apa maksud perkataannya itu.
” Dede’ apaan?” kagetku, memastikan maksud perkataannya itu..
” ini…” jawabnya dengan cengengesan, sambil meremas lembut batang jakarku yang masih terbungkus setelan piyama.
” Nanda…apa-apaan sih kamu…gak pantes dong sayaaang…kamu kan udah gede…” ujarku mengingatkan.
” Apa sih papa.. orang cuma begini aja koq…” rajuknya, dengan wajah cemberut
Untuk beberapa saat dia hanya terdiam, sedang aku masih berpura-pura menonton tivi, namun tidak dengan pikiranku.
Namun itu hanya beberapa menit, karna setelah itu
” Dooott…Dooott… Roti..Roti…” godanya, sambil meremas penisku seolah itu adalah klakson karet tukang roti.
” Nandaaaaa…” ujarku, yang hanya dijawab dengan tawanya yang renyah
” Teeeett…Teeeettt….Es…Es…” ulangnya lagi, sambil diikuti dengan tawanya yang semakin cekikikan.
” Sudah dong Nanda… Iiiihhh..nih anak ” gemasku, sambil memencet hidungnya yang bangir. Ekspresiku yang seolah sedang menahan tawa, diartikan sebagai sebuah pembolehan olehnya. Pembolehan untuk melakukan hal yang diinginkannya itu, sehingga kini malah diremas-remasnya dengan lembut batang penis yang masih terbungkus dalam celanaku. Kali ini aku tak kuasa lagi untuk melarangnya, Ah..aku justru menikmatinya.
” Emang kalo digini-giniin masih bisa tambah gede lagi ya pa…? ” tanyanya, seolah tanpa dosa.
” Tau, ah…” jawabku dengan ketus, sambil berpura-pura seolah perhatianku masih tertuju pada layar tivi. Sial,dia pikir ini barang mainan apa, entah dengan cara apa lagi aku melarangnya.
” Eh, iya pa…tambah gede nih pa..hi..hi..hi…” dengan mengetahui benda yang diremasnya mengalami perubahan ukuran, sepertinya bocah ini semakin tertarik dan bersemangat meremasi batang penisku.. tak terlihat sama sekali tanda-tanda bahwa beberapa menit lalu dirinya baru saja menangis tersedu-sedu.
Kini dia bangkit dari posisi tidurnya, lalu jongkok menindihi pahaku dengan posisi mengangkang didepanku…Dan..Ah, apa lagi itu yang dia lakukan.
” Nanda..jangan..aaahhh…” tangan anak gadisku kini telah menelusup masuk kedalam celanaku yang memang hanya menggunakan karet kolor yang elastis. Dan, tangan mungil itu kini telah menggenggam batang jakarku tanpa aku mampu berbuat apa-apa.
” Nann..da..kamu..nakal baa..nget..ssiihhhh…” aku benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, seolah diriku tengah berada dalam cengkramannya, sehingga aku hanya bisa menikmatinya.
” Enak ya pa? ” Aku tak menjawab apa yang ditanyakan itu, kecuali hanya menatapnya dengan tatapan mataku yang sayu dan nafas yang tersengal.
” Dikocok-kocok ya pa? ” kembali aku tak menjawab, membiarkan dirinya yang mulai mengocok-ngocok penisku secara berirama.
” Dibuka sekalian aja lah, celananya…” tanpa menunggu persetujuanku, langsung saja dipelorotkannya celanaku hingga sebatas paha.
” Woooowwwww….gede banget pa… Mana tegang banget lagi..hi…hi..hi…” mata yang bulat bercahaya itu semakin berbinar melihat penisku yang berdiri tegak, dan kembali aku hanya bisa diam tanpa tau untuk bersikap seperti apa, nafsu birahi semakin menguasaiku, ingin rasanya kuterkam darah dagingku yang menggemaskan ini, tapi kegilaan dan keberanianku belum sampai sejauh itu.
Batang penisku yang berdiri tegak diamat-amatinya, bagaikan anak kecil yang baru saja menerima mainan barunya. Kedua telurku kadang dipencetnya hingga aku terpekik, atau urat-uratku yang menonjol dirabanya dengan heran, bahkan lubang kencingku disibaknya seolah mencari sesuatu.
Tiba-tiba kedua telapak tangannya diludahinya sendiri, lalu sekaligus dengan dua tangan dikocoknya penisku, ukurannya yang panjang dan besar memungkinkannya untuk melakukan seperti itu.
Sloopp…slloop..sloopp… Cairan ludah yang melumuri menghasilkan bunyi yang berirama saat kedua tangan itu bergerak naik turun. Sambil melakukan aksinya itu dia menatapku, seolah ingin mengetahui reaksi yang aku berikan. Wajah itu tampak tersenyum saat mengetahui reaksiku yang memang begitu menikmatinya.
” Iihh…papa keenakan tuuuuhhh…hi..hi..hi…” godanya, kini aku jawab dengan mengusap lembut paha mulusnya. kali ini bukan usapan kasih sayang seorang ayah, melainkan usapan seorang laki-laki yang tengah birahi atas lawan jenisnya.
” Zzzzzzzz…aaaauugghhhhh….Nandaaaa..keter..lalua n bang..nget sih..ka..mu. aahhh..” Erangku, Paha putih mulus yang sebelumnya hanya kuusap kini telah kuremas, hingga akhirnya aku tak tahan dengan kocokan lembut tangannya pada penisku.. Dan..
” Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhh….Nandaaaaaaaaa……” semprotan sperma muncrat dengan hebatnya, yang membuat anak gadisku terpekik kaget oleh sebagian cairan kental yang memuntahi wajah imutnya. Rasa kagetnya itu hanya sesaat, disusul dengan tawa cekikikannya seolah itu adalah sesuatu yang lucu baginya.
” Waaa…ha..ha…ha…. Nyemprot mek….gile beneeerr.. Ini yang namanya sperma ya pa..?” ujarnya sambil mengamati cairan kental yang melumuri tangannya. sesekali diciumnya untuk mengetahui aromanya, lalu diamati lagi sambil diraba-raba dengan ibu jari dan telunjuknya.
” Duuhhh…muka Nanda jadi belepotan begini tuh pa….”
” Biarin…biar tau rasa.. Dasar anak nakal….” godaku, yang kini hanya berbaring puas karna puncak kenikmatan yang telah kuraih.
” Ah, gak apa-apa koq pa… Baunya koq begini sih…agak amis-amis gitu… Rasanya kayak apa ya?” Ah, dasar…jari telunjuknya yang masih belepotan pejuku itu malah diemutnya. dikenyam-kenyam sebentar, lalu ditelannya tanpa rasa jijik.
” Mmmmm…Agak asin-asin gimanaaa gitu…” komentarnya, bagai tengah mencicipi suatu masakan.
” Jorok kamu…”
” Biarin aja….”
Beberapa saat kemudian disekanya wajah yang belepotan peju itu pada piyamaku, lalu dinaikan kembali celanaku yang sebelumnya dipelorotkan hingga sebatas lutut.
” Udah ya….dede’nya bobo’ dulu ya…Nanda juga mau bobo’…” ujarnya seolah berbicara pada batang penisku yang sudah setengah tertidur.
” Pa…udah ya…Nanda mau bobo’ dulu…muaahhhh..” Bocah itu akhirnya kembali kekamarnya setelah memberiku sebuah ciuman padaku, Bukan ciuman pada pipi kiri dan kanan seperti biasanya.. malainkan pada bibirku.
Seperti biasanya, pukul enam pagi aku telah terbangun. Setelah mandi, sedikit roti untuk pengganjal perut, kubawa segelas kopi yang telah dihidangkan Tini pembantuku kedepan TV diruang keluarga.
Perhatianku kini tertuju pada tayangan berita di Metrotv, walau tidak sepenuhnya…sebagian pikiranku masih teringat pada peristiwa malam tadi, peristiwa dimana penisku dimasturbasi oleh anak gadisku sendiri. Ah, entah lakon apa lagi yang akan terjadi antara aku dan Nanda berikutnya. Jujur belum pernah aku merasakan orgasme senikmat dan sedahsyat malam tadi, hingga spermaku menyembur begitu kuat dan banyak. Entah karena memang sebelumnya aku begitu terobsesi dengannya, dan saat obsesiku itu menjadi kenyataan, birahikupun menjadi begitu meletup-letup, sehingga ketika orgasmepun menjadi begitu nikmat.
Masih terbayang bagaimana menggemaskannya Nanda saat duduk mengangkang dihadapanku sambil mengocok penisku, betapa menggodanya dia saat itu. Ah..seandainya aku bisa memperoleh lebih dari sekedar gosokan tangannya. Tapi? Baiklah,aku kira tidak perlu sejauh itu. Semoga ini adalah yang terakhir, setelah itu semua ini akan tinggal menjadi rahasia kami berdua, selesai.. Bahkan aku berharap peristiwa semalam itu hanyalah sebuah mimpi.
Dari sebelah kananku kulirik sosok gadis remaja menuruni tangga, siapa lagi kalau bukan Nanda anak gadisku itu. Rambutnya masih dalam balutan handuk, sepertinya dia baru saja selesai mandi, dan hanya mengenakan gaun tidur tipis berbahan satin tanpa lengan,. Bahannya yang tipis tak dapat menyembunyikan lekuk tubuh didalamnya yang masih dibungkus lingrie dengan setelan bra berwarna hitam. Sepanjang melangkah, perhatiannya tak pernah lepas dari ponselnya, bahkan sampai dirinya duduk disampingkupun seolah diriku dianggapnya tak ada. Sesekali bibir itu tersenyum sambil menarikan jari-jari lentiknya pada monitor ponsel, dan dengan masih tak memperdulikan diriku, diraihnya cangkir kopi diatas meja, cangkir kopi milikku yang isinya masih tersisa separuh langsung diseruputnya tanpa sisa.
Ah, dasar anak kurang ajar.. dan lebih kurang ajar lagi saat dengan seenaknya meraih remot tv dan menggantinya dengan chanel yang lain. Terpaksa kini perhatianku harus rela tertuju pada tayangan infotement yang masih didominasi oleh berita seputar kematian presenter pria feminim itu.
Smartphone miliknya kini diletakan diatas meja. Sepertinya urusannya dengan ponsel telah selesai. Gaunnya yang tinggi membuat paha mulusnya tersingkap saat dalam posisi duduk seperti itu, terlebih dengan seeanaknya salah satu kakinya dinaikan diatas sofa.
Ditatap sejenak diriku dengan senyum-senyum, entah apa arti senyumnya itu.
” Gimana pa…semalem enak ya?” Ah, pertanyaan apa itu. Sebuah pertanyaan yang meyakinkanku bahwa peristiwa semalam itu memang bukanlah sekedar mimpi. Kujawab hanya dengan menolehnya sesaat, tersenyum, lalu kembali perhatianku mengarah pada layar tv, atau tepatnya berpura-pura nonton tv.
” Eh, ditanyain juga’… Pa, semalam puas kan? hayo ngaku…” desaknya lagi
” Sok tau…” jawabku, masih dengan sikap sok ja’im.
” Pa…Mau ini enggak? ” Mau ini? Astaga…betapa terkejudnya saat aku menoleh kearahnya. Bagaimana tidak, gaun tipisnya diangkat, mempertunjukan padaku selangkangannya yang masih terbungkus oleh lingrie warna hitam.
” Hi..hi..hi…papa kaget tuuuhhh…abis cuek banget sih..” godanya, seraya menutup kembali gaunnya, mengakiri pemandangan indah dihadapanku, glek…aku meneguk ludah, birahiku mulai kembali bangkit.
” Ayo pa…sini..” Ajaknya, seraya berdiri sambil menarik tanganku.
” Apa sih…” protesku
” Ayo…kita kekamar Nanda… Papa kan tadi malam sudah Nanda puasin…sekarang gantian dong.. giliran papa yang puasin Nanda..” Glek…entah apa yang harus aku lakukan..Ah, masa bodo lah, setelah peristiwa semalam itu, sepertinya tak ada gunaya lagi aku bersikap pura-pura ja’im padanya..lebih baik aku ikuti saja irama permainan ini, ibarat syair lagu dangdut, terlanjur basah ya sudah..mandi sekali.
Cerita Sex: Keluarga Pak Trisno
Gadis itu melepas belitan handuk pada kepalanya, seraya mengibas-ngibaskan rambut basahnya yang sepertinya baru saja dikeramas.
Kini aku telah berada didalam kamar tidurnya, dan masih berdiri mematung saat dia merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
” Ayo pa…Nanda dipuasin juga dong…”? Pintanya sambil berbaring telentang
” Mmm..pu..puasin bagaimana? ” Tanyaku gugup
” Si puss Nanda disayang-sayang dong…kayak yang difilm-film begituan itu lho pa…”
” Si puss yang mana? Disayang-sayang bagaimana?” walau secara garis besar aku mengerti apa yang diinginkannya, tapi secara spesifik, terus terang aku belum memahaminya, terutama istilah-istilah yang dipakainya itu.
” Ini lho si pussnya…” jawabnya sambil menyingkap keatas gaunnya hingga memperlihatkan lingrie berwarna hitam.. Glek.. mungkin benda dibalik lingrie hitam itulah yang dimaksudkannya sebagai si puss. bukankah dalam bahasa inggrisnya adalah pussy…tapi kenapa juga disebutnya si puss, aku pikir kucing..ah, dasar anak-anak.
” Ehmmm..iya..tapi disayang-sayangnya seperti apa? ” Tanyaku, yang kini telah duduk dibibir ranjang. Walau nafsu birahiku telah mulai menaik, tapi terus terang diri ini masih gugup.
” Kayak difilm-film bokep itu lho pa.. ih, papa ini koq gaptek banget sih…” sialan..untuk hal seperti ini aku lebih tau dari kamu tau…pikirku dalam hati.
Sepertinya aku mulai mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud oleh gadis imutku ini. Kegugupanku berangsur mulai berkurang, diriku kini telah naik keatas tempat tidurnya,memposisikan diriku tepat dihadapan selangkangan yang masih terbungkus lingrie itu.
Ahh…betapa indahnya apa yang berada dihadapanku ini, lekuk tubuh yang begitu sempurna putih bersih. Kuraba sesaat pangkal pahanya, sambil memperhatikan benda yang berada dibalik lingrienya itu. kulirik sebentar wajahnya, tampak dirinya tengah memperhatikan apa yang tengah aku perbuat.
” Celananya papa buka ya sayang….” yang dijawabnya dengan senyum dibarengi dengan mengangguk pelan.
Aahh…organ kewanitaan putriku kini telah berada dihadapanku, sepenuhnya… Ya, sepenuhnya terbebas dari benda yang menutupinya, dan terbebas pula dari rambu-rambu kenormaan yang merintanginya, sehingga aku bebas untuk melakukan apa saja.
Kusentuh bibir vaginanya, yang secara reflek kedua pahanya membuka, mempertunjukan belahannya yang berwarna merah jambu. Bulu-bulu yang menumbuhinya masih belum begitu lebat dan hanya tipis saja seperti bulu-bulu halus.
Kuhirup sejenak aroma liang vaginanya yang sedikit menganga, aroma sabun mandi masih terasa. Lidahku kini mulai terjulur, menjilat pelan pada keratan daging basah yang berwarna merah jambu pada bagian tengahnya. Kulihat sesaat ekspresinya, yang mendesah pelan saat menerima sentuhan lidahku yang pertama. Kulanjutkan lagi aksiku, kali ini lidahku lebih lincah lagi bergerilya, tanganku mulai kugunakan untuk menyibak bibir vaginanya, praktis belahan vertikalnya itu kini menganga lebar mempertontonkan isi jeroannya.
” Zzzzz…aaaauuugghhhhh….geli paaaaaa……uuuuhhhhh…” Desahan dari mulai terdengar, sambil kedua tangannya menjambak pelan rambutku, sesekali matanya melihat kearahku, kearah ayah kandungnya yang kini tengah menggelitikan lidahnya didalam liang vaginanya.
Srrruuuufffff…kusedot agak kuat daging lembut yang mulai mengeluarkan cairan bening yang sedikit asin itu. Sepertinya dia agak sedikit terkejut, yang ditandai dengan gerakan bokongnya yang menyentak sesaat. Kelentit yang letaknya sedikit agak diataspun tak luput dari sedotan mulutku, yang membuat erangannya semakin keras.
“ Papaaaaaaa….aaaauugghhh…enak paaa….teruuuss..paa…Nanda sayang papa..aaaahh…” jambakan pada rambutku semakin keras, terkadang ditarik-tariknya yang membuatku sedikit nyeri.
Hingga akhirnya terdengar erangannya yang keras, yang kuyakini itu adalah puncak kenikmatannya yang telah dia capai.
“ Aaaaaaaauuuhhhhh….papaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……..” sebuah pekikan yang panjang, dibarengi dengan bokongnya yang terangkat keatas sehingga mulutku terbenam didalam liang kewanitaannya yang basah oleh cairan nikmat.
Setelahnya, gadis itu terdiam. menyisakan nafasnya yang kembang kempis, kutatap wajahnya..wajah yang kini tersenyum kearahku.
“ Makasih pa…udah puasin Nanda…” ucapnya, sepertinya sebuah ucapan yang tulus. Yang kubalas dengan senyum.
” Papa..sun dulu dong…mmmm..” pintanya manja, sambil memonyongkan bibir, dan sedikit memejamkan matanya. Kukecup bibirnya dengan lembut, namun tak kusangka justru dibalasnya dengan lidahnya yang menelusup kedalam rongga mulutku, leherku ditarik hingga kami bergumul untuk beberapa saat.
Hingga akhirnya kami berhenti, dengan masih bebaring berdua, merebahkan diri kami dalam satu bantal.
” Enak ya pa…. kita akan sering-sering begini lagi kan pa? ”
” Sering-sering? Iya..iya…kita lihat saja nanti…” jawabku gugup, tanpa sempat berpikir. disamping diriku tentunya juga tengah dilanda birahi yang memuncak.. dan belum tertuntaskan..alias masih nanggung, sehingga aku hanya menatap wajahnya dengan penuh nafsu.
” Koq pake’ kita lihat saja nanti? Berarti belum pasti dong…” protesnya dengan wajah cemberut
” Oke deh…papa janji. Tapi kamu juga harus janji untuk merahasiakan semua ini…jangan sampai orang lain tau..terutama mama..”
” Oke deh pa deal…tos dulu dong..” setujunya, diikuti dengan mengangkat telapak tangannya keatas yang kubalas dengan membenturkannya dengan telapak tanganku.
********
” Eh, papa belum puas ya..? Papa mau Nanda puasin lagi? ” tawarnya, sambil memegang benda keras yang masih terbungkus celana pendeku.
” Iya nih..tolong dipuasin papa ya sayang…” pintaku, sambil mengusap-ngusap bibir kewanitaannya yang telah basah.
” Oke deh…sekarang Nanda mau sayangin dedenya ya pa…?”
Dirinya kini bangkit, seraya menarik lepas celana pendekku, lalu mencampakkannya kelantai. Batang penisku kini didalam genggamannya.
” Sayang…kamu buka bajumu dong…sekalian sama BHnya juga…” pintaku, sebelum dia meneruskan aksinya.
” Owwhhh…papa mau liat Nanda telanjang ya? ”
” iya dong sayang…kalau kamu telanjang kayaknya lebih seksi deh…” pujiku, yang langsung diturutinya. Kini dirinya benar-benar bugil dihadapanku, seperti yang kuduga, buah dadanya yang ranum dan baru mulai tumbuh itu memiliki puting berwarna merah jambu dengan bentuk yang masih kuncup belum terlalu bulat.
” Nih pa…Nanda udah telanjang…sekarang papa telanjang juga dong…baju papa juga dibuka…” aku segera menuruti keinginannya, kulepas t-shirt yg masih membalut tubuhku, hingga kami berdua benar-benar bugil.
Kini dia duduk diatas pahaku dengan posisi menghadap kearahku, tubuhnya yang telanjang membuatku merasakan hangatnya vagina menempel dipahaku, vagina yang baru saja kucicipi dengan mulutku.
” Dijilat dulu ya pa…?” yang kujawab hanya dengan mengedipkan mataku. Lidah yang lembut itu kini menyisiri sekujur batang penis dan topi bajaku, yang membuatku mendesah nikmat.
“Sekarang Nanda emut ya pa….?” pintanya, beberapa saat kemudian.
” Iya sayang…kamu memang pinter…si dede’nya jadi keenakan nih….” kini batang penisku benar-benar dikulumnya walau tampak kesulitan. Sepertinya batang jakarku terlalu besar untuk mulut mungilnya itu, sehingga hanya sepertiga bagiannya saja yang mampu masuk kedalam rongga mulutnya.
” Aaaahhh…Susah pa….dede’nya gede banget sih…mulut Nanda gak muat….” keluhnya, saat sejenak melepaskan kulumannya.
” Gak apa-apa sayang….makanya pelan-pelan…nanti juga kamu terbiasa..papa percaya kamu anak yang cerdas, pasti kamu bisa…ayo sayang diemut lagi dede’nya…” paparku, sekedar memberinya motivasi.
Dalam beberapa menit kemudian memang kurasakan kemajuan yang cukup signifikan , gerakannya lebih rileks dan batang penisku yang berhasil ditelan kedalam rongga mulutnya lebih dari separuhnya.
Ah, mengapa menurutku begitu seksi dan menariknya dia dalam keadaan seperti itu. sungguh betapa konyolnya aku sebagai ayah… Ah, peduli setan..yang penting aku tak memerkosa anakku..ini kulakukan atas dasar suka sama suka, sama sekali tanpa adanya pemaksaan.. .dan, sekarang…yang penting happy…
Aaahhhh…betapa nikmatnya ini..kalau begini terus, tak perlu susah-susah aku “jajan” diluar dengan abg-abg yang hanya menginginkan uangku itu. bukan masalah uangnya…tapi sensasi yang kuterima tidak seberapa bila dibandingkan dengan anak gadisku ini..darah dagingku.
” Pa…Nanda jadi kepingin lagi nih…” pintanya,sambil meraba-raba liang vaginanya, setelah melepaskan kuluman penisku.
” Kepingin apa sih sayang..? Kan papa belum puas..belum keluar itunya, seperti tadi malam.. ayo sayang diemutin lagi dede’nya…” rayuku.
” Tapi Nanda kepingin dipuasin lagi pa… Gimana kalau dede’nya dimasukin kedalam sipuss…boleh ya pa?” glek..dia ingin aku menyetubuhinya.
Aku berpikir sejenak.
” Kamu sebelumnya sudah pernah melakukannya? ” tanyaku
” Belum pa…makanya Nanda pingin coba…Ayo pa..” rengeknya, kali ini sambil telentang dan membuka kedua pahanya. Ah, dasar..belum lagi aku memberi persetujuan, dia sudah memposisikan diri siap tempur seperti itu, glek..
” Baik..baik..itu artinya kamu masih perawan sayang… nanti saat dede’nya masuk kedalam sipuss, kamu akan merasa sakit..” jelasku.
” Iya pa…Nanda juga tau, kalau melepas keperawanan itu sakit..itu kata temen-temen Nanda yang sudah melakukan sama cowoknya.. tapi katanya lagi, itu cuma sekali saja..besok-besok kalau melakukannya lagi udah enggak sakit, malah enak dan bikin ketagian…gitu katanya.. Makanya pa ayo cepetan..” Sok tau nih anak, bapakmu ini lebih pinter soal beginian tau, pikirku.
” Oke deh sayang…kamu siap-siap ya…” kini posisi batang penisku telah mengarah pada liang vaginanya yang mungil namun menganga, sebenarnya aku tak tega membayangkan batang penisku yang besar ini menembus liang perawannya tapi..
” Pa..papa..” panggilnya lagi
” Apa lagi…?”
” Pa..inikan namanya ngentot pa…hi..hi..hi..” sial, aku sudah tau..tapi mengapa perkataan vulgarnya itu terdengar begitu seksi bagiku.
” Ayo pa..cepet entotin Nanda pa..hi..hi..hi..” Ah, tak kuasa aku mendengar kata-kata yang menggoda itu, dan akhirnya blessss…
” Aduh…paaaaaa….sakiiiiittt….” pekiknya, seolah menghapus tawa yang beberapa detik lalu masih menghias wajahnya.
” Enggak apa-apa ya sayang…tahan ya…dulu mamamu juga begini…” ujarku, sekedar menenangkannya.
” Aaaaaahhh…ya deh pa…enggak apa-apa..besok-besok udah enggak sakit lagi kan pa…uuuhhhh…”
” Iya sayang…besok kamu pasti ketagian…”
” Iya pa kalau begitu entotin Nanda terus aja pa…sampai papa puas..sampai keluar spermanya ya pa…nanti spermanya dikeluarin didalam sipuss aja…”
” Iya sayang.. Papa akan keluarin peju papa didalam sipuss, biar sipussnya kenyang…besok juga pasti papa akan entotin kamu lagi…” hiburku, seraya kulumat hibir mungilnya dengan rakus, yang dibalas dengan tak kalah rakusnya, kuhirup air liur dari mulutnya sebanyak-banyaknya namun seolah tak jua meredakan rasa dahaga ini.
Hingga akhirnya kurasakan getaran nikmat melanda sendi-sendi tubuhku dan…
” Aaaaaaaaaaaahhhhhhh….peju papa keluar sayang….aaaaaaaaaaaggghhhhh….”
Crottt..croott…croottt… Beberapa kali semburan spermaku menyirami rahimnya…rahim darah dagingku sendiri.
Hingga akhirnya aku ambruk diatas tubuh anakku, masih sempat kulihat cairan merah mengalir dari sela-sela bibir vaginanya..cairan darah..darah perawan.. yang telah direngut olehku, ayah kandungnya sendiri.
“Pa…peju itu apa sih? “ tanyanya disela-sela diriku yang menghimpit tubuhnya.
“ Peju itu sperma sayang…sperma yang baru saja menyirami rahim kamu ini…”
Tiga hari sudah semenjak aku memerawani putri kandungku, dan semenjak itu pula kami belum pernah lagi mengulanginya. Mungkin dia masih merasakan nyeri pada kemaluannya akibat efek dari luka selaput daranya yang aku bobol. Disamping juga karena istriku yang kini telah berada dirumah, sehingga aku dan Nanda tak mungkin bisa melakukan affair dengan bebas.
Pagi ini kami tengah sarapan, seperti biasa kami makan bersama dimeja makan belakang rumah. Tempat makan outdoor bernuansa taman, dengan rumput gajah terhampar rapi dibawahnya, dan ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan tropis yang membuatnya tampak rimbun dan asri. Tak jauh dari situ terdapat kolam hias dengan sehuah air terjun buatan, walau itu hanyalah air terjun buatan, namun memiliki kesan alami, bagai berada dialam pegunungan. Beragam ikan koi dengan warna punggungnya yang indah menambah lengkap keindahan kolam.
Untuk bangunan rumahnya, aku padukan antara gaya tradisional dan modern, dengan nuansa rumah joglo khas jawa-tengah, sebagaimana leluhurku. namun pada bagian dalamnya aku beri sentuhan modern agar lebih nyaman dan praktis.
Itulah sedikit gambaran tentang hunian tempat kami tinggal, hunian yang artistik dan indah.
Berbicara tentang keindahan, aku memang pecinta keindahan sejati, dan kondisiku memang kebetulan cukup memungkinkan untuk mendapatkan keindahan-keindahan itu semua, yang aku maksud memungkinkan disini adalah kondisi keuanganku. karirku yang cukup menjajikan dengan posisiku yang strategis di departement membuatku begitu mudahnya memperoleh uang hanya dengan membubuhkan tanda tanganku. Disamping juga penampilanku, yang cukup membuat teman-temanku cemburu saat istri-istri mereka menatapku dengan tatapan kagum saat menghadiri acara pertemuan . ehmm.. maaf.. tiada maksudku untuk narsis atau menyombongkan diri.
Salah satu keindahan paling berharga yg aku miliki adalah termasuk wanita disampingku ini, Rike veronica, 37 tahun, istriku.. Kurang apa dia bila yang diberi penilaian adalah keindahan dan kecantikannya. Sosok yang menjadi pusat perhatian teman-teman sejawatku saat kubawa bila sedang ada acara undangan, atau beberapa acara pertemuan. Sosok dengan tinggi 170cm, dengan lekuk tubuh tak kalah dengan artis-artis seksi tanah air. hidungnya yang bangir, mata lebar bercahaya, dengan kulitnya yang putih. darah jerman yang mengalir dari ibunya membuatnya sekilas mirip artis sophia latjuba yang kini berganti nama menjadi sophia moler..maksudku muller. Ah, tapi tidak..aku rasa artis itu masih belum sepadan bila dibandingkan dengan istriku. buah dada sophi terlalu kendor dan jatuh, serta kulitnyapun sudah mulai mengendur, berbeda dengan istriku yang berbuah dada padat berisi serta kencang, asli tanpa suntikan silikon, serta kulit masih kencang dan bercahaya.
Sedangkan bocah lelaki diseberang meja tepat dihadapanku itu adalah Doni, putra keduaku. pemuda tampan berusia 14 tahun yang tekstur wajah dan sinar matanya mirip ibunya. walau baru duduk dikelas 2 SMP namun tinggi badannya hampir menyamai diriku, bocah yang kerap aku pergoki sedang mengakses situs-situs dewasa dikamarnya, dan disaat secara diam-diam aku buka file-file dilaptopnya, isinya sebagian besar hanyalah film-film porno belaka, sepertinya untuk kegemarannya yang satu itu diwarisi dari diriku.
Lalu untuk gadis muda disampingnya itu.. Ah, untuk gadis bengal dan manja, serta sikapnya yang kekanak-kanakan itu, tak perlu lagi aku memperkenalkannya.
” Pa..kayaknya mama harus berangkat sekarang deh…” ujar istriku seraya meneguk orange juice digelasnya.
” Sekarang? Sepagi ini? jam setengah tujuh saja belum..” balasku, sedikit memprotes
” Papaaa… Mama kan ditunjuk sebagai salah satu anggota tim panitia untuk acara itu..tentunya mama harus hadir pagi-pagi benar dong..”
” Ya sudah..Papa paham… Hati-hati dijalan.. dan salam sama ibu-ibu pengurus yayasan..” setelah apa yang aku katakan itu, sepertinya istriku bersiap meninggalkan meja makan.
” Oke deh, kalau begitu mama berangkat duluan ya pa..mmmmuaahh..” ucapnya, diakhiri dengan mengecup pipi kananku.
” Kamu bener mau nyupir sendiri? Gak perlu diantar pak Somad? ”
” Gak usah lah pa…lagian kayaknya dia hari ini gak masuk, katanya sih ada acara sunatan anaknya gitu..”
” Ya sudah kalau begitu.. Oh ya, jadi si Doni berangkat sekolah naik taksi nih..atau aku antar saja..”
” Ah, gak usah repot-repot pa…biar sekalian aja dia berangkat sama Mama…”
” Iya pa…biarin aja dia pagi-pagi udah sampai sekolahan..biar sekalian bantuan ngepel sama nyapu disana..hi..hi..hi..” celetuk Nanda dengan mulut masih penuh dengan makanan. yang pagi itu masih mengenakan gaun tidur tipisnya. sepertinya gaun yang sama yang dipakai saat aku memerawaninya tiga hari lalu.
” Iya mah..apa enggak kepagian tuh untuk Doni..” ujarku, yang langsung dipotong oleh Doni.
” Enggak apa-apa koq pa…sekalian Doni mau nyelesaikan PR yang belum sempat Doni selesaikan..”
” Ya sudah kalau begitu…Tapi lain kali, yg namanya PR itu harus digarap dirumah, dan harus kamu sempatkan.. Kenapa enggak tadi malam sih?” Paparku, sedikit mengomel.
” Maaf pa..semalem Doni ketiduran..”
” Udah lah pa….Mama keburu ditungguin sama ibu-ibu yang lain nih..kan gak enak.. Ayo Doni, langsung kita berangkat…”
*********
Sepeninggalan istriku dan Doni, praktis hanya menyisakan Nanda yang menemani sarapan pagiku. Putriku yang kini tepat duduk dihadapanku dan hanya dibatasi oleh meja makan. Dan senyumnya itu.. aku hafal benar arti senyumnya yang seperti itu, kekonyolan apa lagi yang akan dia tunjukan padaku.
” Papaaaaa….coba tengok kebawah meja pa…” Apa kubilang…Dan tanpa basi-basi lagi segera kutundukan kepalaku kebawah maja. Astagaa…kulihat dia tengah menyingkapkan gaunnya, sambil kedua pahanya mengangkang lebar, mempertunjukan liang vaginanya yang sudah tak lagi mengenakan celana dalam.
” Hi..hi..hi…kaget ya pa..?” godanya
” Ih, dasar kamu..koq enggak pake celana dalem sih…”
” Biarin aja, sengaja koq… Eh, pa..Entotin Nanda lagi dong… Udah kangen nih…” glek..sebuah ajakan yang diucapkan dengan lugu namun bernada vulgar keluar dari bibir imutnya, yang membuat syahwatku meronta seketika.
” Dasar kamu anak nakal…emangnya papa enggak kangen apa…” balasku
” Kangen apa hayo…?” tanyanya lagi, hmmm..aku tau jawaban yang dia inginkan.
” Rindu ngentotin kamu dong sayang…” Ah, tampaknya dia menyukai jawababku itu, terlihat dari ekspresinya yang tampak berbunga-bunga.
” Ih, papa… Ayo pa, kita ngentotnya dikamar Papa dan Mama aja ya…” Bagai tak sabar, ditariknya tanganku menuju kearah kamar tidur utama.
*******
” Pa…langsung dientot aja ya pa… Nanda udah gak nahan nih..” Deretan kata pertama yang diucapkannya begitu tiba didalam kamar.
” Koq buru-buru, Nanda enggak mau mainan sama dede’nya dulu?”
” Nanti aja deh pa…plis pa..entotin Nanda dulu dong, dah gak tahan nih dari kemarin.. Abis, mau minta takut ketauan Mama..” mohonnya, seraya melepaskan gaun dan bhnya, lalu menghempaskan tubuhnya berbaring telentang diatas ranjang dengan mengangkangkan pahanya.
” Duh…kasian anak papa…iya deh, papa langsung entotin kamu ya sayang…” seraya kulucuti seluruh pakaian yang kukenakan. Kukecup bibir ranumnya yang merekah, yang dibalasnya dengan permainan lidahnya.
” Ayo pa..langsung masukin dede’nya…” desaknya, sambil menyibak bibir vaginanya dengan kedua tangan.
” Iiihh…anak papa gak sabaran amat sih…oke deh..siap-siap ya…. satu..dua..tiga..hap..” bless..batang besarku amblas kedalam liang memeknya yang telah basah oleh cairan nafsu. diikuti dengan desahan lembut dari bibirnya.
” Udah enggak sakit lagi sayang? ” tanyaku, kawatir bahwa rasa sakit akibat luka sobekan selaput daranya tiga hari lalu masih membekas.
” Enggak pa…udah enggak sakit pa.. Sekarang malah enak pa…enak banget pa.. Benar kata teman-teman Nanda yang permah dientotin sama cowoknya..pertamanya saja yang sakit..setelah itu enak…” paparnya sambil sesekali mendesah lembut.
” Koq Nanda enggak ikut-ikutan ngentot sama cowok Nanda…” pancingku
” Enggak mau ah…enakan ngentot sama papa aja…”
” Ihhh..kamu memang anak pinter… Papa entotin yang kenceng ya sayang…” rasa gemas membuatku menghujamkan batang penisku dengan kecepatan tinggi, hingga tubuhnya ikut terguncang-guncang secara berirama..”
” iya pa..yang kenceng pa.. Hgghh…hgghh..hgghh……” racaunya, sambil kedua tangannya meremas bokongku, sementara kedua kakinya melingkar pada pinggulku.
Beberapa menit kemudian terdengar lengkingannya yang keras, diikiti dengan remasan tangannya pada bokongku yang semakin kuat, hingga kurasakan perih karna cakaran kukunya yang sedikit melukai buah pantatku.
” Papaaaaaaa…..Nanda sampai paa….aaaaahhhggghhhhhh….” mulut yang memekik itu kusumbat dengan mulutku yang memagutnya dengan rakus, hangat kurasakan desahan nafasnya, pertanda memang nafsunya yang sedang tinggi, nafsu yang pada akhirnya tertuntaskan.
Kuhentikan sejenak kayuhanku, lalu kucabut penisku yang tertancap didalam liang vaginanya. Kutatap sejenak wajah yang terlihat sayu namun tergambar sebuah kepuasan pada dirinya.
Kuangkat keatas kedua pergelangan kakinya, lalu kutekuk hingga kedua telapak kakinya nyaris menyentuh kepalanya, tubuhnya yang masih ramping dan lentur memudahkannya untuk diperlakukan seperti itu.
” Koq kaki Nanda ditekuk-tekuk gini pa…kayak pemain sirkus aja…” herannya.
” Gak apa-apa sayang…biar kalau nanti peju papa keluar tertampung semuanya didalam rahim kamu…” jawabku dengan alasan sekenanya, walau sebenarnya hanya sekedar menikmati sensasinya saja menyetubuhinya dengan posisi akrobatik seperti itu.
Dengan posisi seperti itu, segera kutancapkan kembali batang penisku, dan kugenjot dengan kuat.
Hanya beberapa menit setelahnya, aku melenguh keras, merasakan nikmatnya orgasme dari persetubuhan sedarah ini, bersamaan dengan semburan sperma kedalam liang vaginanya.
” Aaaaaahhhh….papa keluar sayaaang…aaagghhh…aagghhh..aaagghhh….” crott..crott…croott.. Beberapa kali semburan spermaku mengisi liang rahimnya, hingga aku lemas dan terdiam untuk beberapa saat.
*********
Setelah orgasme yang kami dapati berdua, dan masih dalam keadaan bugil, kami hanya berbaring sambil diselingi oleh obrolan-obrolan ringan, atau sesekali dengan candaan-candaan konyolnya yang menggodaku.
” Pa..Nanda bolos aja ya pa… cuma sekali iniiii aja… Papa juga, enggak usah masuk kerja dulu..kita ngentot aja sampai siang ya pa…Gimana pa…? oke ya pa…?” Rajuknya, Ah, dalam lain hal pasti aku akan melarangnya dengan tegas, tapi untuk sebuah kenikmatan yang ditawarkannya, tentu itu lain cerita, dan kebetulan hari ini tak ada urusan yang terlalu penting dikantor, sehingga aku tinggal angkat telpon, minta ijin dengan alasan kurang enak badan.
” Oke deh…tapi sekali ini aja lho…” setujuku
” Horeeeeee…..yess..yess..yesss…” soraknya kegirangan.
Sudah hampir setengah jam kami beristirahat setelah permaianan pertama kami tadi, hingga..
” Papa…”
” Apa..”
” Papa pernah melakukan anal seks sama Mama..?” Ah, mengapa pula dia menanyakan itu.
” Pernah..memangnya kenapa?” jawabku, lalu dia terdiam sejenak
” Nanda di anal juga dong pa….mau ya pa… plis dong pa..” Ah..Sebenarnya aku tak tega bila harus menghujamkan batang penisku yang besar ini kedalam liang anusnya itu..tapi sepertinya dia begitu berharap.
” Iya deh, kalau memang kamu kepingin banget sih…” setujuku, yang langsung dijawab dengan ciuman pada pipiku.
” Mmuaahh…papa memang baik deh…Ayo pa kita mulai..”
” Sekarang…?”
” Enggak, Taun depan…ya sekarang lah.. Anus Nanda kan udah kepingin banget ngerasain ditoblos sama si dede’ ” sial, maksudku hanya ingin memastikan, sekarang juga atau beberapa menit lagi.
” Nanda nungging ya pa? ” ujarnya, seraya memposisikan dirinya menungging diatas ranjang, mempertontonkan bokongnya yang mulus tanpa cacat, yang pada bagian tengahnya terdapat liang yang mengerucut, dengan guratan-guratan garis yang tertumpu pada satu titik pusat.
Kutarik bokongnya ketepi ranjang. Sepertinya lebih baik kalau aku menikmatinya dari bawah ranjang. Seraya aku melompat kebawah dan berjongkok diatas lantai. Pandanganku tertuju pada bokong yang menantang ditepi ranjang, terutama pada liang kerucutnya yang imut. Kuciumi sekujur pantat mulusnya dengan gemas, barulah lidahku terkonsentrasi pada liang berkerut itu, yang memberikan reaksi berkedut-kedut saat menerima gelitikan lidahku.
” Aaaaahhhhhhh….sedap paaa..enaaaaakkkkk…..” erangnya, menikmati sapuan lidahku pada liang anusnya.
Lidahku semakin lincah menari-nari disekitar area lubang pelepasannya, bahkan hingga kutelusupkan ujung lidahku memasuki rongganya, aroma khas anus justru semakin membuatku bernafsu, ditambah lagi ekspresi yang diberikan olehnya, dengan pekikan-pekikan nikmat bernada manja yang membuatku semakin gemas dibuatnya.
Tak sampai lima menit aku memberinya rangsangan. Kini aku berdiri dengan posisi batang penis mengarah pada liang anus anak gadisku. Sementara kedua tanganku meremas bokongnya yang putih bersih tanpa cacat itu.
” Bagaimana sayang…siap ya.. Sidede’nya udah minta masuk kedalam lubang anusmu nih….”
” Iya pa…langsung dimasukin aja pa…toblos pa..” pintanya, seolah tak sabar.
” Tapi sakit lho sayang….”
” Enggak apa-apa pa…udah toblos aja”
” Oke ya…..siaaaappp…haapp…” kutekan batang penis yang telah kubaluri dengan sedikit air liur untuk pelumasan, agak seret memang, namun berhasil juga batang jakarku masuk hingga separuhnya.
” Gimana sayang? Sakit? ” Tanyaku untuk memastikan.
” Enggak pa..enggak sakit..enak malahan pa…ayo pa…masukin yang lehih dalem lagi pa…”
Agak heran juga aku dengan apa yang dikatakannya itu, karna sebagian besar orang saat baru pertama kali melakukan anal seks, biasanya mereka akan merasa sakit, begitu pula saat pertama kali aku melakukannya terhadap istriku, yang merintih menahan perih, walau setelah itu justru malah ketagihan, dan selalu memintanya padaku untuk menyodominya setiap kali kami berhubungan badan. Mungkin saja putriku ini memiliki elistisitas yang tinggi pada otot-otot anusnya, sehingga saat benda memasukinya, otot-otot itu akan melar dan menyesuaikan diri dengan ukuran benda yang memasukinya itu. Itu yang pernah aku baca disebuah rubrik kedokteran. Ini dapat kurasakan pada batang penisku yang sepertinya yang tak terlalu tercekik, bahkan sepertinya mudah saja untuk berpenetrasi didalamnya. hingga kutekan lebih kedalam lagi batang penisku sampai hanya menyisakan buah pelirnya saja diluar.
” Genjot yang kuat dong pa…”
” Bener kamu enggak sakit sayang….” kembaliku memastikan
” Ih, papa nih..dari tadi nanya itu terus…enggak sakit, malah aku enak banget…ayo cepetan genjot yang kuat….” pintanya, dengan nada sedikit mengomel.
Apa boleh buat kalau memang itu kemauannya, seraya kupacu bokongku dengan kuat, yang membuatnya terguncang-guncang maju mundur seiring gerakan kayuhan bokongku.
Plok..plok..plok.. Suara benturan pahaku dengan bokongnya terdengar cukup riuh, bercampur dengan bunyi berkecipak dari gesekan antara penisku dan otot-otot anusnya, bahkan sesekali terdengar suara seperti kentut akibat rongga udara didalamnya yang tertekan. Namun diantara semuanya itu yang paling riuh justru adalah ocehannya itu, yang terkadang disertai erangan atau pekikan dalam mengekspresikan rasa nikmat yang dia rasakan.
” Auugghhh….asik pa..enak pa…hajar lebih kuat pa…nikmaaatt…” Sepertinya memang dia sungguh menikmati hantaman batang penisku pada anusnya itu. Padahal aku pernah membaca juga bahwa sebagian besar wanita tidak menemukan kenikmatannya dalam anal seks, tapi kesimpulan itu tidak bisa disama ratakan secara keseluruhan, ada beberapa wanita yang justru lebih menikmati anal seks ketimbang seks melalui vagina, walaupun itu dalam sekala yang kecil. Dan mungkin saja anakku ini termasuk didalam yang sebagian kecil itu.
Semakin kuat dan bertenaga bokongku bergerak maju mundur, semakin riuh pula erangan dan racauan dari mulutnya, untuk seketika putriku yang imut dan kekanak-kanakan berubah begitu liar dan binal, nafasnya memburu, pipinya yang putih dan licin bak patung lilin kini mulai memerah, kata-katanyapun sudah tak terkendali.
” Ayo pa..terus pa…entotin anakmu ini pa…entotin lubang pantat Nana pa….papaaaa…aku sayang papaaa…”
Hanya beberapa menit setelah itu, pecahlah lengkingan yang keras, yang membuatku sedikit kawatir kalau itu akan terdengar oleh orang lain yang berada diluar, karna dirumah itu masih ada pembantuku yang terakhir aku lihat berada didapur, dan tentu saja aku tak ingin dia mengetahui hubungan terlarang kami ini.
” Aaaaaaaaagghhhhhhhhh…..Nanda sampai paaaa…..” Baru kali inilah aku mengalami wanita yang sedang kuanal mengalami orgasme, bahkan istrikupun belum pernah, apalagi abg-abg penjaja seks yang hanya menginginkan uangku, mereka hanya orgasme saat batang jakarku membombardir liang vaginanya.
Tubuh yang sebelumnya dalam posisi menungging kini ambruk hingga tertelungkup, dan saat dirinya tertelungkup seperti itu, samasekali tak kuhentikan aksiku, batang penisku masih terus menghujami liang duburnya.
Hingga beberapa saat kemudian kurasakan diriku akan mencapai kimaks, namun entah mengapa tiba-tiba timbul ide liar dalam pikiranku.
Pluupp.. kucabut batang penisku dari liang anusnya, lalu dengan tergopoh-gopoh kuarahkan pada mulut anakku yang masih tertelungkup.
” Ayo sayang…..dimakan peju papa ya sayang ya…buka mulutnya sayang…buka yang lebar…aaaakkkk” gayung bersambut, obsesi liarku itu mendapat sambutan yang cukup hangat darinya, yang segera membuka mulutnya dengan lebar tepat dibawah ujung penisku. matanya menatap kearahku, seolah tengah mengamati ekspresi wajahku.
Crottt…crottt..crottt…
“:Aaaaaahhhhhhhh….makan peju papa sayang….aaaaaaaaahhh…aaaahhhh..aaaahhhh..” cukup banyak cairan putih kental yang tertampung didalam mulutnya, namun masih belum ditelannya. Baru setelah tak ada lagi tetesan sperma yang keluar dari ujung penisku, tiba-tiba mulut yang sebelumnya menganga itu terkatup, disusul dengan gerakan menelan pada lehernya.
” Aaaaaaahhhhh….enak pa.. Lezaaaaaattt…” ujarnya, lalu mulut itu menghampiri penisku, menjilati sisa-sisa sperma yang masih melekat.
” Pa, nanti kalau kita ngentot lagi, pejunya Nanda makan lagi ya…” pintanya dengan manja, sambil mengurut-urut batang penisku berharap masih tersisa setetes dua sperma yang masih keluar.
” Nanda suka, makan peju papa? enggak jijik sayang..? ” tanyaku, sambil mengusap-usap rambutnya yang lurus dan agak pirang.
” Enggak pa…Nanda enggak jijik tuh…enak koq pa..”
Akhirnya, setelah berbincang-bincang sebentar sambil bermesra-mesraan dengan anakku, untuk pagi itu kami menyudahi dulu permainan ini.
******
Sudah dua jam berlalu permainan terlarang antara aku dan Nanda, setelah itu aku bersantai-santai diruang keluarga sambil menonton tv, kini hanya duduk seorang diri menikmati indahnya warna-warni punggung ikan koi yang berwira-wiri didalam kolam, entah dimana Nanda, terakhir tadi aku tinggalkan dia dikamar utama sedang sibuk dengan ponselnya, sedang pembantuku baru saja pergi kepasar setelah kuperintahkan untuk membeli udang segar.
Sedang asik duduk, kurasakan sesuatu menepuk pundakku, ternyata adalah Nanda yang berdiri dengan seyum penuh arti, aku sudah mulai hafal dengan arti seyumnya itu, seraya kuputar posisi kursiku menghadap dirinya, dan membelakangi kolam yg sebelumnya menjadi perhatianku.
” Ada apa sayang?” tanyaku, dirinya masih berdiri tersenyum.
” Nanda punya kejutan untuk papa…”
” Kejutan apa lagi sih sayang?”
” Buka aja sendiri..kejutan itu ada dibalik gaun Nanda..” Ah, paling-paling dia hanya ingin menunjukan vaginanya yang sudah tak lagi tertutup celana dalam, itu dapat kulihat dari balik gaunnya yg transparan.
” Ayo pa..buka.” pintanya lagi
” Iya ayah buka…apaan sih emangnya..” setelah gaunnya kusingkap keatas, memang kulihat vaginanya yang sudah tak memakai celana dalam itu, namun aku tetap berpura-pura terkejut, sekedar untuk meyenangkan hatinya.
” Lihat yang dibelakangnya dong pa…” dibelakangnya? mungkin yang dia maksud adalah bokongnya.
Astaga…kali ini aku benar-benar terkejut dengan apa yang aku saksikan. Bagaimana aku tidak terperangah, disitu kulihat dildo milik istriku tertanam didalam lubang anusnya, dan hanya menyisakan buah pelirnya yang terhambat diluar. Aku tau betul ukuran dildo itu, diameternya cukup besar, bahkan lebih besar dari penisku, dan panjangnyapun sekitar 20cm.
” Hi..hi..hi…papa kaget ya..seksi ya pa…?” ujarnya sambil sambil menggoyang-goyangkan pantatnya dihadapanku.
” Ih, dasar anak nakal kamu..itukan punya mama..”
” Ada banyak dilaci pa.. Macam-macam lagi..” memang kami kadang sering memesan aksesoris sex-toy semacam itu melalui internet, yah..sekedar untuk koleksi, dan tentunya juga kami gunakan sebagai variasi seks dengan istri agar tidak jenuh. Yang semuanya itu kami simpan didalam laci dikamar kami, dan rupanya anak nakal ini berhasil menemukannya.
Gairahku mendadak bangkit melihat aksi konyolnya, seraya kugenggam buah pelir dari dildo berbahan karet itu, dan kukocok-kocokan didalam anusnya beberapa kali, lalu kucabut dan kumasukan kedalam mulutnya untuk dikulum.
” Diemut dede-dedeannya sayang…aaeemmm…” rasa gemasku pada bocah itu membuatku terpancing untuk memasukan lebih dalam dildo itu kedalam mulutnya, lalu kukocok-kocok beberapa kali, kuyakini ujung dildo itu menyentuh sampai pangkal tenggorokannya, hingga matanya mulai tampak berair seperti orang menangis, yang membuatku mengeluarkan dildo dari mulutnya.
” Kamu enggak apa-apa sayang…? ” tanyaku, dengan sedikit kawatir.
” Enggak apa-apa pa…Asik pa.. Ayo.lagi pa.. Lebih dalam lagi..Dikocok-kocoknya yang lebih kuat ya pa….” Lega hatiku mendengar perkataannya itu, seraya kumasukan lagi dildo itu kedalam anusnya, kukocok beberapa saat, lalu kembali kumasukan pada mulutnya. Kali ini kulakakukan seperti apa yang diinginkannya tadi, yaitu untuk lebih dalam dan lebih keras.
Ghlogh….Ghlogh…Ghlogh… Air matanya mulai menetes dari ekor matanya, sementara dari sela-sela bibirnya mengalir cairan ludah kental hingga memenuhi dagunya.
” Kamu mau yang lebih keras dan lebih dahsyat lagi sayang…? ” tanyaku, setelah melepaskan dildo dari mulutnya.
” Iya pa… Nanda mau pa..plis pa…” mohonnya dengan wajah yang telah belepotan air liur pada dagu hingga pipinya.
” Papa akan ajari kamu sebuah permainan, namanya cappuccino… Kamu tau kan cappuccino?”
” Ya tau lah…itukan nama minuman…kenapa enggak bajigur aja sekalian…”
” Eiit…jangan ngeledek dulu..cappuccino itukan minuman yang mengandung busa karna dikocok-kocok..” terangku
” Lalu apa hubungannya dengan kita yang lagi sik asik begini…?”
” Papa akan buat mulut kamu berbusa-busa seperti cappuccino itu..Mau enggak?”
” Wooww..kedengerannya asik tuh pa…mau dong..mau.. Pasti dikocok-kocoknya pakai si dede, iyakan? wah, pasti asik tuh…ayo pa..cepet pa…”
” Baik, sekarang kamu duduk dikursi ini sayang…”
Setelah dirinya duduk, kulepas celana pendekku, seraya kuposisikan batang penisku yang telah berdiri tegak mengarah pada mulutnya.
” Siap- siap ya sayang…kamu teriak cappoccino yang keras ya..satu..dua..tiga…”
” Cappuccino..!” teriaknya.
Bersamaan dengan teriakan itu, kusumbatkan batang bazokaku pada mulutnya, dan tanpa ampun kugenjot dengan sekuat tenaga sambil kedua tanganku menjambak rambutnya. Kerasnya hantaman bokongku, ditambah dengan jambakan rambutnya yang kutarik kedepan, sehingga memberikan penekanan dari kedua arah pada mulutnya.
Belum sampai satu menit aksi kami berlangsung, telah begitu banyak air liur yang menetes memenuhi dagu dan pipinya, kocokanku yang kuat dan berkecepatan tinggi menghasilkan gelembung-gelembung ludah disela-sela bibirnya. Air matanyapun semakin deras menetes akibat sodokan batang jakarku yang menghujami tenggorokannya. Saat dirinya mulai terbatuk-batuk, segera kucabut batang penisku.
” Kamu enggak apa-apa sayang…” kawatirku lagi
” Enggak apa-apa pa…lagi pa..lanjutin lagi pa…ayo pa…” mendengar jawaban itu, perasaanku kembali lega, dan kembali aku lanjutkan aksi ekstrimku itu.
Hampir lima menit aku membombardir mulutnya, pegal juga rasanya pinggangku dibuatnya, hingga keringatpun mulai membasahi tubuhku. Akhirnya kusudahi juga permainan itu, seraya kuberjongkok mensejajarkan diriku dengannya.
” Bagaimana permainannya sayang? Asik kan?” tanyaku, wajahnya tampak dipenuhi dengan cairan kental yg beberapa bagiannya seperti berbusa, terutama pada dagu,pipi dan hidungnya.
” Mantap pa…luar biasa..papa memang hebat…” jawabnya, dibarengi dengan mengacungkan kedua ibu jarinya.
” Wah, cappuccinonya udah banyak tuh…papa cicipi ya?”
” Oke pa…silahkan pa…” ujarnya, seraya menyodorkan wajahnya yang telah dipenuhi “busa cappiccino spesial” itu.
Srrroootttt…srroott… Dengan rakus kuseruput cairan-cairan ludah kental yang menuhi wajahnya hingga bersih, yang diakhiri dengan kulumat bibir mungilnya.
” Pa…ayo dong, Nanda dientot lagi…” pintanya, setelah kami menyudahi france-kiss yang full of saliva itu.
” Oke deh sayang…sekarang kamu berdiri..” Yang segera diikuti olehnya. Setelah terlebih dulu melucuti gaun yang masih dikenakannya, sehingga dirinya kini benar-benar bugil ditempat yang sebetulnya terbuka ini, namun dinding pagar rumah ini cukup tinggi, sehingga tak mungkin orang lain dapat melihat aktifitas kami dari luar.
” Pegangan kursi..oke, agak nungging sedikit… begini… iya, perfect..” sesuai dengan yang kuarahkan, posisinya kini berdiri membelakangiku dengan agak menungging, sambil kedua tangannya berpegangan pada sandaran kursi, sehingga bokongnya menyembul kearahku.
Posisiku telah berdiri membelakanginya, dengan batang penis berdiri tegak mengarah pada bokongnya yang menungging.
” Mau dimasukin dimana nih dedenya? Mau dimasukin ke sipuss atau anus? ” tanyaku
” Anus dong pa….”
” Ih, dasar kamu nakal ya… Nih, rasakan..” blesss…seperti yang dimintanya, kuhujamkan penisku kedalam anusnya, dan langsung kupompa dengan kuat.
Sekitar lima menit aku menggenjot lubang duburnya. Kucabut sementara batang penisku.
” Diisep dedenya dulu sayang…” pintaku, yang segera dituruti olehnya mengoral batang penis yang baru saja berpenetrasi didalam liang anusnya.
” Pa..Nanda mau jilat anus papa dong…boleh ya…” pintanya, hanya beberapa saat setelah dia mengoral penisku.
Aku berdiri dengan mengangkat sebelah kakiku keatas kursi,dengan posisi sedikit menungging untuk mempermudah aksesnya mengoral liang duburku.
” Ayo sayang…papa udah siap nih..katanya mau jilatin anus papa…” ujarku, sambil meyibak belahan bokongku dengan kedua tangan.
” Oke pa…” dengan lincahnya lidah itu mengelitik-gelitik liang anusku, bahkan kurasakan ujung lidahnya seperti berusaha untuk menerobos masuk lebih kedalam. Ah, merem melek aku dibuat oleh aksinya itu, hingga mataku sepatuh terpejam menikmatinya. Kini tanganku tak perlu lagi menyibak belahan pantatku, karna kedua tangannyalah yang telah mengambil alih, sehingga kedua tanganku kini berpegangan pada sandaran kursi.
” Aaaauggghhhhh….terus sayang…kamu pinter sekali sih….Adauuoowww…” Sial, sedang asik-asiknya aku menikmati sensasi jilatan lidahnya, dengan iseng dimasukan jari telunjuknya kedalam liang duburku yang membuatku terpekik kaget.
” hi..hi..hi..kaget ya pa..?”
” Ih, iseng amat sih kamu…sini kamu, biar papa entot lagi nih lubang pantatmu…”
Kembali kugenjot anusnya dengan batang penisku, dan tak sampai beberapa menit kurasakan puncak kenikmatan pada diriku yang diikuti dengan sebuah lenguhan panjang.
” Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh….papa keluar sayaaaang…”
” Pa…keluarin dimulut Nanda aja pa…..”
” Tanggung sayang…aaahhh..aaahh..aaahhh..huuhhh…” Tak sempat lagi aku mengikuti kemauannya, rasa nikmat ini sepertinya tak kuasa lagi untuk ditunda, hingga kutumpahkan seluruh spermaku didalam liang anusnya.
” Ih, papa gimana sih…kan mau Nanda makan lagi pejunya paaa…” keluhnya dengan wajah cemberut.
” Aduuuhh…maaf ya sayang…papa gak tahan sih..udah nanggung banget tadi.. jadinya gak kepikiran..”
” Ah, dasar…papa sih..” gerutunya lagi. Yang membuatku berpikir sejenak untuk dapat mengobati rasa kecewanya itu.
” Ah, begini saja deh…” kuangkat tubuhnya dengan masih penisku berada didalam liang anusnya. Dan dengan masih dalam keadaan seperti itu, aku langkahkan kakiku kearah meja makan kayu tak jauh dari tempat itu. Lalu kudekatkan posisi pantatnya tepat diatas meja. Sepertinya anak ini masih belum mengerti dengan apa yang akan aku lakukan.
” Oke sayang..sekarang papa cabut ya dedenya…satu…dua..tiga…ya…” pluup.. Begitu penis terlepas, mengalirlah cairan kental dari dalam anusnya, yang jatuh tepat diatas meja makan.
” Kamu ngeden ya sayang…biar peju papa yang didalam anusmu keluar semua…iya ngeden, kayak kalo kamu e’ek itu lho…” terangku.
Benar seperti yang aku perkirakan, saat dia mengedan, semakin banyak air maniku yang menetes keluar diatas meja makan.
” Udah ya sayang…. Tuh peju papa udah keluar lagi kan?”
” Ih, papa memang jenius deh…iya pa..Nanda makan dulu pejunya ya pa…”
Dirinya yang kini berada diatas meja mulai menundukan kepalanya kearah gumpalan cairan kental diatas meja.
” Mmmmm..baunya sedap pa…” ujarnya saat menghirup aromanya.
Srrruuuffffttt….hanya beberapa detik dihirupnya tanpa sisa, bahkan masih dijilatinya dipermukaan meja untuk sekedar mendapatkan sisa-sisa yang melekat.
” Mmmmm…sedap pa…” komentarnya, yang kubalas dengan mengecup mesra bibir yang masih menebarkan aroma sperma bercampur dengan aroma khas lubang anus.
*****
Dan semenjak saat itu, kami sering melakukan hubungan seks dengan anak kandungku ini. Bahkan saat istriku dirumahpun kami sempatkan pula untuk melakukannya disaat malam hari ketika istriku sedang terlelap, yang secara diam-diam aku memasuki kamarnya, menemui dirinya yang sedang menunggu untuk sebuah permainan seks yang mengasikan, dengan berbagai gaya dan cara yang belum pernah aku dapatkan dari siapapun termasuk istriku. Ada saja permainan-baru yang kami lakukan, biasanya itu adalah ide darinya, katanya sih dia dapatkan dari film-film porno yang dia saksikan disitus-situs dewasa.
Kami melakukannya tidak selalu dirumah, terkadang juga dihotel saat dirinya pulang sekolah dan aku pulang kantor. ada saja alasan yang sepertinya masuk akal yang kami berikan pada istriku.
Dan sukurlah..semua baik-baik saja, berjalan mulus dan lancar, dan kehidupan seksku dengan istripun biasa-biasa saja, kami tetap melakukannya walaupun terkadang hanya seminggu sekali. dan untuk pelajaran sekolahnya sama sekali tak terganggu, prestasi akademisnya disekolah masih tetap menonjol, karna pada dasarnya anak itu memang cerdas, secerdas ide-idenya untuk melakukan eksperimen-eksperimen seks yang mendebarkan, namun mengasikan, dan yang pasti….. Membuatku keranjingan.
Kuakui, Intan memang cantik,manis dan baik, dan selalu memberi perhatian lebih padaku. Teman-teman bilang gadis itu naksir padaku, namun aku katakan pada mereka, bahwa aku masih terlalu muda, baru kelas 2 SMP, usiapun belum genap 14 tahun, dan belum waktunya untuk bercinta-cintaan. Lalu apa yang mereka katakan padaku, terutama si Faris, yang dengan seenaknya dia bilang ” Doni…Doni…gua curiga sama elu.. Jangan-jangan elu itu homo..masa si Intan yang cakepnya kayak gitu elu tolak..kalau gua yang jadi elu don…..” Atau yang dikatakan si Reza ” Don, denger gua ya…elu tuh ganteng..tampang elu mirip si Al anaknya Ahmad dani..udah sikat aja..cuma sekedar untuk penyemangat belajar kan gak apa don…”
Ah, apa yang dikatakan Reza sepertinya terlalu berlebihan, yang mengatakan aku mirip si anulah..si inilah.. Terlebih yang dikatakan si Faris, yang seenaknya menuduhku homo. Aku normal 100%, lelaki tulen, bahkan untuk anak usia 14 tahun batang penisku terbilang besar, itu dapat kubandingkan dengan aktor-aktor film porno yang kerap aku saksikan filmnya dikamar, dan ukuran penisku rasanya tak jauh berbeda dengan mereka. Memang aku termasuk bongsor, dengan usia semuda ini tinggi badanku telah mencapai 172 cm, itu artinya aku lebih tinggi dua cm dari ibuku, walaupun belum setinggi ayahku yang 175 cm. Dan aku sama sekali tak tertarik dengan sesama jenis, aku hanya tertarik pada wanita. Namun wanita yang selama ini menarik hatiku adalah…Ah, akupun malu untuk mengatakannya..tapi baiklah, dia adalah Mamaku, ibuku..ibu kandungku sendiri, ganjil bukan?
Bukan sekedar rasa cinta yang kuberikan pada Mamaku, tapi juga nafsu..nafsu birahi, bagiku dia adalah sosok yang begitu sempurna. Tak ada wanita lain yang dapat menyita perhatianku selain Mama, termasuk Intan, gadis primadona sekolah yang selalu menjadi impian teman-temanku.
Obsesiku adalah Mama, terutama obsesi seksual. Sering aku membayangkan bersetubuh dengan Mama, sehingga sering pula aku mencuri-curi pandang pada tubuh indahnya, terutama saat dirinya mengenakan pakaian-pakaian yg mengekspose bentuk tubuh, seperti saat dia mengenakan hot-pan, pahanya yang mulus dan padat membuat syahwatku mendesir, yang ujung-ujungnya hanya bisa kulampiaskan dengan cara onani. begitu pula saat dia mengenakan gaun tidur berbahan sutra yang tipis sehingga bentuk tubuhnya yang indah terbayang jelas. bentuk tubuh yang sempurna, pantat bulat dan padat, buah dada besar, padat dan berisi, kulit putih mulus tanpa cacat, wajahnya yang cantik, hidung mancung dan bibir agak lebar dan sensual. Ah…sosok sempurna yang selalu mengisi hayalan mesumku.
Pernah aku mengintip Mama dan Papa sedang ML dikamarnya, dari lubang kunci aku melihat bagaimana batang penis papa menggenjot vagina Mama. tidak hanya vagina mama yang menjadi sasaran penis papa, tapi juga anusnya. Bahkan aku pernah juga melihat mama sambil menungging vaginanya digenjot oleh papa, pada saat bersamaan lubang anusnya juga disumbat oleh dildo, Ah..betapa binalnya mama saat itu, dan ekspresi mama begitu menikmati sekali… Ah, seandainya aku adalah papa…
********
Seperti malam-malam yang lain, selesai belajar biasanya aku menonton film-film porno yang telah aku unduh dari situs-situs dewasa. Berbagai jenis film porno dengan berbagai genre hampir memenuhi separuh dari kapasitas harddisc laptopku, mulai dari genre softcore sampai hardcore yang gila-gilaan.
Setiap kali menyaksikan wanita yang sedang bersetubuh di film-film itu, selalu yang kubayangkan adalah sosok Mamaku, sedangkan sosok prianya kubayangkan adalah diriku.
Dan seperti biasanya disaat birahiku menaik, aku mulai melepas celana dan memain-mainkan penisku sambil tatapanku terpusat pada layar monitor komputer.
” Aaaaahhhhh….ayo ma..terus maaa….memekmu enak ma…zzzzz..aaaahhhh…” racauku sambil tanganku bergerak mengocok-ngocok batang penis.
Sedang asik aku melakukan “ritual malam” yang hampir rutin aku lakukan itu, tiba-tiba diriku dikagetkan oleh sebuah bentakan keras dibelakangku.
” Doni..! Apa-apaan kamu….”
Secara reflek kursi putar yang kududuki kuarahkan pada sumber suara itu. Dan betapa terkejutnya aku melihat sosok yang berdiri didepanku, dia adalah Mamaku, yang sepertinya juga terkejut melihat batang penisku yang masih berdiri tegak. Dengan panik segera kuraih celana pendek dilantai dan langsung kukenakan.
” Ka..kamu..keterlaluan..Doni…awas..Mama beritahu Papamu nanti….” Sepertinya Mama begitu marah, pipinya yang putih tampak memerah. tapi sepertinya ia juga gugup, seperti ada keraguan dalam dirinya. Ah, tapi mata Mama sepetinya berkaca-kaca, semarah itukah dirinya sehingga sampai ingin menangis.
Hanya kata-kata itu yang leluar dari mulutnya, seraya dirinya pergi sambil menutupi mulutnya, sepertinya ia benar-benar menangis… Langkahnya setengah berlari…Lalu..brraakk… pintu kamarku ditutup dengan begitu keras.
Ah, mati aku.. Mengapa aku bisa lupa mengunci pintu itu, betapa teledornya aku… Habis sudah diriku…Entah apa yang akan terjadi padaku saat Mama melaporkannya pada Papa. Betapa malunya aku. Jangan-jangan Mama juga mendengarkan kata-kata yang keluar dati mulutku saat beronani tadi. Haduuhhh..bisa-bisa dianggapnya aku ini anak yang tak waras karna membayangkan ibu kandungnya sendiri saat bermasturbasi.
Laptop yang menayangkan adegan film porno telah kumatikan, dan aku masih terduduk dikursi dengan berjuta-juta pikiran, dan membayangkan hal apa yang akan menimpaku selanjutnya. Ah, disaat nanti Papa pulang dari kunjungan dinasnya kedaerah, sudah pasti Mama akan melapor kepadanya. Bisa jadi setelah itu Papa akan menitipkan aku pada kakek dikampung, karna aku dianggap berpotensi melakukan tindak asusila kepada Mama, dan itu dianggap sebagai sebuah aib bagi keluarga.
Tiba-tiba pintu kembali dibuka dengan pelan, diikuti dengan langkah Mama yang sedikit lesu, matanya sedikit sembab, serta hidungnya agak memerah. Aku hanya pasrah menunggu sumpah serapah yang bakal keluar dari bibirnya yang seksi itu.
Dia duduk dipinggir tempat tidurku, menatapku sejenak, lalu menarik nafas panjang, kemudian mulai bicara
” Doni.. Mama maklum dan mengerti, juga menganggap wajar dan manusiawi, jika anak muda seusia kamu melakukan hal seperti yang tadi kamu lakukan itu…. Terus terang tadi secara tak sengaja Mama sempat mengintip dari sela-sela pintu yang masih sedikit terbuka itu.. Tapi setelah mama mendengar desahan-desahan kamu yang selalu menyebut nama Mama… Mama langsung shok. Sekarang kamu jawab yang jujur…apa maksud kamu seolah-olah kamu sedang membayangkan Mama…? Jawab..!” paparnya, yang diakhiri dengan bentakan yang membuatku terkejut.
” Maaf ma…” Jawabku lirih
” Mama tidak butuh kata maafmu…yang Mama butuhkan adalah alasanmu.. Mengapa kamu mendesah-desah sambil menyebut Mama… Ayo jawab..”
Sepertinya otakku tak sempat lagi untuk mengarang cerita yang bisa menyanggah bahwa aku terobsesi pada dirinya. Terpaksalah aku hanya bisa jujur mengatakan apa adanya.
” Do..Doni memang su.. suka sama Mama…” jawabku gugup
” Suka bagaimana? Suka untuk ngapain? Ayo ngomong yang jelas..kamu kan anak laki..” tekannya lagi
” Suka..suka..Ah.. Doni ingin berhubungan seks sama Mama…” Ah, sial..keluar juga kata-kata itu
” Ya tuhaaaan…Doniii…Aku ini ibumu naaakk..Ibu kandungmu…sudah gila kamu..” bentaknya, yang membuatku hanya menunduk menatap lantai.
Kini dia berdiri, lalu menatapku sejenak, kemudian melangkah mondar-mandir disekitar kamarku, sepertinya tengah berpikir, namun aku melihat adanya kebimbangan dalam dirinya, seperti bingung dalam memutuskan sesuatu..entah apa yang dibingungkannya. Langkahnya berhenti sejenak tepat dihadapanku.. menatapku lagi..sepertinya bibir itu ingin mengucapkan sesuatu.
” Doni…kamu itu…” hanya itu yang terucap, lalu tertahan.. sepertinya ingin dilanjutkan… ah, ternyata tidak. Justru malah kembali duduk dibibir ranjang, kembali berpikir… menatapku…lalu menarik nafas panjang.. kembali tampak gugup, sementara kedua kakinya digoyang-goyangkan.. Kembali menarik nafas panjang lagi, kali ini sambil memejamkan kedua matanya.. Justru aku sekarang yang dibuat bingung dengan tingkahnya itu, lebih dari lima menit dia seperti itu. Seperti ada peperangan batin didalam dirinya. Peperangan yang masih belum bisa diputuskan siapa pemenangnya.
Lalu tubuh itu melesat kearah pintu..sepertinya hendak keluar.. Tapi mengapa secepat itu dia keluar? Hanya begitu saja? Bahkan dia belum memponisku. Ah, ternyata dugaanku salah..justru dia mengunci pintu itu..tapi mengapa dikunci? Ah, gawat.. Jangan-jangan dia akan menghajarku habis-habisan, makanya pintu itu dikunci agar tak ada yang menghalangi saat aku berteriak kesakitan karna siksaannya..tapi apa mungkin mama sesadis itu.. Ah, bisa jadi..mungkin saja dia terlalu emosi karna merasa harga dirinya diinjak-injak.. celaka, bisa mampus aku.
” Ampun maaaa….” Mohonku, sambil meringkukan badanku dikursi, bagar seekor tikus yang tersudut dipojok ruangan dan tak ada lagi tempat untuk berlari. kedua tanganku kugunakan untuk melindungi wajah dan kepalaku.
” Heh…Doni.. Jangan seperti anak kecil gitu kamu…” Ah, ternyata dia belum menghajarku.kini dia berdiri tepat didepanku.
” Ampun ma…jangan ma…” mohonku
” Ampun..ampun.. Apaan sih kamu..kamu pikir Mama mau ngapain…?” kini aku hanya terdiam.
” Doni..kamu betul kepingin berhubungan seks sama Mama..?”
” Betul Ma…tapi Doni minta maaf..ampuuun…” kembali aku memohon ampun, berharap Mamaku akan melupakan semua ini.
” Eh, Doni.. kamu denger Mama ya… Sekarang Mama mau tanya serius, dan Mama enggak marah…coba liat wajah Mama..apakah Mama kelihatan marah.” paparnya seraya tersenyum padaku untuk kemastikan kalau dia memang tidak marah.
” Iya ma… Mama mau tanya apa?”
” Begini Doni…tadi kamu bilang, ingin sekali berhubungan seks dengan Mama..iya kan? Nah seandainya Mama bersedia memenuhi keinginan kamu untuk ngesek bagaimana…? apa kamu juga bersedia…? Jawab yang jujur ya…” Deg…berdegub kencang jantungku, apa aku tidak salah dengar ini.. Dan bagaimana aku mesti menjawabnya. Ah, sepertinya ini hanya sebuah pertanyaan jebakan untuk dapat mengorek isi hatiku.. hingga aku hanya bisa mematung.
” Jawab Doni..kalau kamu tidak jawab dengan jujur, justru Mama akan telpon papa sekarang juga..”
” Ba..baik ma..baik… Doni akan jujur Ma… Doni memang mau Ma…kalau Mama ngajak Doni..mmm..ngesek.. Doni sudah jujur Ma..Mama sudah janji kan, enggak akan melaporkan hal ini kepada Papa..kalau Doni jujur..” ujarku, berharap kejujuranku itu bisa meluluhkan hatinya untuk tidak memperpanjang masalah ini.
” Bagaimana kalau sekarang juga Mama menawarkan itu? Apa Doni mau melakukannya?” pertanyaan yang kembali membuatku bingung, apa maksud sesungguhnya dari semua itu.
” Menawarkan apa? Dan melakukan apa?” tanyaku masih bingung.
” Doni..Doni.. Baiklah, sekarang kita lupakan semuanya…tentang marah-marah Mama barusan, tentang Mama yang sempat menangis tadi… Dan sekarang, Mama menawarkan diri Mama kepadamu..seutuhnya..kamu boleh melakukan apa saja pada Mama, sesuai keinginanmu..kamu bisa wujudkan fantasi-fantasi kamu selama ini pada Mama..bagaimana sayang?” Deg..jantungku berdetak begitu kencang..dari ekspresi dan perkataannya sepertinya jujur, tulus, dan sama sekali tak terlihat kalau itu sebuah jebakan, tapi tetap saja aku masih bingung untuk berbuat apa, hingga…Busssseett..dia menaikan kaki kanannya dikursi tempatku duduk, seraya menyibak dasternya hingga memperlihatkan celana dalam putihnya padaku.
“Mama tau..kamu masih gugup..semoga ini dapat menghilangkan kegugupanmu sayang…hi..hi..hi..” sebuah susunan kata yang diucapkan dengan nada yang menggoda, dan diikuti dengan tawa renyahnya yang nakal. Ah, justru ini membuatku semakin gugup, namun juga membuat batang penis dibalik celana boxerku berdiri tegak.
Gile mek…paha yang putih mulus dan padat itu kini tepat berada didepan hidungku, dan yang dibalik celana dalam putih itu, yang beberapa helai bulu jembutnya mengintip keluar melalui sela-sela pinggiran celana dalam. Ah, apakah aku hanya mimpi.
Kuangkat tangan kananku dengan maksud menyentuh indahnya paha itu, tapi..tangannya justru menahan pergelangan tanganku, sehingga maksudku harus tertunda.
” Eiit..tapi ingat, ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua…jangan sampai orang lain tau, terutama Papa.. Paham kamu…Janji..?” peringatnya sambil mencengkeram pergelangan tanganku.
” Iya ma…Doni janji ma..”
” Bagus.. Sekarang lanjutkan apa yang ingin kamu lakukan..” seraya melepas cengkramannya.
Telapak tanganku mulai menyusuri sekujur paha dan pinggulnya, paha yang selama ini hanya bisa aku tatap, kini dengan bebas dapat kusentuh, bahkan sesekali kuremas dengan gemas, dan katanya aku bebas untuk melakukan apa saja..ya, apa saja.
” Ma..celana dalam mama boleh Doni buka ya? ”
” Kan, sudah Mama bilang…kamu bisa melakukan apa saja..” paparnya, yang malah dirinya sendiri yang membuka celana dalamnya itu.
Wooww..liang vagina dengan bulu-bulunya yang lumayan lebat dan tertata rapi itu kini tepat berada dihadapanku. Sebelah kakinya yang diangkat diatas kursi membuat liangnya menganga lebar, mempertunjukan daging merah berkilat yang hanya pernah aku saksikan difilm porno.
Kucium aromanya sampai mataku setengah terpejam, aroma yang belum pernah aku cium sebelumnya, yang pastinya aroma yang membuatku tergoda untuk melakukan hal lebih selain hanya menciumi baunya.
Kusentuh keratan daging merah jambu itu, lunak dan agak sedikit basah, jembutnya ku sibak-sibak sebentar, bahkan kutarik pelan karna gemas.
” Aaawww…masa’ jembut Mama kamu tarik-tarik begitu sih sayang..sakit dong..”
” Abis Doni gemes ma…Doni jilatin aja ya ma? ”
” Ih, kamu memang nakal ya… Ayo jilatin memek Mama sayang…” ujarnya, seraya menyibak bibir vagina dengan kedua tangannya.
Ah, surga itu kini benar-benar berada didepan mataku, menawarkan padaku akan rongga-rongganya yang menganga menggoda. Lidahku mulai menjulur menyentuh bibir vaginanya, untuk beberapa detik lidahku bagai canggung dalam bergerak, kemudian berubah liar menari-nari menyusuri keseluruh bagian, mulai bibir vaginanya, kelentit, jembut, hingga menelusup masuk kedalam ronngganya.
” Uuuuuuuuuuuhhhhhh….nikmat sekali sayang…aaaaaahhhhh…kamu pinter banget sih zzzzzz….aaaaahhhh” Erangan nikmat yang keluar dari mulut Mama bagaikan sebuah komando bagiku untuk semakin agresif mengoral liang kewanitaannya, liang yang sepertinya semakin basah dan hangat, cairan bening agak lendir kian banyak keluar, mungkin ini yang disebut dengan cairan birahi disaat seorang wanita merasakan nafsu untuk disetubuhi.
Beberapa saat kemudian Mama menundukan badannya, sehingga vagina yang sebelumnya berada dihadapanku raib seketika, berganti dengan wajah cantik nan menggoda yang selama ini hanya bisa aku pandang, wajah itu menjulurkan lidahnya, menjilat-jilat bibirku, lalu menelusup masuk kedalam mulutku, kurasakan gelitikannya pada dinding mulut dan lidahku.
Setelah melumat bibirku, Mama melepaskan t-shirt yang kukenakan, baru kemudian melucuti sendiri gaun yang masih dikenakannya. rupanya mama sudah tak lagi mengenakan bh, sehingga buah dadanya yang kencang dan padat terumbar dihadapanku. Aku menatap nanar pada dua gunung kembar yang putih montok dengan puting sebesar kelereng berwarna pink kehitaman. Sepertinya mama mengerti apa yang aku rasakan, hingga..
” Doni mau netek?” tawarnya, sambil meremas-remas kedua payudaranya sendiri.
” Mau ma…mau..” jawabku penuh semangat. Mama segera menyodorkan kedua buah dadanya pada wajahku, yang segera kukenyot puting yang sekitar 14 tahun lalu pernah juga kukenyot itu.
Setelah dirasa aku puas menetek, mama mengecup bibirku, menjilati leherku, lalu menggigit-gigit kecil puting tetekku, dan terus turun hingga ke pusar. Sampai akhirnya ditarik lepas celana pendek yang membungkus penis tegakku.
” Woooww… Kontol kamu gede juga ya Don…gak kalah sama punya Papamu nih…” ujarnya, sambil mengurut-urut batang penisku.
” Tadikan kamu sudah mencicipi memek Mama… Sekarang giliran Mama yang mencicipi kontol kamu..” Ah, tak kusangka kalau dari mulut Mamaku itu bisa dengan entengnya mengucapkan kata-kata vulgar seperti itu, kata-kata yang membuatku semakin terangsang.
Pertama-tama lidah itu hanya menjilati sekujur penisku, lalu ditelannya sambil kepalanya bergerak naik turun secara berirama. Ah, setelah sekian lama hanya merasakan dengan tanganku sendiri, betapa jauh berbeda rasa nikmatnya bila dengan kuluman mulut yang lembut seperti ini, mulut Mamaku pula..wanita yang selama ini menjadi hayal mesumku. Ah..nikmatnya.. Dan wajah Mamaku terlihat semakin seksi dengan hiasan kontol menyumbat dimulutnya.
” Zzzzzzzzzz….aaaaaaaahhhhhhhh……terus maaaa….kenyot terus kontol Doni maa…sedeeeeepppp…” racauku, sesekali Mama melirik kearahku sambil mulutnya tetap mungulum penisku.
Beberapa saat kemudian mama menghentikan kulumannya, bangkit dan memagut mulutku dengan rakus hingga membuatku sulit untuk bernafas, namun aku justru menyukainya, kutelan ludah mama yang menetes dimulutku. sepertinya mama menyadari kalau aku kerap meneguk air liurnya, hingga sepertinya ia sengaja menumpahkannya dimulutku sambil kami tetap berpagutan.
” Kamu suka meminum air ludah mama ya sayang..? ” tanyanya, setelah melepaskan pagutannya.
” Iya ma…Doni suka..” jawabku jujur
” Doni mau lagi sayang.?” tanya Mama, sambil mengusap-usap rambutku.
” Mau ma…” jawabku, setengah memohon.
” Ih, dasar anak mama nakal..Ayo buka mulut kamu Aaakkk..” ujarnya, setelah mencubit pipiku.
Kubuka mulutku lebar-lebar dengan menghadap keatas, menantikan “hadiah istimewa” yang bakal diberikan Mamaku yang kini berdiri dengan mulut sekitar 30cm diatas mulutku.
Plehh…cairan kental keluar secara perlahan dari mulur mama, sifatnya yang kental membuatnya tak langsung masuk kedalam mulutku, melainkan terlebih dulu menggantung dan masih terhubung dengan mulutnya, sebelum akhirnya jatuh dimulutku dan langsung kuhirup dengan antusias. Beberapa kali mama menumpahkan ludahnya dimulutku, namun rasanya dahaga ini masih tak terpuaskan.
” Doni…kamu pingin ngentotin Mama enggak?” tawarnya, Ah, sebuah penawaran yang menggoda.
” Mau ma..mau..” jawabku bernafsu.
” Ah, tapi besok aja deh ya… Udah malem nih..” jawabnya
” Yaa…sekarang aja deh ma..pliss..” mohonku, aku tau mama hanya menggodaku, itu dapat kulihat dari senyum nakalnya.
” Besok aja deh…kan udah malem sayang..” namun tangannya justru mengurut-urut batang penisku.
” Yaa..mama..tega deh..” keluhku
” Oke deh ngentotnya sekarang… Aduh segitu sedihnya anak mama…”
” Horeee…sekarang ya ma…yesss..” sorakku.
” Eiiitt…jangan seneng dulu, ada saratnya…” ujarnya, sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya didepan wajahku.
” Apa saratnya? ”
” Saratnya kamu harus minta ngentotnya dengan ucapan yg hot..yg sehot mungkin..” paparnya
Aduh, bagaimana ini..mungkin yang dimaksudkannya adalah dengan kata-kata yang vulgar, seperti yang sering dia ucapkan itu…tapi bagaimana ya? Ah, baiklah..
” Oke deh ma.. Doni siap..” beberapa saat setelah aku berpikir.
” Ya sudah ayo dimulai…” tantangnya, sambil bersedakep.
” Mamaku sayang.. Ngentot yuk ma…Kontol Doni udah gatel nih ma…pengen ngentotin memek mama, sampai mama bunting…” rayuku dengan penuh percaya diri.
” Wooowww…so sweet…romantis sekali rayuanmu itu sayang…sampai mama terbuai.. Ayo sayang buntingin mama…” Ah, sepertinya kata-kata yang kurangkai itu berhasil membuatnya terbuai, yang langsung melangkahkan kakinya kearah tempat tidur sambil menggengam batang penisku, sehingga aku hanya menguntil dari belakang sambil sesekali meringis karna batang penisku ikut tertarik.
Mama telah berbaring telentang diatas tempat tidurku, sambil tangan kanannya menggosok-gosok vaginanya
” Ayo..katanya mau ngentotin mama…mau buntingin mama…koq malah bengong disitu..ayo sini sayang..” ujarnya, saat aku hanya duduk dibibir ranjang sambil menatap dirinya yang menggosok-gosok memeknya.
Segera aku memposisikan diri berlutut didepan mama, dengan batang penis mengarah pada liang vaginanya.
” Nah, gitu dong… Sekarang masukin kontol kamu kelobang memek mama..sini mama bantu..iya..tekan..haaapp…pinter anak mama…” Mama membimbingku dengan cara memegang batang penisku dan mengarahkannya keliang vaginanya, hingga akhirnya seluruh batang penisku tenggelam didalamnya. Ah, nyamannya penisku berada didalam vagina mama, hangat rasanya, sesekali kurasakan kedutan-kedutan lembut dari otot-otot vagina mama bagai meremas-remas batang penisku…uuh, enaknya.
” Sebelum kamu genjot.. Kasih mama hadiah dulu dong sayang…aaakkkk ” pintanya, seraya membuka mulutnya lebar-lebar.
” Hadiah apa ma? ” heranku.
” Ludahi mulut mama sayang…seperti yang tadi mama kasih ke kamu…aaaakkkk” Aku mulai paham apa yang dimaksud oleh Mama.
” Oke deh ma…siap-siap ya ma…” pleh…beberapa kali cairan kental ludahku berpindah tempat kedalam mulut Mama, yang langsung ditelannya dengan tanpa sisa. Ah, mengapa aku begitu menyukai sensasinya itu, momen dimana cairan ludahku berpindah kemulut mama.. Ah, sesuatu sekali.
” Ayo, sekarang digenjot kontolnya sayang…” segera kuikuti apa yang dipintanya itu, dan nafsu birahikupun memang sudah begitu tinggi, dan ingin kulampiaskan sekarang juga.
Pinggulku mulai bergerak maju mundur untuk mempenetrasikan batang penisku didalam liang vaginanya. Ah, kesampaian juga impianku selama ini untuk menyetubuhi mama, semoga saja ini bukan yang terakhir, aku tak ingin cepat-cepat menyudahi kebersamaan yang indah bersama mama seperti ini.
” Iya…nyantai aja sayang…jangan gugup..nah begitu…iihh..anak mama mulai pinter nih…aaaauugghhhh nikmaaaaaattttt….” Ah, mama begitu seksi sekali dengan ekspresi seperti itu, ekspresi sedang merasakan nikmat, nikmat oleh hantaman penisku…anak kandungnya sendiri.
” Iya…terus sayang…entotin mama yang lebih kuat sayang…aaaahhh..buntingin mama sayang..buntingin ibu kandungmu ini….aaaaaauuugghhhh…” racau mama, yang membuatku semakin bernafsu, hingga kurasakan sesuatu ingin mendesak keluar dari diriku…ya, sepertinya aku akan orgasme.
” Aaaauuuuggghhhhhh….Doniiiii….mama sampai nak…aaaauugghhhh….” ah, sepertinya mama juga demikian..dan ah…aku tak tahan.
” Mamaaaaaaaaa….Doni juga keluar maaaa….aaaaaaaagghhhhhhhh….” pekikku mengiringi semprotan sperma yang menyirami rahim ibu kandungku itu.
” Iya sayang….taburi benihmu didalam tahim mama sayang….iya yang banyak ya sayang…biar mama cepat bunting….aaaaaaaggghhhhh….” racau mama, bagai orang kesurupan, seiring dengan puncak kenikmatannya yang dicapai, yang berlangsung secara berbarengan denganku.
Beberapa saat setelah itu, tubuhku ambruk diatas tubuh Mamaku, dengan masih batang penisku bersarang dalam liang vaginanya. kurasakan kenyalnya buah dada mama didadaku.
” Iih…anak mama nakal nih…masa’ ibu kandungnya sendiri dientotin sih…” godanya.sambil memencet hidungku.
” Abis mama napsuin banget sih…”
” Emang sejak kapan sih..kamu mulai nafsu ingin ngentotin mama?”
” Mmmmm…kapan ya? Kayaknya mulai kelas 6 SD tuh ma…”
” Dasar kamu…masih SD aja udah mau ngentotin mama…”
” Oh iya ma…nanti kalau benar-benar mama hamil bagaimana ma? ”
” Kalau hamil ya terus melahirkan..terus punya anak…” jawab Mama dengan santainya.
” Terus kalo Doni punya anak gimana dong ma? Kan Doni masih sekolah..”
” Ya, anaknya kamu yang uruslah..kamu yang momong..kamu ke sekolah sambil bawa anak kamu…”
” Orang lain kalo punya anak, kan istrinya yang urus anaknya ma…”
” Tapi kan kamu gak punya istri..aku kan mama kamu bukan istri kamu…jadi kamulah yang momong anakmu sendiri..kesekolah sambil gendong bayi..trus bikinin susunya…kalo abis pup diganti popoknya..gitu… Nanti temen-temen kamu pada ngebuli kamu semua deh.. Hey, lihat tuh si Doni..kecil-kecil udah punya anak…hi..hi..hi…”
” Aaaaeeeng…mama kok gitu…gak mau..gak mau ah…” rajukku
” Ya, emang harus begitu…kan kamu yang bikin…kamu yang ngentotin mama…ya harus tanggung jawab dong…”
” Aaaaeeng…mama jahat nih…Doni kelitikin nih…tik..kitik..kitik..kitik…”
” Hi..hi…hi…..Aaawww..aaww…ampun..ampuuuunn… udah don..aaww…hi..hi…hi…aaaww…geli ah..”
Setelah malam yang amat bersejarah bagiku, malam dimana aku bisa menyetubuhi mama, dan menyirami rahimnya dengan air maniku. Setelah selesai satu ronde itu, mama keluar dari kamarku dengan mengendap-endap, kawatir apa yang dilakukannya terlihat oleh Kak Nanda kakakku atau Mbak Tini pembantuku.
Dan pada keesokan paginya Papaku pulang dari kunjungan kerjanya di daerah, dan semenjak itu pula aku dan mama tak lagi memiliki kesempatan untuk melakukannya, walau hati ini sebenarnya ingin sekali untuk meyetubuhi Mamaku lagi, namun dengan adanya Papa dirumah tentu itu amat sulit untuk dilakukan. Pernah aku mendesak mama untuk datang secara mengendap-endap kekamarku pada tengah malam setelah papa tertidur, tapi sepertinya mama tak memiliki keberanian untuk itu.
” Mama gak berani sayang…tolonglah kamu mengerti posisi mama… Nantilah kita atur waktu yang tepat …” itulah yang dikatakan mama. dan demi kebaikan kami tentulah aku memang harus mengerti keadaan itu.
Yang masih bisa aku lakukan adalah hanya sekedar mencium mama sambil kutelusupkan tanganku kebalik celana dalamnya, jari jemariku dengan lincah mengobel-ngobel liang vaginanya, sementara tangan mamapun melakukan hal yang sama dengan meremas-remas penisku.
Biasanya kami lakukan itu didapur, gudang atau dimanapun yang kebetulan tak ada orang lain disana, itupun harus dengan ekstra hati-hati, dan pandai-pandai pasang mata telinga. Namun semua itu justru membuatku semakin tersiksa, karna sifatnya tanggung, tidak sampai tuntas dalam artian hingga mencapai orgasme, teman-teman bilang istilahnya kentang. Buntut-buntutnya aku memakai cara lama lagi, yaitu onani. Namun bedanya kali ini, saat aku ingin onani, terlebih dulu aku informasikan pada mama, dan kusuruh mama untuk berpura-pura membaca buku dikursi tak jauh dari kamarku, dan tentu saja mama telah mengerti maksudku, sehingga mama biasanya akan menyingkap dasternya hingga paha dan selangkangannya terlihat olehku yang mengintip dari sela-sela jendela kamar.
Mama cukup pandai untuk melakukan itu seolah-olah dasternya tersingkap secara tak sengaja, bahkan sering mama sengaja tak memakai celana dalam lagi, sehingga liang vaginanya yang indah terumbar jelas untuk menjadi pusat hayalku saat onani. Dan yang membuatku terkesan, pernah satu kali saat mama melakukan itu, vaginanya dalam keadaan tersumpal oleh dildo berwarna hitam. Ah, betapa liarnya mama.
*******
Dan kesempatan yang aku tunggu-tunggu itu akhirnya tiba juga, walaupun hampir satu minggu aku menunggunya. Ya, sekarang inilah saatnya..saat kami akan menghadiri pesta perkawinan saudara sepupuku diBandung. Resepsi perkawinan yang sebenarnya berlangsung esok hari, namun sepagi ini kami telah berangkat menggunakan mobil pribadi yang dikendarai sendiri oleh mama.
Mama memang pandai dalam membuat alasan yang masuk akal, seperti dikatakannya bahwa mama harus terlebih dahulu datang satu hari sebelum hari H, karna diminta bantuannya oleh Tante Wiwik dalam urusan persiapan pesta. Dan disaat Papa menanyakan mengapa tak memakai sopir pribadi saja, mama menjawabnya bahwa mama ingin belajar mandiri, tak ingin tergantung pada sopir, toh dari Bandung ke Jakarta hanya beberapa jam saja, lebih baik sopir pribadi melayani antar jemput Papa dan Nanda karna lebih membutuhkan. Itulah alasan yang disampaikan mama dengan cukup meyakinkan.
Kendaraan yang kami gunakan kini tengah melintasi tol Cipularang, dengan kecepatan yang bisa dibilang santai seperti ini, menurut mama bisa tiga jam baru tiba di Bandung. Ah, masih lama sekali, padahal aku sudah begitu rindu dengan hangatnya kedutan otot-otot vagina mama pada penisku. Untuk memaksakan pada mama agar menambah kecepatannya terlalu beresiko, aku tau mama tak terlalu piawai dalam berkemudi secara ugal-ugalan, dan yang terpenting adalah keselamatan.
” Nanti sampai di Bandung kita langsung kehotel saja ya don… besok sore baru kita meluncur kerumah tante Wiwik..” papar mama, sambil mengemudikan kendaraannya.
” Iya deh ma…atur aja..”
” Lumayan kan don..satu hari lebih kita ber sik asik..sik asik..” sambungnya lagi
” Apa itu ma? Sik asik..sik asik..” tanyaku sekedar memastikan, walau sebenarnya aku tau apa maksudnya itu.
” Sik asik…artinya melakukan yang asik asiklah…kita entot-entotan..sampai leceeeeettt…”
” Ih, mama kalo ngomong suka gitu deh…bikin Doni jadi tambah gak tahan aja..”
” Gak tahan mau ngapain emangnya? Mau boker?” goda mama
” Gak tahan pengen cepet-cepet mau ngentotin mama dong..”
” Sabar dong, sayang…ditahan aja dulu ya..biar nanti kalau sudah sampai dihotel tambah hot dan meletul-letup..”
” Iya deh ma…Doni tahan..”
Untuk beberapa saat kami hanya terdiam, jalan tol dipagi ini cukup lancar, semoga saja tetap lancar sampai Bandung, sehingga nafsu birahiku yang mulai berontak ini tak semakin lama tertahan karna kemacetan lalu lintas.
” Don..koq bengong aja..” Sapa Mamaku tiba-tiba.
” Abis mau ngomong apalagi ma..” jawabku malas
” Ngomong apa kek..biar gak bete gitu… Oh iya, mama mau tanya nih..kira-kira seks macam apa yang ingin sekali kamu mau cobain sama mama nanti?” Ah, yang sebelumnya aku sudah mulai agak ngantuk, kini mulai bugar kembali dengan pertanyaan mama yang satu ini.
” Apa ya? Oh iya ma… Tapi kira-kira mama mau enggak ya? ”
” Emangnya apaan sih.. sampe segitunya…lebay ah.. Ngomong aja dong langsung”
” Oke deh…Doni ingin melakukan anal seks dengan mama..boleh ya ma?”
” Oowwhh..kirain apaan.. Mau ngentotin lubang pantat mama maksudnya…?”
” Iya ma..boleh kan ma..”
” Dengan senang hati sayang, mama juga suka koq di anal… Mama akan persembahkan lubang anus Mama untuk dientotin oleh kontol anak mama tersayang…” papar mama, sebuah perkataan vulgar yang membuat syahwatku semakin meninggi.
” Ih, mama… Kayaknya sengaja nih..kan Doni gak kuat kalo mama ngomongnya gitu terus..”
” Oke deh..oke deh…mama gak akan ngomong gitu lagi deh.. Ah, dasar nih anak mama sensi banget..nafsunya gede..”
Tiba-tiba terbersit pikiran nakal didalam otaku. Aku membayangkan seandainya mama menyetir kendaraan dalam keadaan telanjang bulat. Sebetulnya aku ragu-ragu untuk menyatakan itu pada mama, tapi..ah, bodo amat lah..cuek aja.
” Ma..berani gak terima tantangan? ” ujarku.
” Tantangan apaan sih..?” tanyanya acuh.
” Mama nyupir sambil telanjang selama dijalan tol…” ujarku sambil cengengesan.
” Apa? Wah gila nih anak…” kejutnya, sambil menengok kearahku sesaat, lalu kembali lagi pandangannya tertuju kedepan.
” Gak apa-apa ma..lagian pintu tol masuk Bandung kan masih jauh..nanti kalau kira-kira sudah mau sampai Bandung, menepi saja sebentar untuk pakai baju.. Berani enggak, biar Doni bantu bukain..” mama tersenyum mendengar penjelasanku, ah..sepertinya mama tertarik.
” Boleh juga sih..lucu juga.. Tapi kan dari luar keliatan lho don.. Tapi gak apa-apa juga sih..jalannya lancar ini.. Gak mungkinlah ada mobil yang akan berlama-lama dekat dengan kita… Oke deh mama setuju.. tapi kamu telanjang juga lho…” aku terdiam sejenak mendengar tantangannya untuk mengajakku juga ikut telanjang.
” Oke deh ma..Doni setuju..” jawabku setelah berpikir sejenak
” Kalo begitu ya udah kamu buka duluan…nanti mama menyusul..”
” Awas ya kalo bo’ong…” Walau sedikit kawatir mama tidak melucuti pakaiannya setelah aku bugil, namun tetap kulepas seluruh pakaianku hingga benar-benar polos. Kulihat mama melirik kearah batang penisku yg memang telah berdiri tegak semenjak tadi.
” Ayo ma, sekarang Doni udah telanjang nih…sekarang giliran mama juga dong..” ujarku yang hanya dijawab dengan senyum oleh mama.
” Mama…ayo buka, koq malah cengar-cengir gitu…” tagihku, yang mulai sedikit sewot oleh jawaban mama yang hanya seyum-senyum itu.
” Ogah lah…ngapain banget..kaya orang kurang kerjaan aja..” jawabnya dengan santai, tetap dengan pandangan kedepan jalan raya.
” Yaaahh…mama gitu deh.. Ya udah kalo gitu Doni yang buka..” seraya kubuka paksa t-shirt yang membungkus atasannya.
” E..eh..eh.. Apa-apaan sih kamu..aaaww…koq main paksa gitu sih..e..ehh…Doniii.. nanti mobilnya nabrak lho…aaawww…gilaaaa…hi..hi..hi..Doni… Ya..ya.. robek deh..” Walau tak sepenuh hati, sepertinya mama berusaha menghalangi usahaku untuk melucuti paksa pakaiannya dengan cara merapatkan kedua lengan pada tubuhnya.
” Abis mama curang sih…”
” Oke deh..oke deh…mama mau…tapi santai aja dong..” Akhirnya, mama menyerah, bahkan membantuku mempermudah melepas t-shirt putihnya. kenapa enggak dari tadi sih.. kenapa juga harus ada acara paksa-paksaan kayak tadi.. Ah, dasar mama, mengapa suka sekali dia menggodaku.
Akhirnya t-shirt berhasil dilepas dari tubuhnya, namun masih terdapat bh berwarna krem yg membalut buah dadanya. Dengan tanpa perlu lagi untuk meminta persetujuannya, kulepas pengait dibelakangnya. Yess..kini mama mengemudi dengan tanpa pakaian atas, kedua susunya yang bulat besar dan putih tampak menggantung-gantung saat dengan genitnya mama menggoyangkannya sesaat, seraya tersenyum menggoda kearahku.
” Sekarang celananya ya ma? Pokonya harus bugil kayak Doni..” kutekan kebelakang sandaran kursi mama, hingga sejajar rata dengan dudukannya. Nah, seperti ini lebih baik, kini mama duduk dengan tanpa sandaran, hingga mempermudah aksesku dalam melicuti celana lagging hitam yang panjangnya hanya beberapa senti dibawah lutut, bahannya yang stright membuat lekuk bokong dan pinggulnya tercetak jelas. Dalam perjalanan ke Bandung ini mama memang hanya mengenakan pakaian casual yang berkesan santai seperti itu, namun tentu saja pakaian resminya untuk pesta perkawinan telah dibawa, dan sementara disimpannya didalam koper.
Akhirnya kutarik lepas celana lagging sekaligus dengan celana dalamnya, yang membuatnya kini bugil seperti diriku.
” Puas ya? Kamu bikin mama telanjang dijalan tol begini…puaaasss…” Ujarnya sambil perhatiannya tetap tertuju kearah depan.
” Enggak apa-apalah ma…kan kita telanjangnya sama-sama ini.. Oh iya ma, Doni rekam ya…” aku mulai mengarahkan lensa kamera hp ku kearah mama, merekam aksi nekat mama yang kini telanjang ditempat umum, walaupun memang masih didalam mobil.
” Jangan macem-macem lho don… ” ujar mama memperingati aksi shooting yang kulakukan.
” Gak apa-apa ma, nanti sebelum sampai Bandung sudah Doni hapus lagi koq..” janjiku memastikan agar mama tak perlu menghawatirkannya.
” Ayo dong ma bergaya…” pintaku, mengharap mama untuk bergaya dengan ekspresinya yang nakal dan menantang.
.
” Ngaco kamu ah.. Lagi nyetir begini bagaimana mau bergaya..?”
” Ya, paling enggak ngomong apa kek…masa’ diem begitu sih..gak seru ah…”
” Dari tadi kan kita udah ngomong…” sanggah mama
” Maksudnya, ngomong kaya’ reporter-reporter gitu lho ma..kaya yang di tv itu lho…” mama justru tertawa dengan permintaanku itu.
” Ha..ha..ha… Doni…Doni..ada ada saja kamu itu..segala orang telanjang lah kamu suruh memberikan laporan liputan… ” ujar mama, namun untuk beberapa saat dia tampaknya berpikir sejenak. lalu..
” Oke deh…halo selamat pagi pemirsa.. saya kini tengah melintas di jalan tol cipularang..arus lalu lintas cukup lancar.. Maaf pemirsa, kalau saya bugil begini…soalnya ini permintaan anak saya agar mengemudi sambil telanjang…oh iya pemirsa anak saya itu kurang ajar banget deh..masa’ ibu kandungnya sendiri dientotin sih ..Gila ya? tapi saya juga suka sih pemirsa..hi..hi..hi… Soalnya enak sih ngentot sama anak sendiri..pokoknya sesuatu deh.. Tujuan kami sekarang menuju ke Bandung, tepatnya kesalah satu hotel …dan kami akan ngentot sampai lecet disana…bayangin pemirsa, rencananya bakalan satu hari semalam full of sex.. Udah dulu ya pemirsa…salam incest…mmmuuuaaahhhh…”
Ah, mama memang paling bisa kalau soal yang beginian, mungkin karena memang latar belakang mama dulu dibidang Broad casting, yang masa mudanya dihabiskan sebagai penyiar disebuah stasiun radio swasta kenamaan di Jakarta, bahkan sempat juga bekerja sebagai reporter disalah satu tv swasta, walau hanya sekitar dua tahun, karna disaat hamil kakakku dia mengundurkan diri, dan semenjak itu hanya menjadi ibu rumah tangga biasa sampai sekarang.
” Mantap ma..mantap.. Gak sia-sia pernah jadi penyiar tv.. eh, ma..mendingan mama jadi penyiar tv lagi aja ma…penyiar tv bokep tapi…ha..ha..ha…” paparku, sekedar untuk menggoda mama.
” Iya..tapi aktor bokepnya kamu ya….partner mainnya sama lutung” jawab mama, dengan begitu asal.
*******
Hampir setengah jam kami berbugil ria didalam mobil, beberapa kali kami berpapasan saat mobil lain menyalip, namun sebagian besar dari mereka tak menyadari dengan keadaan kami disini, walau ada juga beberapa yang terkejut dengan memalingkan wajahnya kearah kami seolah tak percaya. Menanggapi ini mama hanya tertawa renyah .
” Eh, Doni…dari pada kamu bengong sambil ngeliatin mama begitu, mendingan kamu onani aja gih…” tawar mama, sesaat setelah melirik kearahku.
” Enggak ah… Dari pada onani mendingan Doni langsung aja…” jawabku, sambil senyum-senyum penuh arti.
” Langsung bagaimana? jangan macem-macem kamu don..Kalau maksud kamu pingin ML disini sekarang juga, kayaknya enggak mungkin deh…” terang mama memperingatkan.
” Kita coba aja dulu…” jawabku, seraya bergerak maju kearah mama, memposisikan tubuhku tepat dibelakang mama. Posisi sandaran kursi yang sebelumnya telah kulipat kebelakang hingga sejajar rata dengan dudukannya menjadikan tempatku berpijak sambil berjongkok. Kuamati sejenak, rasanya tidak mungkin menelusupkan batang penisku dengan posisi bokong mama duduk seperti itu.
Ah, otak ini memang selalu brilian untuk mendapatkan ide-ide yang gemilang, seraya kuambil bantal kecil untuk sandaran kepala. Kusuruh mama untuk mengangkat pantatnya sejenak, lalu kuselipkan bantal kecil itu diantara bokong dan dudukan kursi. Dan terbukti, begitu bantal kecil itu diduduki, praktis bagian belakang bokongnya tak sampai menyentuh dudukan kursi, melainkan hanya tergantung karna ukuran bantal yang kecil tak mampu untuk menampung bokong bulatnya.
Yes, kini telah ada celah yang memungkinkan untuk menelusupkan batang penisku kedalam…Ah, sepertinya untuk kumasukan kedalam vaginanya terlalu sulit, dengan posisi seperti itu liang vaginanya praktis tertutup dan sulit dijangkau, sedang yang paling memungkinkan dan mudah dijangkau adalah liang anusnya.
” Kayaknya tetep susah don, kalau kamu mau entotin memek mama dengan cara begini… kalau mama mesti nungging, jelas gak mungkin dong sayang….” jelas mama, seolah merasa tak yakin kalau ideku bakal terlaksana.
” Siapa yang mau entotin memek mama..yang akan Doni toblos kan lubang pantat mama…” ujarku yang kini mulai meraba-raba liang dubur mama itu.
” Ah, dasar kamu anak pinter..oke deh, mama juga udah kepingin nih ngerasain kontol anak mama menganal lubang pantat mama…ayo sayang, langsung toblos aja…” ujar mama, seraya sedikit menundukan tubuhnya dan menyorongkan bokongnya kearahku.
Tanpa menunggu lebih lama, segera kutancapkan batang penisku yang telah berdiri tegak kedalam liang anus mama. Ah, ternyata cukup sulit, sepertinya terlalu kering.
” Dikasih ludah dulu dong kontolmu sayang…” saran mama, yang segera kuturuti untuk membaluri penisku dengan air ludah yang sebelumnya kutampung pada telapak tanganku.
” Oke deh, cukup..langsung ditancepin aja sayang….” pinta mama, yang segera kudorong ujung penisku yang telah penuh oleh olesan air liur kedalam liang anusnya. Bless…terbukti memang ampuh, pelumasan yang cukup membuat batang rudalku mudah saja menembus lubang pelepasannya, yang diikuti oleh erangan lirih mama.
” Uuuuuugghhhh…mantep sayang.. Ayo digenjot…” segera kukayuh pinggulku maju mundur secara berirama. Berbeda dengan liang vagina, lubang yang satu ini lebih seret dan menggigit. namun yang membuatku tertarik dengan anal seks adalah sensasinya itu, sensasi liar dimana melakukan seks dengan ketidak laziman, setidak lazim diriku yang menyetubuhi ibu kandungku ini. sepertinya aku menemukan kenikmatan yang lebih dari suatu ketidak laziman ini. Ah, bagaimana aku bisa mengatakan itu, sedangkan aku sendiri belum pernah melakukannya dengan wanita lain, dalam artian hubungan seks selazimnya, yaitu dengan wanita yang bukan sedarah.
Walau liang anus mama kini telah terisi oleh batang penisku yang berpenetrasi didalamnya,
mobil yang kami tumpangi masih melaju dengan sebagaimana mestinya, konsentrasi mama dalam mengontrol kemudi kendaraan masih terjaga. dari mulutnya terdengar erangan dan rintihan bahkan racauan. Sepertinya mama menikmati aksi yang kulakukan ini, yang membuatku semakin semangat mengocokan batang penisku didalam anusnya.
Dengan kaki berpijak pada sandaran kursi yang aku luruskan hingga mendatar, pantatku bergerak maju mundur, kedua tanganku meremas buah dadanya. Sesekali lidahku menjilat-jilat pada leher dan tengkuknya.
” Uuuuuggghhhh….terus sayang…terus entotin lubang pantat mama sayang…kamu suka kan sayang…inikan yang selama ini memang selalu kamu impikan…iyakan sayang?” racau mama, sambil tatapannya tetap tertuju kedepan, Namun dari cermin kulihat mata itu terlihat sayu dan separuh terpejam.
” Iya ma…Doni suka ma…nanti dihotel Doni entotin lagi lubang pantat mama ya ma…? Uugghh…uugghh..uugghh”
” Iya sayang…tentu dong…kamu puas puasin deh nyodomi ibu kandungmu ini…wahai anakku yang doyan ngentot hi..hi..hi..”
” Aaaahhhh….mama nih, bikin Doni gak kuat aja…tuh kan ma..aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh….” omongan mama vulgar dan seronok itu bagaikan kata-kata yang indah yang membuai birahiku, hingga merangsang sendi-sendi sensitifku untuk bereaksi, sebuah reaksi puncak yang menghantarkan kenikmatan orgasme yang diikuti dengan semburan sperma yang dipagi itu menyirami lubang pelepasan mama.
Hanya beberapa detik kenikmatan puncak itu kureguk, kini tubuhku terdiam, dengan batang penis masih tertanam didalam anusnya, kurangkul tubuh mama dari belakang dengan pipi kananku kurebahkan pada punggung mama.
” Gimana puas sayang? Sedaaaaaaaapppp….” ujar mama dengan setengah menggoda
” Iya ma…Doni puaaass…banget” jawabku dengan masih menggelendot dibelakang tubuh mama.
” Tapi sekarang malah mama nih yang kentang…”
” Maaf deh ma…nanti deh di hotel kita saling puas-puasin…” ucapku dengan rasa sedikit menyesal karna sepertinya mama merasa birahinya yang mulai memuncak justru tidak mendapat pelampiasan hingga tuntas.
” Enggak apa koq sayang…santai aja lagi….” hibur mama, yang diikuti mengecup lembut rambutku dengan memalingkan kepalanya kebelakang.
Beberapa saat kemudian aku kembali duduk dikursi sebelah mama, kulihat diatas permukaan jok sekitar kursi mama tampak menggemang cairan kental dengan aroma yang khas. Sepertinya air maniku mulai menetes keluar dari dalam lubang anusnya.
” Wah, peju kamu pada belepotan dikursi mama nih don…banyak banget keluarnya ya..?” ujar mama setelah menengok sesaat kearah belakang pantatnya.
” Iya deh ma..Doni bersihin ya?” ujarku, seraya mengambil beberapa lembar tisu.
” E-eh jangan…siapa yang suruh bersihin..biarin aja Doni, mama suka koq sama aromanya…”
” Masa’ suka sih, sama bau begini..kan agak anyir-anyir gimana gitu ma…” heranku sambil mengembalikan lagi tisu pada kotaknya.
” Justru baunya itu yang bikin mama bergairah Doni… Oke deh kalau kamu pikir mama hanya mengada-ada..sekarang mama mau tunjukin kamu bagaimana mama begitu menyukainya..” paparnya, sambil sesekali menghirup nafas dalam-dalam, bagai orang yang tengah mengendusi aroma makanan yang menurutnya lezat.
” Sekarang kamu ambil peju kamu itu pakai jari kamu..” perintahnya, aku masih tertegun untuk beberapa saat. Aku mulai berpikir, apakah selanjutnya mama akan…? Ah, aku rasa mama tak akan melakukan hal menjijikan yang sering aku lihat difilm-film porno itu.
” Koq bengong…ayo tempelin aja pakai jarimu, lalu kamu suapin kemulut mama…” Busset…rupanya mama benar-benar ingin mencicipinya. Akhirnya kuturuti keinginannya, jariku mulai menyapu genangan air mani pada jok sekitar bokong mama dengan jari tengah dan telunjukku.
” Aaaaakkkkk….ayo suapin mama sayang..” mulutnya membuka, seolah tak sabar untuk menerima jariku yang telah dilumuri cairan kental ini.
Kedua jariku kumasukan lada mulutnya, yang langsung dikulumnya beberapa saat. Gila mamaku ini, benar-benar maniak. Ah, tapi mengapa aku justru menyukai aksi mama yang sebenarnya menjijikan itu. Aku menyukai momen dimana dengan rakusnya mama melomoti jari jariku, terutama saat dengan nakalnya mama melirik kearahku. Ada sensasi tertentu hingga mulutkupun ikut menganga menyaksikannya.
” Lagi sayang….” pinta mama, saat dirasakannya sperma dikedua jariku telah habis ditelannya.
Kuulangi apa yang kulakukan itu hingga beberapa kali sampai cairan lental dikursi benar-benar habis, bahkan seolah masih nelum puas, mama menyuruhku untuk memasukan jariku kedalam liang anusnya untuk mengorek sisa-sisa speema yang masih bersarang didalamnya, setelah beberapa lama kutarik lagi keluar, aroma khas lubang dubur dan sperma berpadu menjadi satu, yang kembali kumasukan kedalam mulutnya untuk dikulum.
” Ih, mama jorok deh…” godaku, setelah selesai “ekstra puding” mama untuk pagi itu. Mama hanya tersenyum menanggapi godaanku itu, seraya tangan kirinya meraih kepalaku dan mengecup bibirku. Ah, masih kurasakan aroma anyir khas air mani pada mulutnya itu.
*******
Untuk beberapa saat kami masih bertelanjang bulat, hingga akhirnya mama menepikan mobil untuk mengenakan kembali pakaian kami. Setelah itu mobil kembali melaju, menuju hotel yang akan menjadi ajang untuk mencurahkan segala ekspresi birahi kami, ibu dan anak ini.
Menjelang siang kami tiba di Bandung, setelah berputar-putar beberapa saat untuk mencari penginapan yang cocok, akhirnya yang kami sewa adalah sebuah Villa yang cukup asri dipinggiran kota dengan nuansa alami disekitarnya, yang pada halaman sekelilingnya ditumbuhi oleh pepohonan yang rindang.
” Kayaknya ini lebih asik ketimbang hotel don..dan lebih bebas, karna cuma kita berdua aja yang ada disini..” terang mama. Memang didalam sebuah bangunan yang letaknya dikawasan perbukitan itu hanya ada sebuah villa, yang kebetulan kami sewa sekarang ini, dan pada radius sekitar ratusan meter lagi baru terdapat bangunan villa yang lain. Seorang penjaga Villa hanya memberikan nomer telpon pada mama jika kami membutuhkan sesuatu, entah itu makanan atau apapun, dan mereka akan mengantarnya. Sebenarnya bangunan ini terlalu besar untuk kami berdua, bahkan jumlah kamarnyapun ada empat, dilengkapi dengan kolam renang bernuansa alami, yang didisain bak sebuah telaga dengan dinding batu, dan dasarnya adalah hamparan batu-batu kali seukuran kepalan tangan, yang sumber airnya langsung dari mata air disekitar situ dan terus mengalir kearah sungai dibawah villa, sehingga airnya senantiasa fresh dan bersih, namun juga teramat dingin.
*****
Belum satu menit setelah pria penjaga Villa itu meminta diri, bahkan kamipun masih berada disekitar aea teras, mama langsung melumat bibirku untuk beberapa saat.
” Ayo don…kamu harus puasin mama..sejak dimobil tadi kamu bikin mama kentang..kini saatnya mama minta pertanggung jawabanmu..” ujarnya, seraya menarik lenganku menuju kedalam Villa.
Disofa ruang santai mama duduk sambil melepaskan celana blue jeansku, aku yang masih berdiri hanya memperhatikan apa yang diperbuatnya, hingga beberapa saat kemudian seluruh pakaian yang membalut tubuhku telah terhambur diatas lantai, meninggalkan tubuhku yang bugil tanpa selembar benangpun.
Batang penisku yang masih separuh berdiri bagai tenggelam didalam mulut mama yang mengulumnya dengan gerakan kepala maju mundur secara berirama, alhasil peniskupun akhirnya berdiri tegak, sehingga mulut mama harus lebih lebar lagi dalam membuka.
Tak beberapa lama kemudian, mama menyuruhku naik diatas sofa dengan posisi menungging membelakangi mama yang kini duduk diatas meja.
Sambil berpegangan pada sandaran sofa, pandanganku menoleh kebelakang, memperhatikan mama yang kini telah melucuti pakaiannya hingga bugil. Entah apa lagi yang akan dilakukannya, untuk sementara tangannya hanya mengelus-elus buah pantatku, sambil sesekali tersenyum kearahku
Mmmhhh…rupanya lidah mama menjilat-jilat pada anusku..Aaahhh…sedapnya, aku hanya mengerang nikmat merasakan lembutnya lidah mama yang menggelitik-gelitik liang duburku.
” Zzzzzzzzz….. Aaaaaaaggghhhhhhh…..enak maaa….” erangku, tanpa kusadari tanganku meremas kuat pada sandaran sofa yang menjadi peganganku. Melihat reaksiku sepertinya lidah mama semakin liar menari-nari disekujur anusku, bahkan sempat aku terperanjat kaget saat kurasakan lidah itu seperti menerobos masuk kedalam rongga anusku. Ah, rupanya mama memang mendorong ujung lidahnya kedalam sambil kedua tangannya menyibak belahan pantatku. Untuk beberapa saat lamanya aku menikmati aksi lidah mama yang bertamasya didalam lorong anusku itu.
” Enak ya? Tadi dimobil kamu mengAnal mama…disini malah Anal kamu yang mama servis…” Ujar mama, seraya menyudahi aksi rim-jobnya.
” Ayo, sekarang giliran kamu yang menyervis mama..” perintah mama, dibarangi dengan menampar pelan buah pantatku, seraya menghempaskan bokongnya disofa, lalu mengangkang sambil menyibak lebar liang vaginanya dengan dua tangannya.
Sambil berjongkok pandanganku terpaku pada keratan daging merah diselangkangan mama dengan liangnya yang menganga karna disibak dengan dua tangannya. Dan wajah itu, wajah mama yang selalu membuatku tergoda itu tersenyum sambil sesekali memain-mainkan lidahnya memancing diriku.
” Koq dipelototin aja sih? Dimamam dong sayang…” dimamam? Ah, mama.. itukan kata yang selalu digunakannya saat aku kecil dulu, saat dengan sabarnya mama menyuapi diriku. Untuk urusan mengurus anak, mama memang tak pernah mempercayakannya kepada pembantu atau babby sitter, bukan karna memperhitungkan soal biaya yang harus dikeluarkan, tapi faktor untuk ingin memberikan yang terbaik bagi anaknyalah yang menjadi pertimbangan utama, bagi mama sentuhan seorang ibu dengan babby sitter tetaplah berbeda, sepengalaman apapun seorang babby sitter, sentuhan seorang ibu tetap yang terbaik bagi anak-anaknya. Bahkan hingga kelas satu SDpun terkadang mama masih menyuapi diriku, itu biasanya disaat aku malas untuk makan. “Aduh Doni…nasinya dimamam dong sayang…” itulah kata-kata yang selalu kuingat. dan disaat aku hanya terdiam, itu artinya mama harus menyuapi diriku yang sebenarnya saat itu telah memasuki usia yang tak pantas lagi untuk disuapi.
Tapi yang saat ini ditawarkannya bukanlah sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya, daging mungkin iya..tapi daging mentah. Daging mentah berwarna kemerahan yang berkilat karna cairan yang melumasinya. Daging yang dalam satu tahun belakangan ini hanya menjadi objek hayalku, yang hanya dapat aku lihat dengan cara mengintip secara bersembunyi-sembunyi saat mama mandi, atau saat ML dengan papa. Hingga seminggu lalu impianku itu berhasil menjadi kenyataan. Dan kini setelah seminggu aku menanti dengan gelisah dan tak sabar karna keberadaan papa, akhirnya kembali berada dihadapanku, dan menawarkan padaku untuk di… ya, dimakan.
Lidahku mulai terjulur, menjilati bibir vagina mama, sesekali jari jemarinya yang tengah menyibak liang vaginanya ikut tersentuh oleh lidahku.
” Aaaaaaggghhhhh…..anak mama makin pinter aja jilatin memek mama…uuuuuggghhhhhh…” gumam mama, sambil telapak kaki kanannya menyentuh-nyentuh batang penisku, hingga kuserong agak kekiri posisi selangkanganku untuk memberikan akses pada kaki mama agar lebih mudah mengurut-urut penisku dengan telapak kakinya. Lidahku semakin liar menjilati hingga kedalam dinding-dinding vaginanya yang menganga, sesekali kusedot dengan rakus, seolah ingin kutelan keratan-keratan daging yang rasanya sedikit asin karna cairan birahi itu.
” Itil mama juga dimamam dong sayang…kamu tau kan itil itu yang mana?” pinta mama, terus terang akupun masih ragu yang mana sebenarnya benda yang dimaksud mama, sehingga aku hanya mengulumi gelambir vagina mama yang lumayan lebar itu.
” Bukan itu sayaaaang….itil itu yang ini lho…yang diatas memek ini… nih yang ini, ayo jilat sayang…”
Organ mungil yang dimaksud mama, yang letaknya disudut paling atas diantara bibir vagina kini mulai kujilati, dan beberapa detik kemudian kuhisap dan kuemut bagaikan bayi yang menetek puting susu.
Shhrruuuffffttt…shhrruuuffffttt….suara sedotan mulutku yang menghisap gemas klitoris mama bagai berkolaborasi dengan rintihan mama dalam mengekspresikan nikmat yang dirasakannya.
” Mmmmmhhhhh….lezat don…uuuuhhhggggghhhhh…terus jilatin itil mama…emut don…aaaagghhhh….”
Kedua tangan mama yang sebelumnya digunakan untuk menyibak bibir vagina, kini beralih menjambak pelan rambutku, sementara telapak kaki kanannya ditekan dan diputar-putar pada batang penisku yang bediri tegak.
” Ma, Doni jilatin lubang pantat mama ya? ” pintaku, setelah beberapa menit mengoral vagina mama.
” Ooowwwhh…kamu ingin ngerasain anus mama juga? Aduh anak mama nih, udah ngentotin anus mama, sekarang masih mau mencicipinya juga ya..” ujar mama, dengan gayanya yang menggoda, seraya memposisikan tubuh bugilnya menungging diatas sofa, posisi yang sama saat tadi mama menjilati anusku, sehingga mempertontonkan bokong bulatnya padaku yang masih berjongkok diatas lantai.
” Ayo sayang, katanya mau nyicipin lubang anus mama… Ayo dimamam dong sayang…” Ah, mama betapa menggodanya, terutama saat dengan genitnya mengedipkan mata indahnya kearahku sambil mencolok-colok liang anusnya dengan jari telunjuk, ah, sebuah aksi yang menantang.
Sikap mama yang seperti itu benar-benar membuatku tergoda, meja pendek yang berada didepan sofa kini menjadi tumpuanku yang jongkok menangkring diatasnya, sehingga posisi wajahku sejajar tepat dengan bokong bulat yang kini tengah dicolok-colok oleh jari telunjuk mama. Aku hanya terpana dengan pemandangan yang hanya pernah aku saksikan dilayar monitor laptopku dalam film porno itu.
” Eh, koq malah bengong aja sih…Nih mama kasih bonus biar sadar hi..hi..hi…” Yang dimaksud bonus disini adalah dengan memasukan jari telunjuk yang sebelumnya digunakan mencolok liang anusnya kedalam mulutku, ah, betapa konyolnya mama, namun bibirku justru merapat mengulum jari telunjuk yang menebarkan aroma khas liang anus, dan oleh mama justru dicolok maju mundur didalam mulutku.
” Woowww…sudah mama duga, anak mama pasti doyan..” ujarnya, seraya kembali memasukan jari telunjuknya dalam liang anus untuk kemudiam dicolok-colok beberapa saat dan kembali dimasukan kedalam mulutku yang menerimanya dengan antusias.
” Sudah deh, sekarang langsung kamu mamam aja lubang anus mama ya sayang….” ujarnya, diikuti dengan meraih bagian belakang kepalaku dan mendekatkan kearah anusnya.
Lidahku mulai bergerak mengelitik sekitar disekitar lubang pelepasannya, aroma khas yang menebar membuatku justru semakin terangsang, hingga lidahku bergerak lebih aktif dan mulai menerobos hingga masuk kedalam rongganya.
” Mmmmmmm….uuuugghhhhh….nikmat don…aaagghhhhh….kamu pinter banget sih sayang…mmmmmhhh…iya terus sampai dalam sayang…nah, begitu…aaagghhhh…” racau mama, sambil sesekali memejamkan matanya.
Sekitar lima menit aku mengoral liang anusnya, gerakan lidahku sepertinya betul-betul membuatnya tak tahan, hingga kemudian mama bangkit, dan dengan tergopoh-gopoh seolah begitu tergesa-gesa, dibaringkan tubuhnya telentang mengangkang diatas lantai.
” Cepet don…kamu entotin mama… Mama dah gak kuat nih sayang…cepat tancepin kontol kamu kedalam memek mama… Cepet..cepet…cepet…” perintahnya, dengan nada sedikit emosional. Ah, sepertinya mama benar-benar dalam keadaan full horny nih.
Dengan agak gugup segera kuposisikan diriku diatas tubuhnya dengan batang penis tepat didepan liang vaginanya. Belum sempat aku mendorongnya, tangan mama menekan bokongku hingga amblas batang penisku didalam liang vaginanya yang telah begitu basah.
” Ayo langsung genjot sayang…genjot yang kuat…” seperti yang dipintanya, bokongku bergerak maju mundur dengan cepat dan bertenaga, sambil kedua tanganku bertumpu pada paha montoknya yang putih mulus dan kini sedikit lengket karna berkeringat.
Pok…pok…pok…bunyi benturan pahaku dengan paha mama demikian riuh, bercampur aduk dengan bunyi kecipakan kedua kelamin kami yang tengah perpenetrasi, dan ocehan mama yang tak kalah riuhnya.
” Terus sayang…entotin mamamu yang kuat sayang… Iya bagus begitu…uuuggghhhhh…kamu memang anak mama yang berbakti pada orang tua sayang…kamu bikin mama bahagia… Mama bersukur punya anak seperti kamu yang sudah mau ngentotin mamamu, ibu kandungmu sendiri…aaaggghhhhh…” Ah, mama ini kalau sudah horny tingkat tinggi..ngocehnya ada-ada saja, tapi mengapa aku malah suka dengan ocehan ngawur mama itu, hingga semakin bersemangat aku memacu pinggulku.
” Kamu mau buntingin mama ya sayang? Iya kan? Kamu mau mama beranakin anak kamu kan? Terus nanti kalau anaknya cowok, besok besar mau ngentotin mama juga kan? Harus dong…kamu jangan cemburu ya sayang…uugghhhhhh… Tapi kalo anaknya cewek pasti kamu entotin juga kan? Iya kan sayang..? Iya dong…harus..kita ngentotnya sama-sama ya sayang….uuuggghhhhh…kamu merawanin anakmu nanti didepan mama ya sayang…mmmmmhhhhh…sedaaaappppp…” Aduh, bener-bener keterlaluan nih, bener-bener gila nih mama, omongan macam apa itu. Tapi..ah, entah setan apa yang kini tengah berada dikepalaku, kenapa aku justru menyukai kata-kata gila itu.
Hingga beberapa saat kemudian tubuh mama mengejang disertai dengan pekikan keras memcahkan kesunyian didalam villa itu.
” Aaaaaaaaaaaaaaaaaggggggghhhhhhhhhhhhh….” pekik mama, disertai dengan mengguncang-guncangkan bokongnya dengan liar dan menekan-nekan bokongku dengan kedua tangannya, yang bermaksud agar lebih tandas batang penisku menghujam liang vaginanya.
Hanya beberapa detik setelah itu, mama terdiam dan hanya menyisakan nafasnya yang masih tersengal-sengal.
Bosan dengan gaya misionary seperti ini, terlebih mama yang telah klimak dan kini hanya terdiam membuat gairahku sedikit menurun, seraya kucabut batang penisku dari dalam liang vaginanya yang telah bancir dan becek itu.
Aku berpikir sejenak sambil memperhatikan tubuh mama. Ah, enaknya diapain tubuh ibu kandungku ini, hingga timbul ide didalam otakku.
Tubuh mamaku yang hanya berbaring telentang diatas lantai kupegang kedua pegelangan kakinya, lalu kutekuk keatas hingga kedua telapak kakinya menyentuh kepalanya, sehingga pantatnya mengacung keatas dengan liang anus bagai mengarah kelangit-langit.
” Aduuuuhhhhh….mama mau kamu apain sih sayaaang..koq ditekuk-tekuk begini sih, kayak pemain akrobat aja…pegel tauuuuu….” keluh mama, dengan nada yang sedikit malas karna sepertinya masih letih.
” Doni mau entotin bo’ol mama dengan gaya seperti ini ma…pasti asik deh..he…he..he…” ujarku.
” Ada-ada saja kamu don… Ya udah deh, gak apa-apa koq.. kamu boleh melakukan apapun pada mama sayang…terserah yang kamu mau…”
” Horeeeee…..siap siap ya ma..” Seraya kuberdiri setengah menunduk, posisi lubang analnya yang menghadap keatas mengharuskanku untuk sedikit menekuk kebawah batang penisku hingga ujungnya berada tepat dimuka liang anus mama.
Bless… Amblas seluruh batang penisku kedalam liang anusnya, kugenjot beberapa saat, lalu kulepas keluar sekedar untuk bermain-main. Pluuupp….batang penis tercabut, menyisakan lubang analnya yang menganga terbuka. Ah, sebuah pemandangan yang erotis bagaimana lubang anus yang terbuka menganga memperlihatkan rongga-rongganya yang berwarna merah jambu. Hingga kuulangi langkah itu beberapa kali untuk sekedar menyaksikan sensasi lubang anus yang menganga lebar. Kulihat mama hanya menyaksikan tingkahku dengan pandangan mata sayu, namun dengan bibir yang tersenyum. Mungkin merasa lucu dengan tingkahku itu. Hingga timbul ide dari kepalaku, bagaimana kalau bibir yg tengah tersenyum itu kusumbat dengan batang penisku, ya, batang penis yang tentunya kini menebarkan aroma khas lubang dubur.
” Ayo ma…dimamam kontol Doni..pasti lebih enak deh ma..kan udah bercampur dengan bau bo’ol mama..pastinya asik deh ma… Aaakkk..maaaa… Aaeemmmm… he…he…he…” kusodorkan batang penisku kearah mulut mama, yang segera dikulum oleh bibir yang sebelumnya tersenyum kearahku itu.
” Enak kan ma? He..he..he… Mama doyan tuh… ” godaku, sambil menikmati batang penisku dikulum oleh mama. Dan beberapa saat kemudian kumasukan kembali penisku kedalam liang anusnya.
” Dasar anak nakal kamu…masa’ mulut mama dijejelin kontol yang habis masuk dari bo’ol mama sih…kan bau sayang…” ujarnya, namun dari nada bicaranya sepertinya mama menyukainya.
” Mama mau lagi kan? Ini ma…aaakkk…aaeemmm…” kembali mama memyambutnya dengan antusias batang penisku, dan dikulumnya bagai menikmati es krim.
Aksi konyol yang kulakukan pada mama memberikan sensasi sendiri bagiku, terutama saat dengan lahapnya mama mengulum batang penisku, sebuah aksi yang merangsang sahwatku, hingga kurasakan sepertinya diriku tak lama lagi akan mencapai puncak kenikmatan.
” Ma..Doni mau keluar nih… Doni keluarin di memek mama ya? Biar mama cepet hamil..nanti kan Doni punya anak..mudah-mudahan aja anaknya perempuan..biar bisa Doni entotin juga ma…” Astaga, sungguh tak percaya aku sanggup mengatakan itu, padahal pikiran sehatku dan hati nuraniku sesungguhnya tak ingin jika mama sampai hamil anakku, aku tak ingin punya anak, aku masih terlalu muda, dan aku masih ingin sekolah, Ah, sepertinya yang sedang berbicara tadi adalah nafsu birahiku. Atau sebenarnya hanya sekedar latah mengikuti apa yang dilakukan mama sebelumnya. Ah, tapi rasanya memang ada sensasi tersendiri dengan mengucapkan kata-kata yang sebenarnya sangat tabu itu.
” Iya sayang…keluarin peju kamu dimemek mama aja..dirahim mama..biar mama bunting ya sayang..” balas mama, menanggapi perkataanku.
Dengan masih dengan posisi yang cukup akrobatik, yaitu kedua kaki mama kutekuk hingga telapak kakinya menyentuh kepalanya, batang penisku kutelusupkan kedalam liang vaginanya, namun kali ini dengan posisi membelakangi mama. Dengan mengangkangi tubuhnya, pinggulku milai bergerak turun naik menggenjot batang penisku didalam liang vaginanya. Dari bawah mama hanya dapat melihat pantatku yang bergerak turun naik dengan berirama.
Sloopp..Sloopp.. Sloopp… Suara kocokan penis pada vagina bagai menyemangatiku dalam memacu pinggulku dengan kedua tangan yang bertumpu pada kedua paha belakang mama, hingga akhirnya kurasakan rasa nikmat tiada tara, rasa nikmat yang bersumber pada penisku yang menjalar hingga keseluruh sendi tubuh dan jiwaku, yang diikuti dengan semburan cairan kental yang menumpahi liang vagina mama, posisinya yang seperti itu membuat seluruh tumpahan air maniku tertampung seluruhnya didalam rahim mama.
” Aaaaaaaaaaggghhhhhhhhhhh……nikmaaaaaatttt…..” pekikku, dengan mata yang separuh terpajam dan mulut menganga dan diikuti dengan gerakan tubuhku yg mengejang-ngejang seiring semburan air mani.
” Iya..taburkan benihmu sayang…taburkan pejumu didalam rahim mamamu…yeesssssss….” balas mama, sambil kedua tangannya menekan-nekan bokongku dari belakang.
Beberapa detik kemudian gerakan tubuhku terhenti, bersamaan dengan terhentinya semburan spermaku kedalam rahim ibu kandungku.
Fuhhh…mau copot rasanya lututku ini, bersetubuh dengan posisi setengah membungkuk seperti tadi memang cukup memakan tenaga. Kini aku berbaring dilantai disamping mama, yang mengecupku dengan mesra sambil mengelus-elus batang penisku yang mulai mengecil.
” Duh, anak mama untuk hari ini udah dua kali klimaks nih… Waktu dimobil tadi udah muncratin peju kamu di lobang pantat mama, sekarang giliran dimemek mama deh… Masih terasa nih don, hangatnya peju kamu didalam memek mama”
” Iya nih ma…enak banget..Doni betul-betul puas…tapi pegel juga nih dengkul Doni…posisi kayak tadi bikin capek ma…”
” Gak apa-apa capek sedikit sayang… yang penting kan kita puas, dan yang pastinya kita happy…iya enggak?”
” Iya betul ma…Doni betul-betul happy ma…Doni ingin begini terus setiap hari jadinya..”
” Ya gak bisa dong sayang…kan ada papa…yang penting kita harus pandai-pandai mengatur dan menyiasatinya..udah deh, untuk yg satu ini biar mama yang atur…tugas kamu cuma ngerawat ini kontol jangan sampai hilang ya…kalo kontol ini sampai hilang, aduh bisa merana deh mama..hi..hi..hi..” ujar mama, sambil terus memainkan batang kontolku dengan sesekali meremasnya dengan gemas.
********
Tak terasa saat itu hampir pukul satu siang, tubuh telanjang kami masih berbaring diatas lantai, dan kami masih bermesra-mesraan bagai sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta.
Bagai seorang gadis yang tengah bermanja dengan kekasihnya, mama menyandarkan kepalanya diatas dadaku, seolah diriku adalah sosok yang dikasihinya, dalam artian kasih seorang gadis terhadap jejaka pujaannya.
” Ma, ngomong-ngomong Doni udah laper nih…mama gak laper? ” setelah melakukan aktifitas yang melelahkan namun sangat mengasikan tadi, tentu cukup menguras tenaga, buntut-buntutnya perutlah yang mulai terasa keroncongan.
” Iya sih, mama juga laper…tapi mama maunya begini terus aja don…plis ya don, sebentar aja…mama masih ingin berada didekapanmu sayang…duhai kekasihku kangmas Doni yang tampan…” ujar mama, dengan manja namun juga bernada menggoda, walau sedikit bernada gombal, namun aku sungguh menyukai rayuan mama itu.
” Ih, mama lebay deh…” ujarku, sambil mencubit hidung bangir mama.
” Aaaeeeng…biarin..” ih mama, koq jadi kayak anak abg gini sih.
********
Sekitar satu jam kemudian, setelah mama menghubungi petugas villa yang sebelumnya memberikan nomer telpon, seorang pria datang mengantarkan makanan, yang sepertinya adalah petugas deliverry order dari sebuah restoran disekitar wilayah ini. Dan tentunya kami sudah tak lagi telanjang seperti tadi.
Ayo dimamam sayang…katanya laper..” ujar mama, setelah menata makanan yang akan kami santap diatas meja makan.
Dengan lahap aku menyantap kentang dan ayam goreng cepat saji dari brand yang cukup populer itu, sebenarnya aku lebih menyukai makanan nusantara dari pada makanan cepat saji seperti ini, tapi apa boleh buatlah, ketimbang kami harus keluar villa untuk mendapatkan itu semua, lebih baik menunggu disini sambil bermesraan dengan mama, walaupun harus puas hanya mendapatkan ayam goreng, kentang dan setangkep nasi putih.
Dua potong ayam dan beberapa kentang goreng telah berpindah mengisi lambungku, kecuali nasi putih yang masih belum kusentuh, diseberang meja makan mama masih menikmati hidangannya, walau perhatiannya lebih tertuju pada ponselnya yang diletakan diatas meja.
” Nasinya dimamam dong sayang…” ujarnya, setelah melirik sebentar pada makananku, kemudian kembali perhatiannya terpusat pada smart phonenya. Ah, benda sialan itu sepertinya mulai mengalihkan perhatian mama deriku.
” Enggak ah…kalo disuapin sih mau..” jawabku asal, dengan sedikit ketus. sebenarnya hanya sekedar ungkapan dari rasa kesalku karna perhatian mama lebih tertuju pada pesawat handphonenya itu, bahkan selama makan tadi mama tak mengajakku ngobrol sama sekali, kecuali kata-kata terakhir tadi.
Sepertinya mama menyadari itu, seraya tersenyum dan mengalihkan perhatiannya dari ponsel, berganti menatapku dengan senyum manisnya.
” Beneran mau mama suapin?” sepertinya mama mulai menggodaku.
” Enggak koq ma…Doni cuma asal ngomong aja.. Abis mama sih, melototin hp terus..makanan mama aja cuma sedikit yang dimakan, mama malah kayak cuekin Doni…” Ah, mengapa aku sesensitif ini, bukankah yg dilakukan mama itu biasa, entahlah mungkin saja disaat-saat seperti ini aku tengah manja-manjanya dengan mama, dan tak ingin perhatian mama beralih dariku.
” Maapin mama deh sayang….eh mama serius lho, kamu mau mama suapin?” tawarnya sambil melirik kearah nasi yang belum kusentuh. Aku masih tak mengerti apa yang mama maksud, dan masih tak tau untuk menjawab apa, dan tiba-tiba mama berdiri, menggeser makanan diatas mejaku sedikit kepinggir, seraya duduk diatas meja tepat dihadapanku. Ah, sepertinya mama akan memberikan kejutan, itu dapat kulihat darj senyumnya, entah permainan apa lagi yang akan diberikannya, pastinya tak jauh dari hal yang asik-asik, apalagi kalau bukan seks, namun aku tetap masih belum tau, permainan seperti apalagi ini.
Sambil duduk diatas meja, mama meyingkap keatas dasternya. Seperti yang telah kuduga mama sudah tak lagi mengenakan celana dalam, sehingga vaginanya terpampang dihadapanku. Ah, sungguh menggodanya mama. Kedua telapak kaki mama ditumpukan diatas pahaku, yang saat itu hanya mengenakan celana pendek basket dengan atasan t-shirt tanpa lengan.
” Sekarang mama akan suapin kamu, dan mama jamin, pasti kamu akan suka…” ujar mama, seraya mengambil sejumpit nasi dari Styrofoam disebelahnya. Nasi dimakannya, namun hanya dikunyah, saat mengunyah tatapannya mengarah padaku yang masih bertanya-tanya apa yang selanjutnya akan dilakukan mama padaku.
” Buka mulutmu…” ujar mama, dengan mulut yang masih terisi oleh nasi yang baru saja dikunyahnya.
” Ayo buka…” ujarnya lagi, setelah aku hanya diam tanpa mengikuti apa yang diperintahkannya.
Sepertinya aku mulai mengerti apa yang akan dilakukan mama, mungkin ini yang dimaksudkannya menyuapi diriku.
Dengan ragu akhirnya aku membuka mulut dengan lebar. Kedua tangan mama memegang kedua pipiku, mengarahkan mulutnya yang terkatup tepat diatas mulutku yang menganga lebar. Seperti yang telah kuduga, mulut yang sebelumnya terkatup itu terbuka, menumpahkan isinya kedalam mulutku. hangatnya “bubur” buatan mama kurasakan memenuhi mulutku, namun aku masih belum menelannya.
” Ayo dimamam buburnya sayang….” ujar mama dengan lembut. Glek..segera kutelan semua yang diberikan mama, tandas tanpa tersisa. Ah, luar biasa.. ada sensasi nikmat kurasakan dengan apa yang diberikan mama padaku, yang membuatku ketagihan dan ingin mendapatkannya lagi.
” Sedap ma…lagi dong ma…cepetan…” pintaku, sambil kedua tanganku memegang paha mama.
” Iya kan? Mama udah duga, anak mama ini pasti ketagihan…” ujar mama, seraya mencubit pipiku.
Kembali mama menjimpit nasi dan mengunyahnya. Ah, mengapa rasanya begitu lama mama mengunyahnya, sepertinya aku sudah tak sabar menerima makanan yang dilepehkan langsung dari mulut mama. Sambil menunggu, tanganku beraksi dengan mengobel-ngobel liang vagjna mama yang tengah mengangkang didepanku itu. Sambil tetap mengunyah, mama menggelinjang menikmati jari telunjuk dan tengahku yang mengocok keluar masuk didalam liang vaginanya.
Beberapa saat kemudian kembali mama menumpahkan isi mulutnya kedalam mulutku yang kali ini langsung kutelan, seolah tak puas dengan rakus kulumat bibir mama hingga kami saling berpagutan beberapa saat.
” Lagi ma…sampai habis nasinya..” bisikku, usai kami saling berpagutan.
Akhirnya seluruh nasi habis berpindah kedalam lambungku, yang seluruhnya dilakukan dengan cara yang spesial oleh mama, Ah, betapa nikmatnya rasa nasi itu, seolah diri ini masih belum puas. Sensasinya itulah yang membuatku keranjingan. Setiap momennya itu bagiku begitu erotis, terutama saat cairan putih kental itu tertumpah kemulutku, rasanya aku ingin agar momen itu berlangsung lama
” Gimana sayang, enak kan? ” tanya mama, sambil tangannya membersihkan sisa-sisa nasi yg sedikit belepotan didaguku.
” Luar biasa ma… Pokonya mantap deh.. Mama memang hebat..”
” Siapa dulu dong…Mama gitu loowww…” ujarnya, seraya dirinya turun dari posisi duduknya diatas meja makan, dan kembali duduk dikursi, namun kali ini dia duduk tepat disampingku.
” Doni, tadikan sudah mama tunjukan padamu, bagaimana rasa kasih seorang ibu yang menyuapi makanan pada anaknya…” terang mama
” Iya ma…Doni tau, Terima kasih deh ma…” potongku
” Eit, tunggu dulu..mama belum selesai bicara.. Dan tidak cukup dengan hanya ucapan terima kasih..” ujar mama, sambil menudingkan jari telunjuknya kearahku.
” Terus harus dengan apa lagi dong ma? Apa dengan Doni harus giat belajar, patuh kepada orang tua, bukankah itu semua sudah Doni lakukan ma… Kan mama bisa liat sendiri dari nilai prestasi sekolah Doni selama ini… Doni juga gak pernah koq melawan atau membatah kepada mama atau papa, Doni selalu menurut…”
” Iya, mama tau…prestasi sekolah kamu selama ini cukup baik, bahkan sangat memuaskan..tapi kali ini bukan itu yang mama maksud…”
” Lalu harus apa lagi dong ma?” tanyaku, dengan wajah sedikit cemberut, namun dengan lembut mama membelai rambutku.
” Begini Doni.. Aduh, kamu jangan langsung jutek begitu dong sayang…” hibur mama, kali ini sambil mengelus lembut pahaku.
” Abis sih mama…pakai ngomong gak cukup dengan ucapan terima kasih segala…kayak apaan aja..” gerutuku, namun mama hanya tersenyum, seraya meremas batang penisku yang masih terbungkus celana pendek, yang membuat wajahku sebelumnya cemberut kembali tersenyum.
” Dengar Doni, mama ingin kamu menunjukan bakti nyatamu pada mama, tentu saja sesuatu yang mulia yang membuat mama bahagia..tapi mmmm… gimana ya? mama sebetulnya malu sih untuk ngomongnya..
” terang mama, namun sepertinya mama ragu untuk untuk meneruskannya, dan tentu saja itu membuatku penasaran.
” Emang apaan sih ma…ngomong aja kenapa sih ma..Doni jadi penasaran nih…” desakku.
” Ah, enggak deh..enggak jadi..” ujar mama, yang membuatku semakin penasaran.
” Aduh…mama ini..ngomong aja ma…plis deh.. Untuk mama, seberat apapun itu, pasti akan Doni coba lakukan deh kalau itu bisa menyenangkan hati mama…” desakku, sambil memegang kedua bahu mama. Ah, sepertinya mama tau kalau aku begitu penasaran.
” Oke deh..mama akan terus terang…tapi janji ya, kamu jangan kaget..”
” Enggak deh ma…suwer..” ucapku sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahku.
” Mmmm…begini Doni, obsesi mama selama ini adalah..mmm…mama ingin kamu pipisin muka mama…” terang mama, dengan agak malu-malu sambil menundukan wajah dan memain-mainkan jari jemarinya.
” Apaaa….” kagetku, mendengar apa yang dikatakan mama
” Tu kan…mama sudah duga, kamu pasti terkejut…kamu juga pasti menolaknyakan?” ujar mama, sambil memalingkan wajahnya dari diriku.
” Mama serius…? ” tanyaku memastikan
” Serius lah…apa kamu pikir mama hanya main-main… Gimana, kamu bersedia enggak menunjukan baktimu kepada mama…?” ujar mama. Aku berpikir sejenak untuk mempertimbangkan keinginan mama itu, mengencingi wajah ibu kandungku sendiri, betapa kurang ajarnya itu…tapi..Ah, kalau memang itu membuatnya bahagia mengapa tidak.
” Iya ma, Doni bersedia…” setujuku, yang serta merta wajah mama berubah sumringah dan langsung memeluk serta mengecup mesra bibirku.
” Aiiiihhhh…kamu memang anak mama yang baik dan berbakti…mama benar-benar bangga sama kamu…ayo sayang, cepetan dong pipisin wajah mama, mulut mama… mama juga mau minum pipis kamu lho sayang..plis dong cepet ya..” Ah, betapa bahagianya wajah mama mendengar persetujuanku itu, namun aku masih bingung bagaimana harus memulainya untuk menuruti keinginannya yang aneh itu.
” Tapi gimana caranya nih ma? ” tanyaku, bingung.
” Mmmm…Gini aja deh, kamu naik dimeja ini, terus berdiri diatas meja, dan mama duduk dikursi ini sambil membuka mulut.. Nah, nanti kamu pipisin deh mulut mama, oke? ngertikan?” terangnya
” Oke deh ma…Doni paham..” jawabku, seraya naik keatas meja makan.
” Eh, don…lebih baik buka aja semua pakaian kamu, mama juga koq..kita telanjang aja sekalian, biar sip gitu looww…” pinta mama, diikuti dengan melucuti dasternya hingga bugil, begitupun dengan aku yang juga melepas t-shirt dan celana pendekku.
” Ayo sayang…langsung dong, pliss..pliss.. mama gak sabar nih sayang…aaaakkkk..” mohon mama, sambil membuka mulutnya dengan lebar, sedang aku mulai memposisikan diri sebagaimana orang yang hendak membuang air kecil.
Seeerrrrrrrrrrr…..sambil berdiri diatas meja makan, air seni yang keluar dari penisku disambut oleh pekikan gembira saat pancuran pertama mengenai wajahnya. Sebagaian cairan hangat beraroma pesing itu masuk kedalam mulutnya yang menganga, dan langsung ditelannya dengan rakus. Ah, betapa liarnya mamaku, sungguh tak kusangka mama memiliki fantasi yang aneh seperti ini, namun entah mengapa aku sepertinya juga begitu menikmati, bagiku mama begitu seksi dan menggoda saat dengan antusiasnya menerima tumpahan air kencingku, seolah air kencingku adalah cairan yang maha berharga baginya, dengan hal itulah aku merasa tersanjung, sehingga ingin sebanyak-banyaknya aku menumpahkan air seniku diwajah dan mulutnya untuk dinikmati mama, yang sesekali juga digunakan untuk membasuh wajahnya, wajah cantik yang selama ini menjadi objek hayalku, dan kini wajah itu menjadi sasaran air kencingku, dan untuk itu pula dia sendirilah yang memintanya, bahkan memohon.
” Wuuuuwwwww…minum sudah, cuci muka sudah…sekarang keramas dulu ah….” pekik mama, sambil mengarahkan kepalanya dibawah pancuran air seniku, seraya kedua tangannya menggosok-gosok rambutnya.
Akhirnya air seni yang keluar dari penisku hanya tinggal satu dua, dan kemudian terhenti sama sekali.
” Fuuuuuhhhh….sedaaaaaapppppp….mama benar-benar puas don…kamu memang anak mama yang sungguh berbakti pada mama… terima kasih ya sayang…” ujar mama, mengekspresikan rasa puas dan rasa terima kasihnya padaku.
” Iya ma…sama-sama, Doni juga suka koq ngeliat mama minumin air kencing Doni kayak tadi, mama keliatannya hot banget deh, Doni jadi tambah nafsu sama mama…” balasku, seraya menghempaskan bokongku diatas meja makan, menghadap mama yang masih menyibak-nyibakan rambutnya yang telah basah oleh air seniku.
” Aaaiihhh…Doni… Mama senang sekali kalau kamu memang seperti itu sayang…” ujar mama, seraya memeluk dan mengecup bibirku.
” Ludahin mulut mama dong sayang…aaaakkkkkk…” pinta mama, diikuti dengan membuka mulutnya dengan lebar tepat dibawah wajahku yang saat itu duduk diatas meja makan. Untuk kegemaran mama yang satu ini aku sudah cukup familier, yang memang sebelumnya pernah kami lakukan dirumah.
Kuarahkan posisi mulutku tepat diatas mulut mama yang menganga, lalu kutumpahkan air ludahku tepat kedalam mulutnya, yang langsung diteguknya hingga tak tersisa.
” Lagi sayang….” bisiknya, dan kuturuti apa yang diinginkannya, hingga empat kali aku meludahi mulut mama sampai kurasakan tak ada lagi air liur dapat kuberikan pada mama.
” Terima kasih sayang…kamu benar-benar membuat mama bahagia…” ucap mama, seraya merangkul dan mulumat bibirku dengan kecupan liarnya yang membuatku gelagapan karna hampir terjatuh dari meja makan yang kududuki.
” Sekarang entotin mama lagi dong sayang….memek mama sudah gatel banget nih, pipismu tadi itu lho, yang bikin nafsu mama semakin tinggi..”
Akhirnya kusetubuhi mama dengan sekujur badan dan rambutnya yang masih basah oleh air seniku tadi, dan persetubuhan kami divilla itu terus berlanjut hingga esok hari, sebelum pada sore harinya kami kerumah tante Wiwik untuk menghadiri acara pernikahan putrinya. Ah, benar-benar saat yang tak akan pernah terlupakan olehku, saat-saat yang begitu indah, dimana aku bisa mewujudkan dan mengekspresikan segala fantasi seksualku pada mama, dan mama bukan hanya sekedar memenuhi apa yang aku inginkan, bahkan mama memperkenalkan padaku permainan-permainan yang mendebarkan namun sungguh mengasikan, yang membuatku bagai berada disurga yang maha nikmat bersama mama. Menurut mama, bahwa fantasi-fantasi seks yang direalisasikan padaku itu sebagian besar belum pernah dilakukannya pada papa, menurut mama dirinya malu untuk meminta pada papa, sedang denganku mama tak sungkan-sungkan untuk mengutarakannya, karna mama yakin kalau aku pasti akan memahaminya. Keterikatan batin sebagai ibulah yang membuatnya merasa yakin kalau aku dan mama memiliki kesamaan selera dan fantasi dalam soal seksual, dan itu memang terbukti, sehingga aku dan mama bagaikan gayung bersambut, keduanya saling mengisi dan saling memenuhi.
Dan hubungan terlarangku dengan mama tidak cuma sampai divilla itu saja, namun tetap berlanjut pada hari-hari berikutnya. Walaupun tidak bisa dikatakan terlalu sering, kami masih bisa menyempatkan untuk melakukannya, biasanya mamalah yang mengatur skenario agar tak tercium oleh papa, seperti halnya mama berpura-pura minta diantar olehku untuk pergi berbelanja ke super market, dan pastinya kami mampir terlebih dahulu kesebuah hotel untuk sekedar satu atau dua kali orgasme, untuk kemudian barulah menuju ke super market, alasan berputar-putar mencari barang atau sesuatu yang dibutuhkannyalah yang menjadi alasan saat papa menanyakan mengapa sampai begitu lama. Atau mama berpura-pura untuk mengantarku berangkat kesekolah, mamun tentunya kami akan menghabiskan satu kali orgasme terlebih dahulu didalam mobil yang telah kami parkir ditempat tertentu yang menurut kami cukup nyaman.
Dan masih ada beberapa skenario oleh mama yang cukup brilian untuk kami dapat berasik masuk dengan aman dan nyaman, dan tentunya puas lahir batin.
Sungguh naif sekali kalau aku menganggap hubungan istriku dengan Doni masih dalam batas kewajaran.
Tadinya aku masih berfikir kalau ini hanyalah perasaanku saja, suatu efek yang timbul karena hubunganku dengan Nanda, sehingga timbul kecurigaan kalau istriku juga melakukan hal yang sama pada anak laki-lakiku.
Namun saat sore itu aku memergoki mereka tengah berciuman didalam gudang belakang rumah, sepertinya kecurigaanku bukanlah sebuah su’udzon belaka, walaupun mereka berdalih tengah mencari sepatu lama istriku yang katanya berada didalam tumpukan barang bekas, tapi aku bukanlah bodoh, sikap gugup mereka tak bisa menyembunyikan itu, terutama Doni, anak itu masih terlalu hijau untuk dapat bersandiwara dengan baik. Satu lagi yang memperkuat keyakinanku adalah saat mbak Wiwik, kakak perempuanku yang tinggal diBandung mengatakan bahwa istriku baru tiba diacara pernikahan putrinya hanya beberapa saat sebelum acara resepsi berakhir.
Sial, padahal dia pamit denganku satu hari sebelum hari H, dengan alasan untuk membantu segala urusan tetek bengek acara hajatan itu. Nah, kalau begitu, satu hari semalam sebelumnya istriku dan Doni kemana saja, dan ngapain aja, kalau memang ada urusan lain mengapa dia tidak berterus terang saja padaku.
Untuk menanyakan semua itu kepada istriku rasanya aku tak berani, mungkin ketidak beranianku itu karena aku juga memiliki hubungan spesial dengan Nanda, dan bukan tak mungkin istriku juga mulai mengetahui hubunganku dengan anak gadisku itu, itu dapat kulihat dari sikap istriku beberapa hari ini yang seolah begitu kaku.
Seperti halnya malam ini, semenjak berada dikamar ini tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, bahkan kini dia sudah terlelap dengan posisi memunggungiku.
Kalau memang istriku dan Doni memiliki hubungan seperti halnya aku dan Nanda, Ah, betapa bejatnya keluargaku ini, entah keluarga macam apa ini, ah..tidak, rasanya aku tak perlu memponis keluargaku dengan pandangan seperti itu, lebih baik aku membangun sebuah keyakinan bahwa yang aku lakukan ini adalah suatu kelaziman belaka, toh aku tak pernah memaksa anakku, dia menikmatinya, bahkan teramat sangat. berbeda dengan apa yang sering aku temui dalam berita, tentang seorang ayah yang memperkosa putrinya hingga berbulan-bulan, nah..yang seperti itu barulah memang tindakan biadab.
Saat ini telah menunjukan jam 11 malam, kuperhatikan istriku dengan seksama untuk memastikan kalau dia memang benar-benar telah tertidur. Hmmm…sepertinya dia memang telah pulas, kini saatnya menjumpai si jantung hatiku, si pemuas nafsuku yang paling sempurna, ya dialah Nanda, putri kandungku, yang beberapa minggu belakangan ini benar-benar membuat hidupku serasa lebih indah dan lebih bergairah.
Dengan mengendap-endap dan kaki agak berjinjit aku melangkah keluar kamar, kubuka pintu kamarku dengan perlahan untuk meminimalisir suara deritan pintu yang dikawatirkan dapat terdengar oleh istriku.
Kini aku telah berada didepan pintu kamar anak gadisku, setelah tengak-tengok kiri kanan kubuka pintu yang memang tak dikunci, karna sore tadi secara diam-diam aku telah membisikan padanya bahwa malam ini aku akan menyambangi kamarnya untuk sebuah kenikmatan, dan dengan wajah berbinar dia menjawab “oke deh pa…Nanda juga udah kangan sama si dede’…Nanda tunggu ya pa..” jawabnya, sambil meremas penisku. Ah, dasar anak itu, untung tadi tak ada orang lain disekitar situ.
Pintu kubuka dengan perlahan, dan…woowww..putriku memang penuh dengan kejutan, kali ini kudapati dirinya tengah menungging diatas ranjang dengan tanpa selembar benangpun, rambutnya dikuncir dua dengan pita merah jambu sehingga membuatnya makin terlihat imut dan menggemaskan.. dan apa itu yang dikulumnya? Ah, ternyata permen Loli pop, saat aku kecil dulu sih aku menyebutnya permen kojek, sejenis kembang gula seukuran buah anggur memiliki tangkai yang dipegang oleh tangan kirinya.
Fuiihhh…bokongnya itu, begitu menantang dengan posisi menungging seperti itu, vaginanya terjepit diantara dua pahanya, hingga menggambarkan garis vertikal pada bagian tengahnya, serta bibir vaginanya tampak tembem karna jepitan pahanya.
Dan liang imut diatasnya itu, liang yang selama ini justru sering dimintanya untuk kugasak dengan batang penisku. Ya, liang anusnya, pada liang itulah justru putriku lebih menikmati hantaman kontolku, walau aku tetap masih sering menggenjot lubang vaginanya, bagiku orgasme didalam liang vaginanya lebih nyaman, ada kenikmatan tersendiri saat menaburkan benih-benihku kedalam rahim putri kandungku, entah sudah beberapa kali saja rahimnya itu menampung sepermaku.
” Selamat malam papa sayang…ayo pa..Nanda udah kangen nih…” ucapnya, seraya kembali mengulum loli pop ditangannya.
” Iiihh…kamu ini makin gemisin aja sih sayang…” gemasku, seraya kurebut permen loli pop dari tangannya.
” Aaaeeeng…papa jangan diambil dong. Kembaliin…” rengeknya.
” Ssssstttt….tenang aja sayang..permennya papa buat lebih enak lagi deh…pasti kamu suka…” jawabku, seraya kutancapkan permen itu kedalam liang anusnya yang menantang.
” Zzzzzz….aaaaggghhhhh… Papa ada-ada aja nih…” desahnya, saat permen itu kugerakan maju mundur dengan memegang tangkainya.
” Nih sayang…sekarang kamu ma’em lagi ya…aaeemmmm..” kusuapi kembali permen yang baru saja “bertamasya” didalam liang anusnya itu. Setelah beberapa saat dikulum, kembali kutarik keluar dari mulutnya.
” Gimana sayang…tambah enak kan? ” tanyaku.
” Sedap pa..nikmaaaatt… Lagi dong pa..pliss..” mohonnya lagi, segera kembali kumasukan kedalam liang anusnya, lalu kukocok beberapa saat. Pluuppp… kembali kutarik keluar, namun kali ini kumasukan kedalam mulutku dan kukulum beberapa saat. Mmmm…ada sensasi tersendiri menikmati permen yang “dibumbui” oleh aroma anus anakku ini.
” Papaaaa….koq dimakan sih…itukan punya Nanda…” protesnya, dengan ekspresi wajah cemberutnya.
” Ih, kamu ini pelit banget sih.. Papa kan juga mau coba’in permen rasa anus kamu sayang…” jawabku, seraya kumasukan kembali kedalam liang anusnya. beberapa saat setelah kukocok kumasukan kembali kedalam mulut putriku yang tengah cemberut itu.
Setelah beberapa kali aksi seperti tadi kuulangi, nafsu birahiku yang sebelumnya memang tengah tinggi kini semakin bertambah tak terbendung, seraya kulucuti semua pakaian yang melekat ditubuhku hingga bugil.
” Duh..anak papa ini bikin papa makin gemes aja…papa udah gak tahan nih sayang…” seraya kuarahkan batang penisku yang telah berdiri tegak didepan liang anusnya yang menganga.
” Iya pa…Nanda juga udah gak nahan nih…ayo pa, masukin aja dede’nya… keanus Nanda ya pa…” pintanya, seraya kembali mengulum permen loli pop yang kini kembali dipegangnya.
” Iya anak nakal…papa tau deh yang kamu suka..” ujarku, seraya kutancapkan penisku kedalam liang duburnya.
Plok..plok..plok…suara tepukan paha kami mulai berbunyi, yang menandakan tengah terjadinya penetrasi batang penisku didalam liang pelepasannya.
” Mmmmm…nyemmm…nyemmm…enak pa…terus pa..genjot yang kenceng pa…yang dahsyat ya pa…mmmm…” gumamnya, dengan permen yang masih dalam kulumannya.
Ah, mengapa bagiku begitu seksinya putriku dengan ekspresi seperti itu, perpaduan antara kepolosan seorang bocah dengan kebinalan seorang wanita yang begitu gandrung akan hantaman batang kontolku pada anus dan vaginanya.
” uuuggghhhh….kamu memang menggemaskan ya sayang…selalu bikin papa makin tergila-gila aja…nih rasakan hantaman kontol papamu…huhghh…huhghh..huhghh…” seraya kuhantamkan bokongku dengan sekuat tenaga hingga tubuhnya yang menungging berguncang-guncang hebat, begitupun dengan ranjang yang kami gunakan mulai menimbulkan bunyi berderit dari sambungan kayunya. Bagai seorang kusir yang tengah memacu delmannya, kugunakan kedua rambutnya yang tekuncir sebagai pegangan dengan kedua tanganku.
” Hiiaaaahhhhh….nih rasakan sayang…huuhhkk…huuhhkk..huuhhkk..” ujarku, sambil terus mengayuh, dan peluhpun telah membanjiri sekujur tubuhku.
” Iya pa, ashhik.. paa..teruuhhuss…uuhh..uuhhhh..henahak..pa..ah..a h…” Gumamnya, dengan suara yang terputus-putus karna goyangan tubuhnya yang begitu hebat.
Hingga beberapa saat kemudian kurasakan sesuatu ingin merangsak keluar dari diriku, ya..orgasme yang sepertinya memang telah diujung tanduk.
Segara kutarik keluar batang penisku pada lubang anusnya, tubuhnya yang masih dalam posisi menungging dengan kasar kudorong hingga telentang, seraya kumasukan batang penisku pada liang vaginanya yang memang telah becek oleh cairan birahi.
” Papa ingin keluarkan air mani papa didalam rahim kamu sayang..didalam memek kamu duhai putri kandungku yang nakal…” gumamku, seraya kukayuh bokongku naik turun, sehingga menimbulkan suara berkecipak yang gaduh.
Permen loli pop yang masih dikulumnya segera kurebut dan kucampakan dibawah ranjang, sebagai gantinya adalah mulutku yang melumat dengan rakus bibir mungilnya.
Lidahku mulai bergerilya mencari-cari didalam rongga mulutnya, manisnya permen masih dapat kurasakan pada mulutnya, yang saat ini tengah kuhisapi lidahnya.
Hingga beberapa saat kemudian tubuhku mengejang, kayuhan bokongku semakin cepat dan bertenaga, dan diikuti dengan semburan cairan kental dari penisku yang menyirami rahimnya. Crootttt….croottt…crotttt… Lima hari aku tak berhubungan badan, baik dengan dia maupun istriku membuat air mani yang kutumpahkan didalam liang vaginanya cukup banyak.
” Peju papa yang keluar banyak ya pa… Emangnya papa mau bikin ade ya? hi..hi..hi…” ujarnya, yang membuatku kaget mendengarnya.
” Husss…ngomong apa kamu..” balasku, yang kini telah menghentikan kayuhan bokongku, dan hanya mendiamkan penisku yang masih bersarang didalam liang vaginanya.
*******
” PAPAAAAAA…..Apa apaan ini….” terdengar teriakan dengan nada marah dari arah pintu kamar, dan betapa terkejutnya aku, ternyata sumber suara itu adalah dari istriku yang saat itu berdiri didepan pintu sambil menatap kami yang tengah dalam posisi saling bertindihan dan batang penisku masih tertanam dalam liang vagina putriku.
” Eh, mama…anu ma..anu..” jawabku gugup, seraya kucabut batang penisku dari liang vaginanya. Celana piyama yang berserak diranjang segera kuraih, dan dengan tanpa lagi menggunakan celana dalam segera kukenakan.
” Begini sebenarnya ma…anu..itu lho…” gugupku, hingga tak tau harus berbicara apa selain hanya bergumam tak jelas.
” CUKUUUPP….! Nanda, sekarang kamu keluar…” bentak istriku, seraya menghardik Nanda yang masih berbaring telanjang diatas ranjang.
” Tapi ma…Nanda kan masih kentang..tanggung ma…” Ah, sungguh keterlaluan sekali anakku ini, dalam keadaan seperti ini masih bisa-bisanya dia memperhitungkan birahinya yang masih belum klimaks.
” Keluar mama bilang..!” bentak istriku lagi, yang segera diikuti oleh Nanda yang ngeloyor keluar sambil menenteng pakaiannya.
Sepeninggalan Nanda, aku hanya bisa duduk diranjang dengan wajah tertunduk, namun kali ini hatiku tak terlalu merasa gentar, dan memang tak perlu untuk merasa takut dengan istriku yang memergoki aku dan Nanda sedang berhubungan badan seperti tadi, toh aku juga telah memegang kartu dirinya, kartu As yang siap kubeberkan saat dia memprotes semua ini.
Sambil berdiri istriku menatapku, seraya menghempaskan bokongnya dikursi belajar anakku yang sebelumnya telah digeser untuk didekatkan kearahku.
” Pa, papa itu sadar enggak sih…Nanda itukan anak kita, anak kandung papa sendiri..koq papa bisa-bisanya sih….” paparnya, yang langsung kupotong sebelum ucapannya selesai.
” Owwhh…jadi kalau kamu yang melakukannya dengan Doni gak apa-apa ya…begitu?” akhirnya kartu As itu keluar juga, yang diikuti dengan raut wajah kaget istriku.
” Ja..jadi..jadi papa sudah tau..? ” ujarnya gugup, dengan wajah yang mulai pucat.
” Bagaimana aku tidak tau…aku bukan orang bodoh ma… Apa yang mama lakukan digudang tempo hari dengan Doni, dengan begitu nafsu mama melumat bibirnya sambil tangan mama merogoh kedalam celana pendeknya, dan Doni juga merogoh kedalam celana dalam mama kan? barangkali jari tangannya sedang mengobel memek mama…iya kan? Lalu saat mbak Wiwik menikahkan anaknya, mama sama Doni berangkat dari rumah satu hari sebelumnya, dengan alasan mau bantu-bantu urusan persiapan pernikahan, sedangkan mbak Wiwik bilang mama baru hadir hanya beberapa saat sebelum acara resepsi selesai…lalu yang sehari semalamnya kemana aja mama sama Doni? Dan bukan hanya itu, masih banyak tingkah laku kalian berdua yang membuat papa curiga…namun papa sengaja hanya berdiam.. Ya, diamnya papa semata-mata karna memang papa punya hubungan khusus dengan Nanda, sehingga papa tak akan munafik dengan mengusik hubungan kalian, walau sebenarnya hati kecil papa merasa terusik juga dengan hal itu.. ” istriku hanya menunduk mendengar “serangan”ku yang cukup gencar itu, sedang dari matanya mulai tampak berkaca-kaca.
” Jadi papa menganggap mama munafik?” tanyanya, dengan masih menunduk, namun aku hanya terdiam tak menjawab pertanyaannya.
” Ta..tapi Nanda kan perempuan pa…kalau dia sampai hamil bagaimana?” tanyanya lagi
” Ooowwhh.. Jadi karna Doni laki-laki, menurut mama enggak apa apa gitu? ” ujarku, dia tak menjawab perkataanku itu, kecuali menatapku sesaat lalu kembali tertunduk, begitupun dengan diriku yang juga hanya bisa menunduk dan tak tau harus berbuat apa untuk dapat menemukan solusi yang tepat dalam menengahi ini semua.
Akal sehatku tentu berharap kalau hubungan kekeluargaan kami tidak terjadi konflik apalagi perpecahan akibat semua ini. Untuk beberapa saat kami masih saling terdiam, dan aku mulai menyesali atas hubungan terlarangku dengan Nanda.
Ah, mengapa aku sampai sebodoh itu hingga bisa menjalin hubungan sebagaimana layaknya suami istri dengan anak kandungku sendiri. Dan istriku? Kenapa juga dia melakukan hal yang sama.
Akhirnya kami saling bertatapan, namun masih saling terdiam, hingga kembali menunduk, hanya beberapa saat kami kembali bertatapan, kali ini cukup lama, hingga kulihat bibirnya yang sebelumnya hanya terdiam kkni mulai membentuk senyuman, yang juga aku balas dengan senyum, dan bibir itupun mulai tertawa, hingga akupun juga ikut tertawa, kami saling tertawa, tepatnya mentertawakan diri kami sendiri yang telah berbuat bodoh dengan melakukan hubungan incest yang sebenarnya hanya patut dilakukan oleh orang-orang barbar yang tak memiliki norma-norma dalam kehidupannya.
Akhirnya tawa kami terhenti, perasaan pasrah dan menerima sepertinya telah berteduh pada diri kami, sehingga kami mulai dapat berpikir dengan kepala dingin dan tak perlu lagi untuk saling menyalahkan.
Yang terpenting sekarang bagaimana caranya agar hubungan keluarga kami tetap harmonis dan tetap terhormat dimata masyarakat.
” Terus, kalau sudah begini, gimana selanjutnya pa? ” tanya istriku, setelah puas tertawa.
” Yah, kita jalani saja semuanya ma…kita ikuti alur permainan yang telah kita mulai ini..”
” Maksudnya?” tanya istriku, kali ini dia duduk diranjang tepat disampingku.
” Ya, kita anggap saja semua ini sebagai hal yang wajar, mama tetap bisa main sama Doni, dan papapun tetap bisa main dengan Nanda, dan kita tidak perlu lagi main kucingan-kucingan seperti selama ini..namun semua ini hanya menjadi rahasia kita sekeluarga..dan mama juga harus yakin bahwa yang kita lakukan ini bukanlah suatu aib, dan jangan sekali-kali kita merasa bahwa yang kita lakukan ini adalah suatu tindakan asusila, dan itu akan kita tanamkan pada diri anak-anak kita, sehingga mereka tak perlu rendah diri..pokoknya selama yang kita lakukan adalah didasari atas suka sama suka dan tanpa paksaan semuanya tak ada yang perlu kita risaukan.. mmm..ngomong-ngomong mama enggak pernah memaksa Doni untuk begituan sama mama kan? ” terangku, yang didengarnya dengan penuh perhatian.
” Ya, enggak dong pa…malahan si Doni sendiri tuh, yang kayaknya udah ngebet banget sama mama…” sanggah istriku.
” Tapi kamu juga suka kan?” tanyaku, dengan nada menggoda.
” Ah, papa..ya iya lah… Eh, si Doni itu begini lho pa…” ujarnya, diikuti dengan mengacungkan ibu jarinya.
” Ih, dasar kamu…suka ya, dapet brondong…” godaku, seraya mencubit hidungnya, yang diikuti dengan tangannya yang mulai merangkul pinggulku.
” Ah, sama…papa juga tuh dapet ABG…pasti kontol papa nih yang merawanin Nanda.. iyakan?” ujarnya, diikuti dengan meremas batang penisku yang terbungkus didalam celana setelan piyamaku.
” Eh, pa..mmm..nanti kalau keluarga kita telah terbuka seperti penjelasan papa tadi, lalu Doni sama Nanda juga saling entot-entotan gimana pa? ” tanya istriku.
” Ya biarin aja lah, kalau mereka suka sama suka…apa salahnya sih? Emang kenapa..kamu keberatan?” terangku.
” Enggak…aku cuma tanya aja koq…” jawabnya.
” Tapi kalau Nanda sampai hamil bagaimana pa?” tanyanya lagi
” Mmmm…begini aja ma, kalau nanti dia hamil, untuk sementara kita suruh dia berada dirumah saja, soal ketinggalan pelajaran itu bukanlah masalah, papa bisa atur agar Nanda tetap naik kelas, toh dia juga anak yang cerdas, aku bisa mendapatkan materi-materi pelajaran untuk Nanda agar dia tetap bisa belajar dirumah, nanti kalau ada famili kita yang tau, bilang saja kalau Nanda dihamili oleh teman laki-lakinya yang tak mau bertanggung jawab, dan setelah ia melahirkan, semuanya beres, dia bisa kembali lagi kesekolah dengan alasan bahwa selama ini dia tinggal dirumah neneknya di Jogja karena suatu hal..?” terangku.
” Terus gimana dengan anaknya?” tanya istriku.
” Ya, kita rawat lah…kita besarkan dia dengan penuh cinta dan kasih sayang…” jawabku
” Sepertinya papa begitu yakin deh kalau Nanda bakalan hamil, sampai-sampai papa telah memiliki rencana seperti tadi, emangnya selama ini peju papa selalu dikeluarkan didalam ya pa?”
” Iya ma…cukup sering, abis kayaknya ada sensasi sendiri gitu lho ma…saat numpahin peju papa didalam rahimnya itu…ah, kayaknya gimana gitu…”
” Ah, dasar papa…” ujarnya, seraya mencubit perutku.
” Oh iya, kalau mama gimana? Apa Doni juga keluarin didalem…?”
” Ya, begitulah..pa..” jawabnya
” Begitulah, bagaimana?” tanyaku untuk meyakinkan.
” Ya, si Doni itu lho pa…sering ngeluarin pejunya didalem memek mama…mana pejunya banyak banget lagi…” terangnya, Ah, entah mengapa gairah seksku kembali bangkit mendengar ceritanya itu.
” Alaaaahh…paling mama juga yang suka kaliiii…ngaku deh…” desakku
” Hi…hi..hi…tau aja nih papa, iya juga sih pa…kayaknya alasannya sama deh sama yang papa katakan tadi, sepertinya ada sensasi sendiri kalau anak kandung kita menaburkan benihnya kedalam rahim dimana dulunya dia berasal.. Sesuatu banget gitu lho pa…” terangnya, sepertinya perasaan kaku dan canggung diantara kami telah benar-benar sirna, berganti dengan perasaan bebas dan lepas dalam mengungkapkan perasaan hati kami, yah..memang hal yang seperti inilah yang aku harapkan.
” Ih, dasar mama…mau bikin anak ya?”
” Sebetulnya enggak juga sih pa… sejujurnya sih mama malah begitu kawatir kalau sampai hamil, tapi entah mengapa ya pa, saat si Doni klimaks itu lho…eh, mama malah suka ngoceh begini…ayo sayang hamilin mama…buntingin mama sayang…buntingin ibu kandungmu ini…aduh gila deh pa…mama jadi malu sendiri kalo inget… Ya itu dia pa, saat mama sedang tidak horny mama merasa malu telah bertingkah seperti itu, tapi begitu horny seolah lupa segalanya…”
” Gak apa apa deh ma… mama gak perlu kecil hati dan merasa bersalah, itu adalah fantasi mama yang memang ingin sekali dibuntingin oleh anak kandung mama…iyakan? ayo ngaku…”
” Iya juga sih pa….sensasinya itu lho pa…gimana ya? Sulit dilukiskan… Ah, betapa indahnya dihamilin anakku sendiri…” Ah, benar-benar edan juga rupanya fantasi istriku ini.
” Kalau mama memang suka, papa sih setuju-setuju saja mama dapat anak dari Doni, konsekuensinya malah lebih mudah dan gak seribet kalau Nanda yang hamil, kalau mama betul-betul telah hamil, kita bilang saja kalau aku adalah ayahnya, bereskan…” paparku.
” Betul pa? Serius nih? ” tanya istriku, sambil menggenggam pegelangan tanganku, seolah ingin mendapat kepastian yang kebih meyakinkan. ” Ya betul dong ma…apa papa keliahatan seperti main-main…”
” Aiiihhh…papa memang baik banget deh, mama semakin sayang aja sama papa….” ujarnya, diikuti dengan mengecup pipi kiriku.
” Makin sayang sama papa atau sama Doni?” godaku.
” Ya beda dong pa…kalau sama Doni kan sayangnya seorang ibu kepada anak…” jawab istriku.
” Sayang seorang ibu pada anak koq pake acara entot-entotan..” godaku lagi
” Ih, papa rese deh…mama cubit nih, iihh…”
” Auuuwww…sakit ma aduh…ampun deh…” walau aku telah memohon, namun istriku tetap menyubiti perutku, hingga kubalas dengan menggelitiki ketiaknya yang memang hanya mengenakan daster tanpa lengan, sehingga kami saling tertawa cekikikan untuk beberapa saat.
” Oh iya pa…kemana tadi si Nanda, kasian tuh kayaknya tadi dia benar-benar tanggung deh pa.. Mmmm.. apa papa mau entotin Nanda lagi sampai dia klimaks…? ” tawarnya
” Iya juga sih ma… Tapi mama keluar dulu dong…” pintaku
” Aduh, gak usah deh pa…mama juga mau liat aksi anak kita itu, apa dia bisa menandingi kehebatan mamanya dalam soal ngeseks…”
” Wah, mama belum tau Nanda sih…”
” Apa maksud papa…mama jadi tambah penasaran nih, apa sih hebatnya si Nanda…mama panggil ya pa….?”
” Ya, terserah kamu…”
” Nandaaaaaa…..kesini sayang…mama udah enggak marah lagi koq….” teriak istriku, sebuah teriakan yang mengawali babak baru dari kehidupan seks keluarga kami yang lebih bebas dan demokratis.
Dengan canggung Nanda memasuki kamarnya, kamar yang aku dan istriku kini tengah duduk diatas ranjangnya.
” Ada apa lagi ma?” tanyanya, sambil menundukan wajah imutnya.
” Aduh…kamu jangan murung begitu dong sayang…mama betul koq udah gak marah lagi, tanya aja tuh sama papa…”
” Iya Nanda, mama udah gak marah lagi koq… ” ujarku, untuk lebih meyakinkan ucapan istriku kepada Nanda, yang saat itu telah mengenakan daster tipis yang sempat diraihnya tadi ketika istriku menyuruhnya untuk keluar. Dari balik dasternya itu terbayang jelas kalau dia sudah tidak mengenakan pakaian dalamnya yang memang masih berserakan diatas ranjang ini.
” Iya Nanda, mama memang sudah gak marah… Oh iya Nanda, tadi kamu bilang kamu masih kentang ya? Kamu mau dientotin lagi sama papa? sampai kamu puas… Mau ya sayang..mama juga mau liat nih aksi kamu, papa bilang kamu hebat, mama jadi penasaran nih..sehebat apa sih anak mama ini…” Ah, dasar istriku ini, omongannya itu lho.
” Be..benar nih ma? ” tanya Nanda, dengan sedikit ragu. Dari wajahnya terkesan kalau putriku ini sepertinya heran dengan perubahan sikap istriku yang berubah drastis seperti ini.
Bagaimana tidak, beberapa menit lalu istriku masih begitu marahnya hingga menyuruhnya keluar kamar, sedangkan saat ini justru terlihat begitu binal dan mesum.
” Ya bener lah…ayo pa, langsung buka dong celanamu itu, Nanda kan mau dientot tuh…iyakan Nanda?” segera kulepas celanku, sehingga batang penisku yang sebelumnya telah layu karna baru saja mencapai klimaks beberapa menit lalu kini kembali berdiri tegak, kata-kata vulgar istriku itulah yang kembali membangkitkan birahiku.
” Ih, mama… Nanda gak biasa ngomong seperti itu lho ma…” ujarku kepada istriku, yang menurutku sepertinya Nanda tak terlalu familier dengan kalimat-kalimat vulgar yang hanya dapat didengar diterminal atau kawasan kumuh.
” Ngomong seperti apa? Maksudnya ngomong ngentot gitu? Ya, gak apa-apa dong pa…Nanda harus membiasakannya..kan malah hot didengarnya…papa juga suka kan kalau mama ngomong seperti itu…”
” Iya, papa memang suka..tapi Nanda belum terbiasa ma..nanti malah Nandanya BT lagi…” ujarku, kawatir Nanda justru malah merasa risih dengan kalimat vulgar istriku.
” Enggak koq pa…Nanda malah suka koq..” potong Nanda
” Tuh kan pa…Nanda juga suka koq.. Ayo sayang, kasih liat mama bagaimana kamu ngentot sama papamu…”
” Oke deh ma…” ucap Nanda, seraya melepas daster yang membungkus tubuhnya hingga kembali dirinya bugil.
Ah, hanya beberapa detik saja anak itu yang sebelumnya tampak ragu dan gugup didepan istriku, kini justru begitu rileks.
” Ayo, papa sekarang telentang..” dengan sekali dorongan oleh Nanda, tubuh telanjangku kini berbaring telentang diatas ranjang dengan batang penis mengacung tegak.
Dengan sigap gadis itu berjongkok mengangkangiku, seraya menggenggam batang penisku dan diarahkan ujungnya pada liang anusnya. Bless…hanya sekali dorong dengan mudahnya batang bazokaku menembus liang anusnya, yang dengan lincah tubuh anak gadisku itu mulai bergerak turun naik dengan kekuatan dan kecepatan tinggi.
” Wooowwww….Nanda, kamu ternyata suka anal juga ya..? ” Kejut istriku, saat dilihatnya Nanda yang telah begitu handal mendemontrasikan aksi anal seks dengan cara woman in top seperti itu.
” Iya ma…Nanda memang lebih suka dientot lubang anusnya ketimbang memeknya…iyakan Nanda? ” celetukku, sambil menikmati genjotan Nanda yang mengocok penisku dengan otot-otot anusnya.
” Betul ma… Nanda lebih suka kalau sidede masuk kedalam lubang anus Nanda, ketimbang didalam sipuss…”
” Ah, dasar anak mama ini ternyata binal banget ya…pantesan nih papanya betah banget ngentotin kamu..”
” Oh iya ma… Orgasme yang didapat Nanda sebagian besar dialaminya saat anal seks lho ma..” terangku, sekedar memberikan informasi kepada istriku.
” Masa’ sih…mama aja belum pernah tuh orgasme saat anal seks, walau mama juga suka anal, tapi tetap saja mama baru bisa orgasme kalau memek mama dientot…”
” Itulah hebatnya Nanda ma…” pujiku, yang membuat Nanda semakin bersemangat memompakan bokongnya naik turun, yang diikuti dengan erangan dan desahan keluar dari mulutnya.
“Aauuuggghhhhhh…huuhhgghh…huuhhgghh…huuhhggh h…sedaahhaaapp….hugh..hugh..hugh…” gumamnya, sambil kedua tangannya meremasi buah dadanya sendiri yang masih ranum dengan puting merah jambu.
Melihat aksi yang dilakukan putriku, sepertinya istriku mulai larut dan terbawa kedalam alunan birahi yang tengah kami mainkan, itu dapat kulihat dari ekspresinya yang begitu mengharap.
” Aduh pa.. Mama gak nahan nih…” Ujar istriku, seraya melepaskan celana dalamnya.
Kini istriku berbaring disampingku, dengan pandangan tertuju pada Nanda yang masih memompakan bokongnya sambil berjongkok, tangan kanannya mulai mengusap-ngusap vaginanya sendiri, dan hanya beberapa saat setelah itu, jari tengah dan telunjuknya mengobel-ngobel liang vaginanya.
Ah, betapa nikmatnya berhubungan badan dengan putriku sambil disaksikan oleh istriku, yang juga adalah ibu kandungnya, terlebih lagi reaksi istriku yang tengah horny seperti itu.
Istriku sedikit bergeser dan merebahkan kepalanya diatas bantal yang sama yang kini tengah kugunakan, sehingga praktis kami saling berdampingan dalam satu bantal.
” Aduh enaknya ngentotin lubang pantat anak sendiri…” bisiknya ditelingaku.
” Zzzz….aaaahhhh…ya enak dong ma.. Mama kan juga udah dapet yang enak-enak sama Doni, iyakan? Aauuugghhhh…” ujarku, yang diselingi desahan nikmat karena aksi yang diberikan Nanda.
” Iya pa…Doni itu bikin mama ketagihan deh pa, kontolnya juga gak kalah sama papa..terus mainnya itu lho pa..mmmm…Ah, susah deh ngejelasinnya…pokoknya top abis deh si Doni itu pa..” terangnya, Sial.. Seharusnya aku cemburu mendengar ceritanya itu, tapi mengapa aku justru merasakan yang sebaliknya, aku semakin ingin mendengar bagaimana istriku dan Doni melakukan petualangan seksnya.
” Ceritakan dong ma..bagaimana mama dan Doni selama ini ngesek..” pancingku, sambil tetap menikmati empotan dan kedutan otot-otot anus Nanda pada batang penisku.
” Iya deh, mama ceritakan…tapi papa jangan cemburu ya…mmm..yang mana ya? abis banyak sih.. Mmm..yang di Villa Bandung aja deh, soalnya itu yang paling berkesan untuk mama.. satu hari satu malem gitu looww… ”
” Mmm…ini pasti yang pakai alasan mau kepernikahan anaknya mbak Wiwik itu, iyakan..?” tuduhku
” Ya, begitu deh… Maaf deh pa.. Oh iya pa, waktu kami masih masih dimobil aja pa, Si Doni itu udah enggak sabaran banget, eh, masa’ mama disuruh telanjang sambil nyetir, gila enggak tuh? ”
” Terus mama mau?” ” Ya, mau juga sih pa…tapi Si Doni juga telanjang lho pa…”
” Terus…”
” Ya, untuk beberapa saat mama dan Doni telanjang selama melintasi tol Cipularang…”
” terus..”
” Terus…Ah, dasar si Doni enggak sabaran…masa’ dia ngentotin lubang pantat mama dari belakang sih, gila enggak tuh pa?…tapi mama suka sih…jadi kira-kira lima menit Doni menancapkan kontolnya dilubang anus mama sambil mama menyetir…Aaaahhhh…so sweet.. Doni memang romantis..” Sial, kaya’ gitu koq romantis, tapi aku justru semakin terangsang oleh ceritanya itu.
” Jadi, Doni juga menganal mama? ”
” Ya, iya lah pa…dia menyodomi mama, sampai banyak banget lagi pejunya yang keluar didalam lubang anus mama..”
” Terus…”
” Ya, terus…pejunya mama cicipin pa… Eh, dia terpukau lho pa, saat mama makanin pejunya…”
” Terus..”
” Ah, papa terus terus melulu nih… Papa gak tau kali ya, kalau mama tuh lagi horny berat, papa sih enak sekarang lagi dientotin sama Nanda tuh…” sejurus kemudian istriku bangkit, seraya berdiri diatasku sehingga aku dapat melihat vaginanya yang mengintip dari sela-sela pahanya.
Entah apa yang akan dia lakukan selanjutnya, woww..sambil berdiri dia mengangkangi wajahku, semakin jelas kulihat vaginanya dari sini, dan bertambah jelas saat dia menyingsingkan dasternya sampai kepinggang, hingga bokongnya yang bulat bak gitar spanyol seperti menantangku.
Dan, ah..ini yang aku suka, rupanya dia berjongkok tepat diatas wajahku, sehingga liang vaginanya yang menganga kini berada tepat didepan mulutku.
” Ayo pa…jilatin memek mama dong pa…” pinta istriku, yang posisinya kini berhadap-hadapan dengan Nanda yang masih berpacu memompakan bokongnya naik turun.
Lidahku mulai menjulur, menjilati liang vagina yang mulai basah oleh cairan birahi. yess..ibu dan anaknya kini tengah kunikmati secara bersamaan.
” uuuggghhhhhh…iya pa…enak pa..aaaaauuuggghhh..mmmhhhh…” erangnya, sambil tangannya kini meremasi buah dada Nanda yang masih belum seberapa besar namun memiliki bentuk dan tekstur yang indah.
Kini kedua tangan Nanda berpegangan pada pundak istriku, sehingga keseimbangan tubuhnya semakin stabil dan dapat lebih leluasa dalam menggenjot batang penisku dengan lebih intensif.
” Cium mama sayang…” Dan, Ah…apa maksud perkataan istriku itu. Sial… ternyata Nanda meladeni permintaan nyleneh istriku, aksi lesbianisme kini tengah diperagakan oleh ibu dan anak itu, yang dengan hotnya mulut mereka saling berpagutan, walaupun tak dapat melihat dengan jelas karna posisiku yang membelakangi, ditambah wajahku yang kini tengah berada dalam bungkaman vagina dan bokong istriku, namun aku dapat menilai betapa antusiasnya mereka, itu dapat kudengar dari lenguh dan suara kecipakan mulut yang riuh, dan bahkan putriku rela untuk menghentikan sejenak gerakan bokongnya demi untuk “permainan baru pemberian mama”.
Diamnya bokong Nanda selama aksi french kiss dengan mamanya membuatku merasa terabaikan, sehingga kuremas bokongnya dengan kedua tanganku, lalu dari bawah kupompakan bokongku naik turun dengan sekuat tenaga.
Plok..plok…plok…brroott..brroott..brroottt… Suara benturan bokong dengan paha, serta rongga pada liang anus yang tertekan oleh hentakan penisku menambah riuh ruangan itu, hingga secara bersamaan terdengar lenguhan Nanda yang mengisyaratkan bahwa anak itu tengah berada pada puncak kenikmatannya.
” Aaaaaggghhhhhhhh….Nanda sampai paaaaaa……aaaaaaaggghhhhh….” lenguhnya, sambil memeluk erat istriku yang berada tepat didepannya.
Setelah beberapa saat kemudian gadis itu terkulai lemas dengan masih didalam rangkulan istriku, mamun aku tetap aktif menggenjot liang anusnya dari bawah.
” Stop dulu pa…Nanda sudah K.O. tuh…sekarang giliran papa yang entotin mama…” ujar istriku,yg meminta untuk menghentikan goyangan pinggulku. Istriku mengalihkan selangkangannya dari wajahku, seraya menungging diatas ranjang dengan mempertontonkan bokongnya yang menantang.
” Ayo pa…melihat Nanda main anal, mama jadi kepingin juga deh pa… Ayo pa entotin patat mama..sodomi mama pa…” pintanya, segera kubangkit dari posisi berbaringku.
Blesss…hantaman pertama pada liang anusnya untuk malam itu disambut dengan desahan tertahan. Dengan mencengkram kuat bokongnya kukayuh pinggulku dengan sekuat tenaga mempenetrasikan batang penisku pada ibu putriku yang kini tengah berbaring lemas sambil menyaksikan bagaimana ibu kandungnya tengah bersodomi ria didepan matanya.
” Iya…terus pa…..entotin yang kuat lobang pantat mama…hajar terus pa…yessss…hiiaaahhhhh….” pekiknya dengan histeris, membuat anakku tampak terpukau dengan aksi liar istriku itu.
Sambil liang anusnya menerima hantaman batang penisku, kini tangan kirinya mulai menggosok-gosok vaginanya, sedang kepalanya kini bertumpu pada ranjang.
“Uuuuuggghhhhhh….mama papa mau keluar nih….” ujarku, karna kurasakan puncak kenikmatan sepertinya hampir menjalari kesekujur tubuhku. Namun betapa kecewanya aku, ditengah orgasme yang hampir saja kuraih tiba-tiba istriku menarik pantatnya.
Pluuupppp….praktis batang penisku kini kehilangan tempat bernaung untuk mencurahkan nikmat dan menaburkan air mani yang sepertinya telah diujung tanduk ini.
” Tahan pa.. Jangan dikeluarin dulu… papa keluarin dimemek Nanda saja ya pa…” cegah istriku, seraya menarik batang penisku untuk mendekati Nanda yang kini tengah berbaring telentang.
” Ayo Nanda, buka memek kamu…biarkan papamu menaburkan air maninya didalam memek kamu ya sayang…” ujarnya, diikuti dengan membimbing penisku kearah liang vagina putriku. Kini ujung batang penisku telah berada tepat dimuka liang vaginanya, yang berkat intervensi istriku kini kedua paha anakku mengangkang lebar bersiap menerima hantaman rudalku.
” Ayo pa…langsung genjot dong…masa’ bengong aja sih…” Sial, justru diamnya aku karena menunggu instruksi darinya.
Fuhhh…nikmatnya… Untuk kedua kalinya pada malam ini aku kembali menaburkan benihku dirahim putriku, jujur untuk yang kedua ini serasa lebih nikmat.
Tingkah “edan” istriku itu justru membuat orgasme yang kurasakan semakin sensasional, bagiku kata-kata itu terdengar bagai irama indah yang membuatku terlena, aneh memang.
” Horeeeeee……semoga cepat hamil ya Nanda sayang…mudah-mudahan nanti punya anak cowok, biar bisa ngentotin kamu dan juga mama….” ujar istriku, diikuti dengan mengecup bibir Nanda yang masih berbaring. Ah, semakin ekstrim saja kata-kata istriku ini, yang membuatku tak tahan hingga kusumbat mulut “jorok”nya itu dengan kecupan yang dibalasnya dengan agresif.
Untuk beberapa saat kami saling berpagutan dengan batang penisku masih tertanam dalam liang vagina putriku.
Puas kami saling berkecupan dan berpilin lidah, kini perhatian istriku beralih pada penisku yang masih tertanam didalam liang vagina Nanda.
” Udah dong pa…dicabut dulu kontolnya.” hmmmm…aku tau apa yang diinginkannya, seraya kucabut batang penisku dari dalam liang vagina, penis yang masih tegang walau sudah tidak maksimal, dengan permukaannya yang berkilat oleh cairan birahi Nanda dan spermaku, bahkan terlihat cairan kental lengket dan sedikit berbusa melekat pada beberapa bagiannya.
Tanpa aku harus menyodorkan padanya, dengan sigap istriku langsung meraih penisku dengan tangan kanannya, dijilatinya beberapa saat lalu dikulumnya.
Tak sampai satu menit dihentikan kulumannya, kulihat cairan kental yang melekat pada batang penisku kini telah sirna, yang sepertinya telah berpindah mengisi perut istriku.
” Mmmmm…masih kurang nih pa, nanggung banget deh..” ujarnya, seraya melirik kearah vagina putriku yang pada sela-sela bibir vaginanya terlihat lelehan sperma sedikit menetes keluar.
Jangan-jangan… Ah, Apa iya dia akan melakukan itu, setelah dengan tanpa canggung tadi dia berciuman dengan anakku, sebuah aksi yang hanya pernah dilakukan oleh para penganut lesbian. Dan ternyata apa yang kuperkirakan sama sekali tak meleset, ditundukan kepalanya pada selangkangan putriku, tangannya mulai menyibak belahan vagina Nanda, yang saat itu sepertinya masih bertanya-tanya dalam hatinya dengan apa yang akan dilakukan oleh mamanya.
Srrrruuuffffttt….. Diseruputnya cairan kental yang melekat pada vagina putriku. Ah, benar-benar edan apa yang dilakukan istriku ini, yang kini mulai menelusupkan lidahnya kedalam rongga-rongganya, sepertinya semakin kedalam cairan kental air maniku semakin banyak yang terdeposit didalamnya, itu dapat kudengar dari kecipakan lidah serta seruputan mulutnya.
” Mmmm…nyemmmm..nyemmm…nikmaaaaattt…srrryyuuff ..aahhhh..” gumamnya, mengingatkanku akan seekor kucing yang tengah menikmati sepotong ikan segar.
Putriku yang tengah berbaring sampai mengangkat kepalanya demi untuk menyaksikan dengan lebih jelas aksi yang sepertinya baru kali ini dia lihat, dan itu dilakukan oleh mamanya, ibu kandungnya.
” Kamu mau coba sayang…” tawar istriku, kepada Nanda yang hanya terdiam tanpa menjawab, namun bocah itu justru menatap wajahku, entah bermaksud meminta pertimbanganku atau dia masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud istriku, namun aku hanya menjawab tatapan itu dengan merentangkan kedua telapak tanganku kebawah yang berarti “terserah”, disamping juga aku belum tau persis apa yang dimaksud istriku.
” Kamu harus cobain dong..pasti kamu suka..” ujar istriku, diikuti dengan memasukan jari tengahnya kedalam liang vagina Nanda, dikocoknya beberapa saat kekudian ditarik keluar, sehingga air maniku yang sebelumnya tersimpan didalamnya kini meleleh keluar karena tarikan jari tangannya yang mengerok keluar spermaku, yang segera dihirup lagi olehnya, namun kali ini tidak langsung ditelannya, kecuali hanya dikulum dalam mulut, seraya mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak sekitar 20cm diatas wajah Nanda.
Tangan istriku memeberi isyarat agar Nanda membuka mulutnya, namun merasa putriku kurang merespon atau mungkin juga masih bingung untuk berbuat apa, sehingga dengan tangannya sejdiri istriku membuka bibir Nanda hingga kini menganga, lalu.. plehhh…cairah kental dari mulut istriku yang bercampur dengan air liurnya ditumpahkan kedalak mulut yang menganga itu.
” Ayo diminum sayang…” ujarnya kepada Nanda yang masih menahan “special gift” dari istriku itu didalam rongga mulutnya. Glek…akhirnya ditelan juga oleh putriku, dan Ah…dari ekspesinya sepertinya Nanda menyukainya
” Enak kan sayang…enakan kan? Mama bilang juga apa… Mau lagi sayang?”
” Mau ma..lagi dong ma…” Ah, benar dugaanku, anak itu justru ketagihan.
” Ih, dasar anak mama…ketagihan kan?” goda istriku, seraya kembali mencolok-colok vagina Nanda dengan jari tengahnya, seperti sebelumnya cairan kental yang berhasil keluar dihirupnya untuk kemudian dibetikannya pada Nanda.
Setelah dirasakan tak ada lagi sperma yang tersisa sari dalam liang vaginanya, istriku menghentikan aksinya, lalu mengecup bibir putri kami itu dengan rakus.
Dan akhirnya diranjang anakku ini, kami bertiga berbaring merebahkah tubuh sambil berbincang-bincang.
********
” Emang dimana aja mama begituan sama si Doni? ” tanya Nanda, yang kini merebahkan kepalanya dipahaku.
” Ngentot maksud kamu? ” ujar istriku, yang membuat Nanda sedikit salah tingkah karna tak biasa dengan kalimat itu.
” Mmmm…iya itu ma..”
” Iya itu…iya itu…ngomong yang jelas dong.. ”
” Iya deh ngentot..” dengan agak sungkan diucapkannya juga oleh putriku, sebuah kata yang hanya pernah didengarnya dari mulut anak-anak jalanan dan preman terminal.
” Nah, gitu dong… Gak usah pakai sok dihalusin deh.. segala sipuss, sidede’ apaan tuh.. sok imut amat sih.. Bilang aja kontol..memek.. Kan lebih asik, didengarnya juga lebih hot…iya enggak pa?”
” Aku sih terserah aja deh ma…” jawabku, sepertinya ada benarnya juga apa yang dikatakan istriku itu, saat partner seks kita mengucapkan kata-kata vulgar yang terkesan kotor seperti itu, memang bagiku terdengar lebih merangsang, namun aku juga tak ingin memaksakan kepada Nanda untuk mengucapkan kata-kata yang seperti itu, yang kukawatirkan malah akan menjadi kebiasaan, dan tanpa sadar akan terucap olehnya di saat-saat yang kurang tepat.
” Papa terus terang dong…papa suka kan kalau dengar kita mengucapkan kata ngentot,kontol atau memek, ngomong dong pa biar Nanda tau…” tekan istriku, setengah mengomel.
” Iya..iya… Papa lebih suka… Puaassss…” jawabku, sedikit agak sewot karna penekanan istriku tadi.
” Benar pa? Papa suka Kalau Nanda ngomong kayak gitu..?” tanya Nanda, yang kujawab hanya dengan menganggukan kepala sambil membelai rambutnya.
” Oh, iya..mama belum jawab pertanyaan Nanda..” tagih Nanda, yang sepertinya masih penasaran tentang hubungan istriku dengan Doni adiknya.
” Tempat mama sama Doni ngentot kan? Mmm.. Dimana saja ya? Banyak juga sih, dikamar Doni, dimobil, di Villa, di hotel..terus dimana lagi ya?….”
” Ayo langsung ceritain ke kita dong ma…tentang ngentot ngentot mama dengan Doni…” potong Nanda, disaat istriku tengah mengingat-ingat tempat dimana saja mereka berindehoy.
“Macem-macem sih…udah banyak gaya yang kami praktekin, dari mulai dogy style, ngentot sambil berdiri,ngentot gaya miring,gaya dilipet-lipet, ngentot ditempat umum…”
” Ditempat umum dimana ma?” potong Nanda, yang sepertinya penasaran dengan penjelasan terakhir istriku itu.
” Ditaman, diWC umum..oh, iya..kami ngentotnya diwc pria lho…wah, sensasinya itu..ngeri-ngeri sedap…” terang istriku, akupun ikut terperanjat mendengar pengakuan istriku itu.
” Ngapain juga harus main ditempat-tempat kayak gitu, cari penyakit aja…kenapa enggak dihotel.” tanyaku, dengan nada sedikit mencibir.
” Kan itu kalau lagi darurat pa… Anakmu itu lho, kalau lagi kepingin gak bisa sabar dikit..kalau dia lagi horny saat itu, ya saat itu juga dia harus bisa ngentotin mamanya ini..” terang istriku, ah, gila juga anak laki-lakiku itu rupanya.
” Terus apa lagi ma?” tanya Nanda lagi
” Mmm…apa lagi ya? Oh iya, Doni itu juga paling suka lho kalau disuapin mamanya..”
” Disuapin bagaimana?” kali ini aku yang penasaran
” Itu lho pa…Doni kalau makan sering minta mama suapin.. Mmm, tapi cara nyuapinnya.. Ah, mama jadi malu menceritakannya..” semakin penasaran aku dan Nanda oleh cerita istriku yang sepertinya agak malu-malu untuk menceritakannya itu.
” Udah lah ma…cerita aja, pakai malu-malu segala mama ini, katanya ingin keluarga kita ini terbuka dalam segala hal..” desakku.
” Iya nih mama, trusin dong ceritanya…lagian ada-ada aja sih tuh anak, udah bangkotan gitu masih minta suapin..” sambung Nanda.
” Iya deh, mama terusin…aduh segitu sewotnya nih bapak sama anak… Begini lho, jadi mama makan makanan Doni, mama kunyah sampai halus, baru deh mama lepehin kedalam mulut Doni yang sudah mangap, lalu langsung dia telan…begitu..” Ah, gila..merinding juga aku mendengarnya, kulihat Nanda melirik penuh arti kearahku, entah apa maksudnya itu.
” Wooww…kedengarannya asik juga tuh ma…Nanda jadi kepingin juga nih, kalan-kapan Manda minta disuapin juga sama papa… boleh ya pa…? mau ya…?” sudah kuduga, rupanya ini arti dari lirikannya tadi.
” Iya tuh pa…Nanda kayaknya kepingin tuh..kasih dong pa..” sambung istriku
” Iya..iya, nanti…sekarang lanjutin dong cerita mama..” pintaku, didorong oleh rasa penasaranku akan aksi apa lagi yang telah mereka lakukan.
” Mmmm…sebetulnya ada lagi sih, tapi gimana ya? Kasih tau gak ya..? ” ujarnya, seolah tengah menimbang-nimbang.
“Ah, kalau yang satu ini kayaknya mama gak perlu ceritakan pada kalian deh..” sambungnya, dan tentu saja perkataannya itu justru memancing penasaran kami.
” Mama gimana sih…apa mama enggak mau kalau keluarga kita terbuka..” ujarku..
” Iya nih mama…lanjut dong ” sambung Nanda
” Aduh…bukan begitu pa…tapi yang satu ini…gimana ya? Nanti kalian malah nganggap mama….Ah, sudahlah gak usah, anggap aja cerita itu enggak ada ya..?” penasaranku semakin memuncak.
” Ya sudah, kalau gitu batalkan saja keterbukaan yang akan kita terapkan dikeluarga kita…” ancamku, yang mulai sedikit sewot oleh keraguan sikap istriku itu.
” Oke deh pa… ih, papa segitu sewotnya deh…iya deh mama akan cerita apa adanya… Mmm..tapi kalian jangan kaget ya… Begini lho pa, mama itu paling suka kalau dikencingin sama Doni…” terangnya.
” Maksudnya…?” potongku, masih belum sepenuhnya paham akan cerita istriku itu.
” Iya, biasanya mama duduk sambil membuka mulut, lalu Doni sambil berdiri mengencingi mulut dan wajah mama..dan air kencing Doni juga mama minum…” Astaga, betapa kagetnya aku mendengar ceritanya itu, mamun aku berusaha untuk tetap tetlihat rileks, namun tidak dengan Nanda, anak itu terlihat begitu terkejut.
” Gileeeee…gak salah tuh ma…hi..hi..hi…mama..mama..ada-ada saja mama ini…rasanya kayak apa tuh ma? Rasa lemon tea ya ma? ” goda Nanda.
” Tau’ ah, rasa es cendol kali…Sudah mama duga, pasti kalian akan mengejek mama…” papar istriku.
” Ah, enggak apa-apa ma, nyantai aja…” ujarku, sekedar membuat nyaman perasaan istriku, dan kuyakinkan pula padanya untuk tak perlu merasa canggung atau minder dengan kegemarannya yang satu itu. Malam semakin merambat ketengah, dan kami bertiga masih larut dalam perbincangan seputar pengalaman kami yang ganjil dimata masyarakat itu, mamun aku akan berusaha merubah keganjilan itu menjadi sebuah kelaziman yang mutlak bagi keluargaku ini.

Posted in: , , , , ,

0 komentar for "Keluarga Pak Trisno"

Leave a reply